Pameran Temporer di Museum Siginjei

Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan

Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Deni Satria Budi
tribunjambi/Dedy Nurdin
Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan 

Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Puluhan alat tangkap ikan tradisional dipajang pada pameran temporer di Museum Siginjei, dalam rangka memperingati hari Museum Nasional.

Warga pun bisa mengunjungi Pameran yang dibuka pada tanggal 29 Oktober hingga 12 November 2019 mendatang.

Kegiatan ini pun menjadi pusat perhatian sejumlah siswa dan mahasiswa yang datang ke sana.

Sejumlah peralatan tangkap ikan tradisional di pajang, mulai dari alat tangkap ikan di daerah perairan pasang surut pesisir timur Jambi, peralatan tangkap ikan di sungai dan anak sungai, danau hingga perairan dangkal dari berbagai kabupaten kota di Jambi bisa ditemui di sana.

Pameran temporer di Museum Siginjei
Pameran temporer di Museum Siginjei (tribunjambi/Dedy Nurdin)

Jermal, Kelong, Banjang, Blabar, Garuk Kerang, Harpun, Belat, Tongkah dan lain sebagainya yang digunakan oleh masyarakat pesisir pantai Jambi. Seperti di Kabupaten Tanjab Timur dan Tanjab Barat.

Ada juga foto alat transportasi pompong, untuk menarik jaring. Perahu dan replikanya yang biasa digunakan para nelayan.

Peralatan lainnya yang umum digunakan oleh masyarakat pesisir adalah bakul kerang. Wadah ini terbuat dari pelepah nipah yang dijalin.

Biasanya digunakan sebagai wadah hasil kerang di pantai. Ada yang segi empat ada yang bagian atasnya melingkar dari rotan yang dijalin dengan daun nipah.

2018 Tanjabtim Keluarkan Tujuh Perda, Tahun Ini Pemkab Usulkan Perda tentang Alat Tangkap Ikan

Dukung Budaya SAD Sarolangun Juarai Anugerah Pesona Indonesia 2019, Begini Caranya

Masuk 10 Besar Lomba Desa Wisata Nusantara 2019, Desa Pentagen Berpeluang Raih Juara

Tahun 2019 Ini Kementrian Pariwisata Bantu 8 FKBM, Masing-Masing Rp 100 Juta

Ada pula Tongkah, mirip papan selancar digunakan mencari kerang oleh masyarakat suku Duano di Tanjab Timur.

Untuk alat tangkap ikan lainnya seperti Serkap, alat menangkap ikan di air dangkal seperti di kawasan lebung (lopak) rawa dan anak sungai, alat tangkap ikan satu ini berbentuk kerucut terpotong di bagian atasnya. Terbuat dari bambu dijalin dengan rotan.

Penangkap ikan memperhatikan riak ikan dari gerakan ikan kemudian menjatuhkan serkap diatasnya. Alat tradisional ini acap dijumpai pada saat bekarang.

Ada juga Lukah kerap yang bisa di jumpai di Museum Siginjei, biasanya di pasang di pinggir sungai atau danau yang tidak terlalu dalam airnya. Disebut lukah kerap karna bilah bambu itu tersusun rapat.

GARA-GARA Dekat dengan sosok Jenderal Ini, Luhut Tak Pernah Jadi Danjen Kopassus, Kasdam & Pangdam

Terjaring Razia, Mobil Dinas Pengadilan Negeri Sarolangun Ditahan Polisi, Ini Sebabnya

KETIKA Vanessa Angel Nangis, Eko Patrio Bercanda Beri Cek Rp 80 Juta: Cara lo enggak Lucu

Ayah Jadi Kapolri, Anak Jadi Taruna Terbaik AKPOL, Inilah Irfan Urane Azis Putra dari Idham Azis

Bilah yang tersusun terikat dengan sanglo (bentuk lingkaran dari rotan). Satu sisi terbuka dan bagian belakang bisa di buka tutup untuk memasukkan umpan dan mengeluarkan ikan. Selain itu ada juga berbagai jenis lukah dari anyaman bambu dan rotan.

Alat tangkap ikan di daerah aliran sugai yang bisa dilihat di sana adalah Tamban, Menteran. Ada pula Geruguh terbuat dari bambu seruas. Bagian mirip seperti lukah hanya bagian luarnya bambu seruas yang rapat.

Bukan itu saja jenis alat tangkap ikan seperti Saruwo, berfungsi sebagai alat menangkap ikan degan teknik perangkap juga terbuat dari bilah bambu.

Masih banyak peralatan tangkap ikan tradisional yang dulunya banyak di gunakan masyarakat di Jambi. Termasuk beberapa alat tangkap ikan Suku Anak Dalam (SAD) maupun suku batin turut terpampang di sisi kanan ruang pameran.

Kepala Museum Siginjei Nurlaini mengatakan tak semua peralatan tangkap ikan ini bisa dijumpai dan masih digunakan sebagian masyarakat Jambi yang dikenal lekat dengan kehidupan sungai.

Beragam Alat Tangkap Ikan Tradisional Dipamerkan Museum Siginjei Jambi
Beragam Alat Tangkap Ikan Tradisional Dipamerkan Museum Siginjei Jambi (Tribunjambi.com/Dedy Nurdin)

Kearifan lokal dan warisan budaya gotong royong ini pun mulai tersingkir akibat keserakahan. Diwilayah pesisir pantai misalnya, sebagian masyarakat lebih memilih menggunakan alat tangkap ikan pukat harimau.

Individualisme dan target penghasilan tinggi dari hasil tangkap ikan pun jadi pertimbangan utama oknum tertentu dalam mencari ikan. Akibatny banyak peralatan tangkap ikan mulai ditinggalkan.

Seperti Jermal, kelong, Arpun dan Jermal pun kini sulit ditemukan. Terutama di daerah pertemuan sungai dan air laut yang menjadi lokasi penggunaan alat tangkap ikan ini.

"Padahal dulu masyarakat kita seperti Jermal, Kelong dan Belat memiliki nilai kearifan. Semua dikerjakan dengan gotong royong, dapat banyak atau sedikit dibagi rata," kata Nurlaini.

Termasuk di aliran sungai, beragam alat tangkap sungai danau hingga daerah rawa dulunya digunakan masyarakat menangkap ikan untuk kebutuhan sehara-hari.

Peralatan tangkap ikan seperti Tamban, Saruwo hampir tak lagi ditemukan penggunaannya di masyarakat Jambi.

Metode penangkapan ikan dengan menggunakan putas atau racun maupun alat setrum lebih banyak digunakan dengan alasan bisa menghasilkan ikan lebih banyak.

Hal ini lah yang menjadi faktor utama sebagian alat tangkap ikan tak lagi di gunakan. Padahal dampak kerusakan yang ditimbulkan dengan racun putas maupun alat setrum lebih beresiko pada keanekaragaman hayati di sungai dan daerah perairan lainnya.

"Kalau dulu dikerjakan beramai-ramai, sebagian bahkan ada diritualkan untuk menangkap ikan. Kalau sekarang banyak alat tangkap ikan dikembangkan justru meninggalkan kearifan lokal yang di wariskan masyarakat kita dulu," kata Nurlaini.

"Akibatnya di sawah maupun daerah aliran sungai lainnya banyak dikeluhkan masyarakat tidak ada ikannya," sambungnya.

Ia berharap agar dengan adanya pameran alat tangkap ikan tradisional, bisa memunculkan kecintaan budaya pada anak-anak didik, maupun remaja dan masyarakat Jambi secara luas.

"Gunakan museum sebagai jendela pustaka tentang ilmu di masyarakat khususnya sembilan pokok kebudayaan," katanya.

"Museum tak lagi distigmakan angker. Museum gudangnya ilmu silahkan digunakan semaksimal mungkin. Semua nilai kearifan lokal bisa digali dari museum," pungkasnya.

Asri, pengunjung yang dijumpai Kamis (31/10/2019) lalu mengaku kaum dengan bagai mana masyarakat Jambi dulunya menggunakan alat tangkap ikan dengan arif tanpa merusak lingkungan.

"Kayak alat tangkap yang dipakai pun dari bahan alami dan juga tidak sampai merusak lingkungan, sementara sekarang banyak yang menggunakan putas atau alat setrum," katanya.

Bahkan beberapa alat tangkap ikan yang ia jumpai pun masih asing baginya, "Kayak Jermal atau alat tangkap ikan seperti Saruwo kan sudah jarang digunakan. Sayang kalau tidak di sosialisasikan kembali ke nelayan kalau ini loh dulu alat tangkap ikan yang ramah lingkungan," pungkasnya.

Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan (Tribunjambi.com/Dedy Nurdin)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved