Menelusuri Pura di Pedalaman Sarolangun, Sempat Dikabarkan Berusia Ratusan Tahun

Begitu pula saat menuju ke Desa Demang dari Sarolangun. Warga yang mendampingi menganggap itu pemandangan yang biasa.

Editor: Deddy Rachmawan
tribunjambi/wahyu herliyanto
Penelusuran diawali dengan perjalanan menuju lokasi yang diduga situs agama Hindu, yaitu di Desa Demang, Kecamatan Limun, Sarolangun. Di bukit Onge akhirnya tampaklah situs yang dituju 

Aii. Dak ado, bohong tu.

Begitu jawaban salah seorang warga, Parji, saat Tribun Jambi bertanya mengenai kebenaran kabar keberadaan Pura peninggalan Hindu di Kecamatan Limun, Sarolangun, Kamis (24/10).

Parji Tribun temui di Desa Demang, Kecamatan Limun, Sarolangun.

Untuk ke desa tersebut butuh waktu tempuh sekitar dua jam perjalanan dari Kota Sarolangun.

Jawaban berbeda Tribun dapati dari Eli. Ia adalah istri mantan kepala desa di sana.

"Iya kami pernah denger kalau ada ditemukan seperti candi, tapi kami juga tak tahu, itu sudah lamo," katanya.

Akhirnya, sekitar pukul 14.00 WIB, Pahrul Sekretaris Desa Demang dan sejumlah masyarakat turut mendampingi Tribun menuju lokasi Pura yang masih menyimpan tanda tanya itu.

"Ada pernah anak kampus (ke sana), tapi saya juga tidak tahu persis lokasinya di mano," kata Pahrul di awal perbincangan.

Saat itu Tribun menyodorkan foto bangunan dimaksud.

Kami, mengendarai sepeda motor. 20 menit kemudian, dari pusat Desa Demang kami tiba di lokasi.

Sepanjang perjalanan, aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) kami temui di beberapa titik.

Begitu pula saat menuju ke Desa Demang dari Sarolangun. Warga yang mendampingi menganggap itu pemandangan yang biasa.

Terlebih oleh sejumlah warga, mencari emas secara ilegal sudah menjadi sumber penghidupan.

Setelah hampir sampai di lokasi, kami harus menyeberangi Sungai Batang Limun.

Air tengah surut dan keruh. Setelah menyeberangi sungai, perjalanan dilanjutkan berjalan kaki.

Lokasi yang kami tuju oleh masyarakat sekitar disebut Bukit Onge. Di bukit yang jarang dijamah mansusia itu, dipenuhi semak belukar berduri.

Kami harus menebas vegetasi di sana untuk jalan dengan parang.

baca juga

TRIBUNWIKI - Zumi Zola dan 23 Tokoh yang Terima Gelar Adat Lembaga Adat Melayu Jambi

Situs Solok Sipin Tergencet di Jantung Kota

Arti Penting Dua Keris Pusaka Jambi

Dan tiba di puncak bukit, akhirnya tampaklah apa yang kami cari. Bangunan yang khas seperti gampang kita temui di Pura.

Pelinggih. Begitu umat Hindu biasa menyebutnya. Tingginya sekitar 3 meter. Tempat untuk pemujaan.

Di bawah tempat pemujaan itu ada semaca altar kurang lebih panjang nya dua meter dan lebar 1 meter.

Kondisinya tertutup rimbunan semak belukar. Relief di pelinggih ditutupi lumut.

Di sekeliling pelinggih terdapat beberapa batu nisan seperti batu sungkai. Namun masyarakat sekitar menyebutnya itu makam keramat.

"Masyarakat Desa Demang belum pernah tahu keberadaan tugu (pura). Masyarakat bilang itu makam, seperti makam keramat," kata Pahrul.

Kata dia, keberadaanya diketahui pada tahun 2000-an. Namun adanya terkait benda seperti situs sejarah itu belum banyak yang mengetahuinya secara pasti.

Katanya, temuan itu diduga milik pemeluk agama Hindu. Hanya saja, warga sekitar Desa Demang menurutnya tidak ada yang memeluk agama Hindu.

Di saat kami berada di dekat pelinggih, terdengar suara mesin dompeng. Itu adalah mesin yang digunakan untuk aktivitas mencari emas.

Terpisah, Iskandar, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon menyampaikan bahwa itu merupakan bangunan baru.

Baru di sini, ia maksudkan menepis anggapan bahwa bangunan yang dianggap warga Pura itu berusia ratusan tahun.

"Kalau liat itu bangunan baru dan nampaknya udah pernah disurvei," ujarnya.

Penelusuran diawali dengan perjalanan menuju lokasi yang diduga situs agama Hindu, yaitu di Desa Demang, Kecamatan Limun, Sarolangun. Di bukit Onge akhirnya tampaklah situs yang dituju
Penelusuran diawali dengan perjalanan menuju lokasi yang diduga situs agama Hindu, yaitu di Desa Demang, Kecamatan Limun, Sarolangun. Di bukit Onge akhirnya tampaklah situs yang dituju (tribunjambi/wahyu herliyanto)

Ia menduga usia benda tersebut masih puluhan ataupun belasan tahun.

“Itu berupa Pura hindu bukan termasuk kategori cagar budaya. Bangunan itu adalah bangunan yang dahulu dibuat oleh para transmigran dari Bali. Namun hingga saat ini warga dari Bali yang ada di Sarolangun sudah tidak ada,” papar Iskandar.

Meski benda itu belum termasuk cagar budaya, kata dia, jika masyarakat ingin melestarikannya tentu pihaknya tidak melarang.

Untuk diketahui, Sarolangun yang dulu masih bernama Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko) termasuk daerah tujuan program Transmigrasi era Orde Baru.

Penelusuran Tribun pada harian Kompas edisi 30 Agustus 1999, misalnya.

Hutan di kawasan Pamenang yang didiami Sulu Anak Dalam (SAD), sejak tahun 1984 dibuka untuk dijadikan lahan perkebunan dan pemukiman transmigrasi. (wahyu herliyanto/wan)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved