Info Kejati Jambi
Kajati Jambi Andi Nurwinah: Tak Gentar Diancam, Berharap Jambi Lolos Predikat WBK dari Kemenpan RB
Menjadi bagian dari keluarga besar Adhyaksa adalah cita-citanya. Sedari kecil, Andi Nurwinah (58), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi memang suka
Penulis: rida | Editor: rida
TRIBUNJAMBI.COM- Menjadi bagian dari keluarga besar Adhyaksa adalah cita-citanya. Sedari kecil, Andi Nurwinah (58), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi memang suka melihat orang-orang yang berpakaian resmi atau uniform.
“Waktu SMA saya suka melihat orang berpakaian polisi, jaksa atau uniform seperti ini. Mungkin dari niat awal itu, Tuhan mendengar doa saya sehingga bisa sampai seperti sekarang,” ungkapnya saat ditemui disela-sela kesibukannya di Kantor Kejati Jambi, pekan lalu.
32 tahun berada di Adhyaksa, Nurwinah mengaku sudah berkeliling Indonesia. Ia sudah melanglang buana terutama disekitar tanah kelahirannya, Sulawesi. Mulai dari Sulawesi Selatan, Tenggara, Tengah lalu ke Jakarta hingga tiga tahun terakhir berada di Jambi.
Semua tidak terlepas dari dukungan suaminya, Andi Cakra Alam yang Hakim tinggi Pengadilan Tinggi Makassar.
Baca: AKHIR Cerita Pasangan Guru Honorer Pelaku Video Syur, Polisi Turun Tangan, Langsung Dipecat
Baca: Hewan Ternak Berkeliaran di Tempat Tetangga Pemilik Bisa Didenda, Simak RKUHP Terbaru!
Baca: Wanita Pemeran Video Syur Berseragam PNS Pemprov Jabar Syok dan Trauma Tahu Videonya Tersebar!
Selain itu Nurwinah mengatakan sebagai pemimpin tertinggi di kejaksaan Jambi, ia harus memegang teguh komitmen agar bisa tetap berdiri tegak.
Apa yang dilakukan laki-laki, ia juga harus bisa. Kedua adalah soal kedisplinan. Ibu dari dua anak ini mengaku jika tidak sedang berdinas, ia selalu datang tepat waktu.
“Selaku pimpinan saya harus memperlihatkan yang terbaik. Saya harus menjadi Role model, memberi contoh yang baik terutama di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jambi,” tegasnya.
Diancam? Diteror? Mau dibunuh? Sudah menjadi bagian dari resiko pekerjaan. Secara tegas Nurwinah mengatakan hal itu, karena semua sudah ia lalui. Baginya, mau dunia runtuh sekalipun hukum harus tetap ditegakan.
Masih jelas dalam ingatannya, bagaimana semua proses bisa ia lalui hingga kini berada di posisi sebagai Kajati.
“Saya dulu itu jaksa, saya mulai dari bawah. Bawa tahanan sendiri, kendarai mobil tahanan sendiri. Saat itu hanya ada polisi dua, tahanan di belakang 10, saya yang setir mobil,” kenangnya.
Dari hukuman penjara hingga tuntutan mati sudah ia jalani. Kasus biasa juga masalah teroris pernah ia tangani.
“Saya diancam, keluarga saya diancam, mau dibunuh tapi alhamdulillah . Semua kembali kepada Allah. Saya masih ada sampai sekarang,” lanjutnya.
Nurwinah pun masih ingat perjuangannya kala masih menjadi ibu menyusui. Sebagai wujud tanggung jawabnya dalam bekerja, ia tetap beraktivitas normal. Suatu ketika saat usai sidang, hakim melihat bajunya basah akibat rembesan Air Susu Ibu (ASI) dan mengapresiasinya.

“Zaman dulu tidak seperti sekarang yang bisa pompa-pompa ASI. Jadi begitu usai sidang, baju saya basah karena rembesan ASI. Itulah perjuangan,” sebutnya.
Susah dan senang dalam menjalankan profesinya bagi ibu dua anak ini adalah suatu keharusan. Jauh dari keluarga, dapat ancaman, tak sedikitpun membuatnya gentar atau berniat mundur dari dunia Adhyaksa. Bahkan sampai saat ini. Tiga tahun menjelang pensiun, perempuan kelahiran Watampone 27 September 1960 ini tidak pernah berhenti untuk mengembangkan karirnya.
“Kalau bisa lebih lagi menjadi jaksa agung muda, kenapa tidak? Tapi kalau kata Tuhan cukup sampai disini, saya tetap bersyukur. Ini sudah lebih dari cukup untuk bisa memberikan motivasi kepada semua perempuan bahwa kita juga bisa. Apa yang dilakukan laki-laki kita juga bisa,” tegasnya.
