2 Pelajar Saksi Yehuwa Dikeluarkan dari Sekolah Karena Tolak Hormat Bendera Merah Putih,Ini Faktanya
Akibat tolak horman bendera Merah Putih, dua SMPN 21 Batam yang merupakan Saksi Yehuwa (Jehovah's Withnesses) dikeluarkan dari sekolah.
2 Pelajar Saksi Yehuwa Dikeluarkan dari Sekolah Karena Tolak Hormat Bendera Merah Putih, Ini Faktanya
TRIBUNJAMBI.COM - Akibat tolak horman bendera Merah Putih, dua SMPN 21 Batam yang merupakan Saksi Yehuwa (Jehovah's Withnesses) dikeluarkan dari sekolah.
Tak hanya tolak hormat bendera Merah Putih, dua pelajar ini menolak untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Kepala SMPN 21 Sagulung, Batam, Foniman menjelaskan bahwa kedua pelajar ini sebelumnya sudah lama dilakukan pembinaan.
"Menurut keyakinan yang dianut, mereka hanya dapat menunduk saat hormat bendera dan tidak boleh menyanyikan lagu Indonesia Raya," ujar Foniman saat ditemui Tribunbatam.id, Rabu (27/11/2019).
Sementara, aturan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya pada saat upacara, telah diatur dalam Permendikbud nomor 22 tahun 2018 tentang tata cara dalam upacara bendera.
Mengutip pernyataan dalam rapat bersama membahas perilaku kedua siswa yang dinilai menyalahi aturan dalam negara, perilaku ini juga dikhawatirkan akan membawa pengaruh ke siswa didik lainnya.
• Perempuan dari Pangandaran Ini Disebut Bakal Jadi Bos BUMN, Cucu Haji Ireng yang Terkenal
• Ditanya Soal Keguguran, Syahrini Caci Maki Wartawan, Kamu Jadi Tampak Bodoh di Mata Aku!
• Jokowi Pilih Kasih? Sebut Ahok dan Rizieq Shihab Diperlakukan Berbeda, Ilham Bintang Singgung Ini
• Daftar Lengkap Nama Penumpang Bus Kramat Djati Kecelakaan di Jalan Tol Surabaya-Mojokerto (Tol Sumo)
Pihak sekolah sudah memanggil kedua orangtua siswa. Namun orang tuanya tetap bersikeras untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang sama.
Sementara dari pihak sekolah sudah menyarankan kepada orangtua dua anak didik itu agar dapat mengundurkan diri dari sekolah dan dapat melanjutkan sekolah di non formal, namun mereka menolak.
Bahkan, orangtua anak tersebut menyampaikan kepada pihaknya bahwa sebagai warga negara ia berhak mendapatkan hak sebagai warga negara.
Kedua siswa ini tercatat duduk di kelas 7 dan kelas 9.
Peristiwa penolakan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara sekolah, lanjutnya, sudah terjadi sejak awal mereka bersekolah.
Herlina Sibuea, orangtua anak didik di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 21 Kelurahan Sei Langkai, Sagulung, yang tidak mau menghormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya menjelaskan, sejak Sekolah Dasar (SD) mereka sudah memberikan surat rekomendasi dari agama yang mereka anut.
Ia melanjutkan, sejak masuk ke SMPN 21, tidak pernah ada permasalahan mengenai aliran agama yang mereka anut.
"Kalau tetap anak kami dikeluarkan, ya kita lihat saja nanti. Kami juga tidak tinggal diam."
"Kalau anak kami dikeluarkan, kami juga akan naik banding, karena ini sudah menyangkut hukum," tegas Herlina, Rabu (27/11/2019).

Dia mengatakan, anaknya Ws kelas VIII di SMPN 21 Batam bukan tidak mau menghormat bendera. Hanya saja mengangkat tangan tidak mau.
"Kami tetap hormat, tapi caranya dengan siap. Karena kalau mengangkat tangan itu, bertentangan dengan batin kami, sesuai dengan ajaran agama yang kami anut," kata Herlina.
"Dari kelas VII, tidak pernah ada masalah, kenapa sekarang dibesar-besarkan," kata Herlina.
Dia menilai, pihak sekolah yang membesar-besarkan masalah tersebut.
"Dari awal tidak pernah ada persoalan, baru bulan November 2019 ini masalah itu dibuka. Bahkan kita kaget juga kok bisa sampai diketahui umun," kata Herlina heran.
Dia menceritakan, awal pertama dipermasalahkan anaknya tidak menghormat bendera, saat ada salah satu murid kelas VIII yang juga satu aliran dengan mereka. Anak kelas VIII itu mengundurkan diri karena sakit.
"Jadi saat anak kelas VIII itu mengundurkan diri, pihak sekolah langsung memanggil anak saya dan temannya kelas IX. Katanya selama ini pihak sekolah memperhatikan bahwa anak kami tidak mau hormat bendera," kata Herlina.
Dia juga menjelaskan, sebelum mereka dipanggil pada Kamis (7/11/2019) lalu, anaknya Ws dan temannya DH sudah dipanggil duluan dan disuruh membuat surat penyataan.
"Jadi anak kami ini disuruh membuat surat peryataan. Dimana harus ikuti aturan sekolah salah satunya hormat bendera, harus ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya, harus mengikuti pelajaran agama, jika tidak mengikuti aturan, maka nilai agama tidak ada dan nilai PPKn kosong," kata Herlina.
Mendapat laporan tersebut, orangtua tidak setuju.
"Kami tidak setujulah, masa anak kami tidak memiliki nilai PPKn dan agama," ujarnya.
Dia mengatakan, karena surat pernyataan tersebut, mereka dilanggil oleh pihak sekolah.
"Jadi saat kami dipanggil oleh pihak sekolah, kita bukan mencari solusi. Malah pihak sekolah meminta kami agar memindahkan anak kami dari SMPN 21."
"Ya, jelas kami tidak mau, karena sekolah itu yang paling dekat dengan rumah," kata Herlina.
Dia melanjutkan, saat pertemuan pada Kamis (7/11/2019) lalu, mereka disuruh memikirkan masa depan anaknya.
"Jadi pada Rabu (20/11/2019), kami dipanggil lagi, dan diberikan waktu sampai Senin (25/11/2019) untuk memindahkan anak kita dari SMPN 21. Jadi kami diminta untuk memindahkan anak kami. Ya, jelas kami tidak mau," kata Herlina.
Herlina mengatakan, pada Sabtu (23/11/2019) mereka sudah mengirimkan surat kepada pihak sekolah, bahwa mereka tidak mau memindahkan anak mereka dan menginginkan anaknya tetap sekolah di SMPN 21.
"Kami tidak mau pindahkan. Karena sekolah ini yang paling dekat dengan rumah," kata Herlina.
Diapun menegaskan, sebelum surat pemecatan diberikan kepada anaknya, anaknya itu akan tetap sekolah di sana.
"Ya, kita tunggu aja, kalau toh nanti dikeluarkan kami juga tidak mungkin tinggal diam," kata Herlina.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Hendri Arulan mengatakan, Keputusan untuk mengeluarkan dua siswa tersebut merupakan hasil rapat kepala sekolah bersama Disdik dan juga Danramil Batam Barat, Kota Batam, Provinsi Kepri, Senin (25/11/2019) di SMPN 21 Sagulung.
"Kasus ini sudah lama, sudah dari kelas VII kami lakukan pembinaan, namun kedua anak yang bersangkutan tidak mau mengikuti aturan yang ada dan perpegang kepada kepercayaan yang mereka anut," kata Hendri.
Tetapi hal tersebut tidak diindahkan.
"Kami tidak mau hal ini menjadi bumerang bagi ratusan siswa lainnya, jadi kita fasilitasi agar orangtua mencari tempat pendidikan yang sesuai dengan kepercayaan mereka," kata Hendri.
Di tempat yang sama Koramil O2 Batam Barat R Sitinjak mengatakan, pihaknya dari unsur TNI melalui Babinsa di Sagulung, baru mengetahui kasus tersebut enam bulan belakangan.
"Setelah kami tahu kasus ini, kami juga sudah lakukan upaya, agar orangtua menyadari bahwa mereka tinggal di Negara Indonesia, di mana ada aturannya," kata R Sitinjak.
Dia juga mengatakaan sudah melakukan pendekatan kepada orangtua.
"Tetapi semuanya mereka tolak. Orangtua anak menolak mengikui aturan yang ada. Mereka lebih mengikuti aturan agama yang mereka anut. Ini sudah sangat tidak masuk akal, hormat bendera tidak bisa, nyanyikan lagu Indonesia Raya tidak bisa, bahkan menghormat guru pun tidak bisa. Jadi kita tidak bisa biarkan hal tersebut, biarlah orangtuanya mencari pendidikan yang sesuai dengan ajaran mereka," kata R Sitinjak.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua anak di SMPN 21 Sagulung, terancam dikeluarkan dari sekolah karena tidak mau menghormat bendera dan juga menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dua siswa tersebut diketahui mengikuti salah satu aliran Agama di Indonesia dimana dalam ajaran mereka tidak bisa menghormat bendera dan juga menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Kedua anak yang duduk di kelas IX yakni DH dan WS.
Kedua anak tersebut diketahui sudah lama dibina dan dibimbing para guru di sekolah namun tetap tidak mau mengikuti aturan sekolah.
Bahkan persoalan tersebut sudah beberapa kali dilakukan mediasi antara pihak sekolah dengan orangtua.
Bahkan Babinsa dan juga Kepolisian dari Sagulung sudah melakukan mediasi dengan orangtua.
Namun belum menemukan titik terang.
Ketua Komite SMPN 21 Dadang mengatakan, pihak sekolah sudah beberapa kali melakukan mediasi.
"Kami juga sebagai perwakilan orangtua murid sudah turut dalam melakukan mediasi, tetapi orangtua kedua anak tetap kokoh dalam ajaran agama mereka," kata Dadang.
Dia mengatakan, pihak sekolah memberikan waktu satu minggu ke depan untuk orangtua berpikir dan memikirkan masa depan anaknya.
"Jadi kalau ke depan orangtua dan anak tidak mau mengikui aturan sekolah maka anak tersebut akan dikembalikan kepada orangtua," kata Dadang. (tribunbatam.id/ian sitanggang/bereslumbantobing)