Siapa Sebenarnya Ayah dari Djaduk Ferianto? Bukan Orang 'Sembarangan' di Yogyakarta dan Keraton
Walaupun lahir dari keluarga ningrat, keluarga tersebut harus menghadapi kenyataan hidup yang sulit akibat dari hukuman Kuranthil
Kabar Duka Djaduk Ferianto Meninggal Dunia, Seniman Musik Kenamaan Indonesia Berpulang
TRIBUNJAMBI.COM - Kabar duka, Djaduk Ferianto berpulang.
Indonesia kehilangan seniman musik dan budayawan kenamaan Djaduk Ferianto.
Melansir kompas.com, kabar Djaduk Ferianto meninggal dunia disampaikan kakaknya, seniman Butet Kartaredjasa melalui akun Instagram-nya, @masbutet, Rabu (13/11/2019).

• Pengakuan Gisella Anastasia, Bentuk Tahi Lalat Besar di Paha dan Teka-teka Cewek di Video Syur
• VIDEO: Di Konser Gue 2 Butet Kertaradjasa Lantunkan Pantun Sindiran
• Siapa Sebenarnya Arswendo Atmowiloto? Budayawan yang Dikabarkan Meninggal, Ternyata Tidak
Djaduk yang dikenal sebagai seniman kondang multitalenta asal Yogyakarta ini meninggal dunia pada usia 55 tahun.
“RIP. Djaduk Ferianto,” tulis Butet seperti dikutip Kompas.com.
Ia mengunggah gambar tulisan “Sumangga Gusti” atau Silakan Tuhan berwarna putih pada latar belakang hitam.
Rekan Djaduk Ferianto, Debyo membenarkan kabar seniman senior itu meninggal dunia.
"Ya, benar," ujar Debyo kepada Kompas.com, Rabu pagi.

Ia mengatakan, Djaduk mengembuskan napas terakhir pada Rabu dini hari pukul 02.30.
Djaduk akan disemayamkan di Padepokan seni Bagong Kusudiardjo di Yogyakarta pada Rabu siang.
Menurut rencana, Djaduk akan dikebumikan di makam keluarga Sembungan, Kasihan, Bantul, pada Rabu sekitar pukul 15.00.
Kabar duka dari Djaduk Ferianto mengejutkan banyak pihak.
Sebab, Djaduk masih akan dijadwalkan tampil di Ngayogjazz pada Sabtu (16/11/2019) di Godean, Yogyakarta.
Djaduk Ferianto dilahirkan di Yogyakarta pada 19 Juli 1964.
Dia merupakan putra bungsu seniman tari legendaris Bagong Kussudiardjo.
Bersama grup musik Kua Etnika dan Sinten Remen, Djaduk memadukan unsur-unsur musik tradisional dengan modern.
Selain bermusik, Djaduk juga aktif sebagai anggota Teater Gandrik.
Dia pernah menyutradarai beberapa pertunjukan teater dan mengerjakan ilustrasi musik untuk film.
Djaduk Ferianto meninggalkan seorang istri dan lima anak.
Biodata Djaduk Ferianto
Nama lengkap: Djaduk Ferianto
Lahir: Yogyakarta, 19 Juli 1964
Meninggal: 13 November 2019
Pekerjaan: aktor, pemusik
Pasangan:Petra
Anak: Gusti Arirang, Ratu Hening, Gallus Presiden Dewagana, Kandida Rani Nyaribunyi, Rajane Tetabuhan
Orang tua: Bagong Kussudiardja, Soetiana
Siapa sebenarnya Djaduk Ferianto ?
Gregorius Djaduk Ferianto lahir di Yogyakarta, 19 Juli 1964.
Dia seorang aktor, sutradara dan musikus berkebangsaan Indonesia.[1] Ia adalah putra bungsu dari Bagong Kussudiardja, koreografer dan pelukis senior Indonesia, serta adik kandung dari Butet Kartaredjasa, aktor dan pemain teater asal Indonesia.
Melansir wikipedia, dalam bermusik, dia lebih berkonsentrasi pada penggalian musik-musik tradisi. Djaduk adalah salah satu anggota dari kelompok musik Kua Etnika, musik humor Sinten Remen, dan Teater Gandrik.
Selain bermusik, dia juga menyutradarai beberapa pertunjukan teater dan menggarap ilustrasi musik untuk sinetron di televisi.
Djaduk lahir di Yogyakarta dari pasangan mastro tari Bagong Kussudiardja dan ibunya, Soetiana.
Sejak 1972, Djaduk sering menggarap illustrasi musik sinetron, jingle iklan, penata musik pementasan teater, hingga tampil bersama kelompoknya dalam pentas musik di berbagai negara. Ia bersama kelompoknya terkenal dengan eksplorasi berbagai alat dan benda sebagai instrumen musiknya.
Terlahir dengan nama Guritno, pemberian pamannya.
Ayahnya, Bagong Kussudiardjo mengganti namanya dengan Djaduk yang artinya unggul.
Ia selalu ditemani radio yang sering menyiarkan pertunjukan wayang. Tidak lupa juga buku cerita wayang yang selalu ada di sampingnya.
Kemudian ia bercita-cita menjadi dalang, bahkan pernah belajar mendalang. Lingkungan masa kecilnya di Tedjakusuman, Yogyakarta yang dekat dengan kesenian sangat mendukung kariernya di bidang musik, juga teater.

Djaduk pernah mendirikan Kelompok Rheze yang pada 1978 pernah dinobatkan sebagai Juara I Musik Humor tingkat Nasional, mendirikan Kelompok Musik Kreatif Wathathitha.
Pada 1995, bersama dengan kakaknya, Butet Kertaradjasa dan Purwanto, mendirikan Kelompok Kesenian Kua Etnika, yang merupakan penggalian atas musik etnik dengan pendekatan modern.
Pada 1997, Djaduk mengolah musik keroncong dengan mendirikan Orkes Sinten Remen.
Salah satu hal yang pernah mengganjal Djaduk adalah label lokal dan nasional. Ia mengalami diskriminasi itu sejak 1979.
Djaduk baru bisa masuk industri (nasional) tahun 1996, setelah muncul di acara Dua Warna RCTI. Maka ketika Djaduk banyak menerima job tingkat nasional, ia tetap bertahan sebagai orang lokal. Tak akan menetap atau berdomisili Jakarta, meski frekuensi tampil di ibu kota sangat tinggi. Djaduk dan kelompoknya tetap berada di Yogya.
Siapa sebenarnya Bagong Kussudiardja
Bagong Kussudiardja lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928 – meninggal di Yogyakarta, 15 Juni 2004.
bagong merupakan seorang penari, koreografer, pelukis dan aktor Indonesia.
Dia telah melahirkan banyak karya berupa sketsa, lukisan, dan berbagai macam tarian.
Bagong Kussurdiardja lahir pada hari Selasa Kliwon, 9 Oktober 1928. Beliau lahir dari ayah yang bernama Raden Bekel Atma Tjondro Sentono dan ibu yang bernama Siti Aminah. Bagong sendiri merupakan anak kedua. Saudara kandung lainnya adalah Kus Sumarbirah, Handung Kussudyarsana, dan Lilut Kussudyarto. Latar belakang keluarga Bagong Kussurdiardja memiliki garis lingkaran kebangsawanan Keraton Yogyakarta.
Ayahnya adalah putra dari G.P.H. Djuminah yang merupakan kakak Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.
Walaupun lahir dari keluarga ningrat, keluarga tersebut harus menghadapi kenyataan hidup yang sulit akibat dari hukuman Kuranthil yakni sejenis hukuman pengasingan atau kurungan rumah.
Hukuman tersebut dijatuhkan oleh Keraton Yogyakarta kepada G.P.H Djuminah karena putra mahkota Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu melakukan pembelotan.
Ayahnya yang pelukis wayang dan penulis aksara Jawa, kurang mampu menopang kehidupan keluarga. Bagong harus melakoni berbagai pekerjaan seperti menambal ban dan jadi kusir andong.
Bagong Kussudiardja menikah dengan perempuan bernama Soetina.
Dari pernikahannya tersebut, Bagong memiliki tujuh orang anak yakni Ida Manutranggana, Elia Gupita, Rondang Ciptasari, Otok Bima Sidharta, Butet Kertaradjasa, Purbasari Ayuwangi, dan Djaduk Ferianto.
Tiga anak dari Bagong mengikuti jejaknya untuk terjun ke dunia seni. Keduanya adalah Otok Bima Sidharta, Butet Kertaredjasa dan Djaduk Ferianto.
Otok merupakan anak laki-laki Bagong. Otok merupakan musisi gamelan yang juga belajar melukis secara otodidak.
Salah satu lukisannya berjudul Dibawah Kekuasan Gareng.
Butet Kertaredjasa merupakan seorang pemain teater sekaligus pelawak yang dikenal luas oleh masyarakat. Kini, Butet menjadi orang yang memimpin Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK).
Sedangkan Djaduk Ferianto merupakan salah satu anggota dari kelompok musik Kua Etnika, musik humor Sinten Ramen, dan Teater Gandrik. Djaduk banyak menggarap musik untuk sinetron, jingle iklan, musik untuk pentas teater dan lainnya.
Pasca meninggalkan Soetiana, Bagong Kussudiardja menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Yuli Sri Hastuti. Bagong menikahi Yuli Sri Hastuti pada tahun 2003 yakni setahun sebelum dirinya meninggal dunia.
• Daftar Karya dan Penghargaan Arswendo Atmowiloto, Penghormatan Terakhir untuk Sarwendo
• Siapa Sebenarnya Arswendo Atmowiloto? Budayawan yang Dikabarkan Meninggal, Ternyata Tidak