Revisi UU Pemasyarakatan Segera Disahkan, Narapidana Korupsi Bakal Lebih Mudah Bebas

Salah satu poin yang disepakati yakni terkait pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya kasus korup

Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terpidana kasus e-KTP Setya Novanto bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Dirut PLN Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/8/2019). Sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi. 

Revisi UU Pemasyarakatan Segera Disahkan, Narapidana Korupsi Bakal Lebih Mudah Bebas

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - DPR dan Pemerintah sepakat untuk segera mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan).

Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Kerja antara Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).

Salah satu poin yang disepakati yakni terkait pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya kasus korupsi.

Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik mengatakan, rancangan UU Pemasyarakatan yang akan disahkan dalam waktu dekat itu, meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Baca: Revisi UU Pemasyarakatan, Jika Rampung Napi Boleh Momong Anak di Penjara

Baca: Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap Dana Hibah KONI, Imam Nahrawi: Risiko sebagai Menteri Harus Siap

Baca: Pengakuan Laode, KPK Tak Dilibatkan dan Tak Diberi Draft Revisi UU KPK, Najwa Shihab Sampai Kaget

Dengan demikian aturan mengenai pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999.

"Kita berlakukan (kembali) PP 32 tahun 1999," ujar Erma saat ditemui seusai Rapat Kerja.

PP Nomor 99 Tahun 2012 mengatur syarat rekomendasi dari aparat penegak hukum yang selama ini memberatkan pemberian pembebasan bersyarat bagi napi korupsi.

Narapidana Tipikor Akil Mochtar, Luthfi Hasan Ishaaq, dan Jero Wacik
Narapidana Tipikor Akil Mochtar, Luthfi Hasan Ishaaq, dan Jero Wacik (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN /Dany Permana/Lendy Ramadhan)

Pasal 43A mengatur syarat bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau dikenal istilah justice collaborator.

Kemudian Pasal 43B ayat (3) mensyaratkan adanya rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan pembebasan bersyarat.

Baca: Kabut Asap Menyelimuti Langit Tungkal, Andika: Seberang Kota Ibarat Kota Atlantic

Baca: VIDEO Viral Menyeberangi Sungai dengan Motor Digantung Layaknya Flying Fox, Begini Fakta Sebenarnya

Namun aturan soal justice collaborator dan rekomendasi KPK tidak tercantum dalam PP Nomor 32 Tahun 1999.

Erma menjelaskan, dengan berlakunya kembali PP Nomor 32 tahun 1999, maka pemberian pembebasan syarat tergantung pada vonis hakim pengadilan.

Terpidana kasus korupsi tidak dapat mengajukan pembebasan bersyarat jika hal itu tercantum dalam putusan hakim.

Selain itu, pemberian pembebasan bersyarat mengacu pada penilaian Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham.

Menurut Erma hal ini sejalan dengan asas hukum pidana dalam konteks pembatasan hak.

Berdasarkan asas hukum pidana, hak seorang warga negara, termasuk narapidana, hanya bisa dicabut atau dibatasi oleh dua hal, yakni undang-undang dan putusan pengadilan.

"Penerima remisi, cuti bersyarat dan lain sebagainya itu teman-teman di Pemasyarakatan yang akan menilai," kata Erma.

Baca: Juragan Peyek Ibu Syahrini, Mertua Reino Barack Jadi Sorotan! Pakai Perhiasan Hampir Setengah Miliar

"Tapi sepanjang putusan pengadilan tidak menyebut bahwa hak-haknya itu dicabut maka itu tetap berlaku, boleh mereka mengajukan. Diterima atau tidak tergantung Kemenkumham," ucap politisi dari Partai Demokrat itu.

Setelah disepakati dalam Rapat Kerja, rancangan UU Pemasyarakatan akan dibahas dalam pembahasan tingkat II di Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Ada sejumlah poin yang jadi materi baru yang ditambahkan dalam UU Pemasyarakatan ini antara lain:

A. Penguatan posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan keluarga binaan.

B. Perluasan cakupan dari tujuan sistem pemasyarkatan yang tidak hanya meningkatkan kualitas narapidana dan anak binaan, namun juga memberikan jaminan perlindungan terhadap hak tahanan dan anak.

C. Pembaruan asas dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan didasarkan pada asas pengayoman, non diskriminasi, kemanusiaan, gotong royong kemandirian, proposionalitas, kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya penderitaan serta profesionalitas.

D. Pengaturan tentang fungsi pemasyarakatan yang mencakup tentang pelayanan, pembinaan, pembimbing kemasyarakatan perawatan, pengamanan dan pengamatan.

E. Penegakan mengenai hak dan kewajiban bagi tahanan, anak dan warga binaan.

F. Pengaturan mengenai penyelenggaraan dan pemberian program pelayanan pembinaan pembimbingan kemasyarakatan, serta pelaksanaan perawatan, pengamanan dan pengamatan.

G. Pengaturan tentang dukungan kegiatan intelijen dalam penyelenggaraan fungsi pengamanan dan pengamatan.

H. Pengaturan mengenai kode etik dan kode perilaku pemasyarkatan serta jaminan perlindungan hak petugas pemasyarakatan untuk melaksanakan perlindungan keamanan dan bantuan hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

I. Pengaturan mengenai kewajiban menyediakan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan sistem pemasyarkatan termasuk sistem teknologi informasi pemasyarkatan. 

J. Pengaturan tentang pengawas fungsi pemasyarakatan.

K. Dan yang terakhir mengenai kerja sama dan peran serta masyarakat yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan sistem pemasyarkatan. (Kompas, Sumber Lain)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved