Berita Sarolangun
BREAKING NEWS Warga Heboh, Tungku Berlapis Emas Ditemukan
Barang tersebut berbentuk seperti tungku memasak dengan jenis bahan diduga dari tanah liat yang berlapis emas. Berawal dari mimpi keris
Penulis: Wahyu Herliyanto | Editor: Nani Rachmaini
Peristiwa itu terjadi di petak 42 Resort Pemangkuan Hutan Mayang di Desa Lampeji, Kecamatan Mumbulsari, Jember.
Sementara itu, di Jambi, kabar harta karun emas Soekarno di Sungai Batanghari pernah membuat heboh.
Ratusan orang terjun ke air mencari emas tersebut.
Peristiwa itu terjadi pada Agustus 2016, di bantaran Sungai Batanghari, Desa Jambu, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Jambi.
Mendadak, tempat itu didatangi ratusan orang.
Kedatangan mereka bukan untuk berwisata.
Orang-orang itu datang mencari harta karun yang terpendam di sungai terpanjang di Sumatera tersebut.
Alasan kuat terjun ke sungai
Bukan tanpa alasan mereka terjun ke Sungai Batanghari.
Sebelumnya, ada warga yang mendapat beberapa perhiasan emas yang diduga peninggalan masa lalu.
Pertama kali, emas itu ditemukan seorang warga, Sabli, saat mancing di malam hari.
Ketika itu, senternya mengarah ke satu benda yang mengkilap.
Karena penasaran, Sabli mengambil benda tersebut.
Setelah melihat dengan seksama, ternyata benda itu emas.
Kabar penemuan logam berharga itu menyebar ke masyarakat malam itu juga.
Keesokannya, masyarakat sekitar berbondong-bondong menggali lokasi tersebut.
"Memang banyak juga yang dapat, ada yang dalam bentuk perhiasan, ada juga dalam bentuk batangan. Sekarang sudah pada dijual semua," kata seorang warga, Sibawaihi.
Emas murni yang ditemukan berupa berbagai macam bentuk, ada berbentuk liontin, cincin, koin dan batangan.
Harga emas yang dijual ke pasaran cukup bervariasi.
Menurut Bawaihi pihak toko emas ada yang membeli hingga Rp 12 juta untuk satu perhiasan yang didapat di lokasi tersebut.
Hingga Minggu (31/72016) sore, warga masih berbondong ke lokasi meski jumlahnya tidak sebanyak hari-hari sebelumnya.
Masyarakat setempat mempercayai 'harta karun' itu peninggalan masyarakat masa lampau, karena lokasi yang ada sekarang berabad silam termasuk daerah niaga.
Dipercaya, emas-emas temuan tersebut adalah harta karun zaman Presiden Soekarno.
Pasir bercampur emas di sungai
Beberapa tahun lalu hasil pengerukan pasir di Sungai Batanghari pernah dicek.
Ternyata pasir itu memiliki kandungan emas.
Kandungan emas di Sungai Batanghari setidaknya bukan hanya isapan jempol, karena dibenarkan oleh Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi kala itu, Irmansyah Rachman.
Hanya saja berapa kandungan emas di sepanjang sungai belum bisa diperkirakan.
Emas yang tercampur dengan pasir tersebut berasal dari sumber-sumber emas primer yang kemudian larut karena arus sungai.
Namun, keberadaan emas di hulu-hilir Sungai Batanghari dipastikan ada.
"Bisa saja terdapat kandungan emas tercampur di sana, namun untuk berapa kandungannya saya tidak bisa menyatakan besarnya," kata Irmansyah Rachman.
Kandungan emas yang bercampur sedimentasi pasir sungai tersebut belum dapat diprediksi tinggi rendahnya.
Kala itu, Irmansyah menyebut bahwa jenis emas yang berada di endapan tersebut adalah sekunder.
Jenis ini bukan seperti tambang-tambang emas seperti kebanyakan diketahui orang, melainkan larut terbawa dalam air.
"Jenisnya sekunder aluvial akibat terbawa arus air kemudian mengendap," jelas Irmansyah.
Dari mana asal emas terlarut?
Sungai Batanghari panjangnya sekira 800 Km.
Mata airnya berasal dari Gunung Rasan (2585 mdpl) dan yang menjadi hulu dari Batanghari adalah danau yang sekarang masuk kepada wilayah Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat.
Air Sungai Batanghari itu mengalir ke selatan sampai ke daerah Sungai Pagu, sebelum berbelok ke arah timur.
Alirannya ke beberapa daerah. Seperti di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, seperti Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari, Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebelum lepas ke perairan timur Sumatera dekat Muara Sabak.
Wikipedia menuliskan pada Sungai Batanghari ini ada banyak sungai lain yang bermuara padanya di antaranya Batang Sangir, Batang Merangin, Batang Tebo, Batang Tembesi, dan lain sebagainya.
Sistem aliran sungai ini membawa banyak deposit emas, sehingga muncul nama legendaris Swarnadwipa ("pulau emas") yang diberikan dalam bahasa Sanskerta bagi Pulau Sumatera.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) sekira 4,9 juta Ha. Sekitar 76 persen DAS berada pada provinsi Jambi, sisanya berada pada Provinsi Sumatera Barat.
Namun, kondisi DAS mulai rusak karena adanya aktivitas pertambangan dan kegiatan pengusahaan (eksploitasi) hutan yang dilakukan secara mekanis sepanjang aliran sungai.
Kerusakan terjadi di alur sungai, erosi di tepian sungai, pendangkalan atau sedimentasi yang tinggi di sepanjang aliran DAS Batanghari terutama sebelah hilir.
Perubahan alur dan arah arus Batanghari ini mengakibatkan air sungai dengan cepat naik pada saat musim hujan datang, sebaliknya cepat surut saat musim kemarau.
Hal ini juga diperburuk dengan meningkatnya populasi penduduk terutama pada daerah transmigrasi sedikit banyaknya akan membebani wilah DAS Batanghari.
Perlu diketahui, sebagian areal DAS Batanghari berada di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yaitu mencakup 234.000 Ha, dan di zona tengah terdapat Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) seluas 60.500 Ha.
Batanghari, merupakan aliran sungai yang mulai dari hulu sampai ke muaranya banyak menyimpan catatan sejarah, terutama yang berkaitan dengan peradaban Melayu.
Catatan sejarah juga mencatat bahwa pada Batanghari inilah, pernah muncul suatu Kerajaan Melayu yang cukup disegani, yang kekuasaannya meliputi pulau Sumatera sampai ke Semenanjung Malaya.
Sejak abad ke-7 sehiliran Batanghari ini sudah menjadi titik perdagangan penting bagi beberapa kerajaan yang pernah muncul di Pulau Sumatera seperti Sriwijaya dan Dharmasraya.
Itulah awal mula munculnya kabar harta karun emas Soekarno dan asal emas yang larut di Sungai Batanghari.
FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN JAMBI:
.
(Tribunjambi.com/ Wahyu Herliyanto)