(Bag 1) Ketika Polisi Urusi KPK, Beras, Diplomasi hingga Imigrasi

Terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) periode 2019-2023 menuai protes masyarakat sipil hingga internal KPK

Editor: Suci Rahayu PK
ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian 

Gantikan TNI

Banyaknya pejabat polisi di lingkaran jabatan-jabatan publik mengingatkan kita pada konsep Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) di Era Orde Baru.

Dwifungsi ABRI adalah gagasan pemerintah Orde Baru yang menyebutkan bahwa tentara memiliki dua tugas yaitu menjaga keamanan Negara dan memegang kekuasaan untuk mengatur jalannya pemerintahan.

Di era Orde Baru, karir seorang tentara tidak hanya sebatas pangkat kententaraan tapi juga masuk dalam fungsi-fungsi jabatan publik di pemerintahan.

Setelah Orde Baru tumbang, konsep Dwifungsi ABRI dihapuskan.

ABRI berubah nama menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan "kembali ke barak".

Polisi dipisahkan dari struktur TNI dan berada di bawah presiden.

Kuatnya peran polisi di pemerintahan sebenarnya bukan cerita baru.

Baca: Lowongan Kerja - Masih Dibuka Pendaftaran Lowongan PT PLN Untuk Lulusan D3/S1, Ditutup 3 Hari Lagi

Sejak berdirinya Republik, pihak keamanan memang menguasai hampir seluruh sendi kehidupan. Dulu, polisi masih jadi satu dengan tentara.

Dalam Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004 (2005) dituturkan bahwa unsur militer berkuasa karena merasa punya peranan besar dalam memerdekakan negara.

Setelah merdeka pada 1945 dan terjadi agresi militer Belanda, tentara menjalankan pemerintahan.

Pemberontakan yang muncul di berbagai daerah juga ditangani oleh tentara.

Banyaknya tugas ini membuat tentara masuk lebih lagi dalam perkara politik, ekonomi, dan administrasi umum pengelolaan negara.

Pengamat militer Salim Said dalam bukunya Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi: Perkembangan Pemikiran Politik Militer Indonesia, 1958-2000 (2002) menjelaskan, Presiden Sukarno memang memberi kesempatan tentara untuk mengurusi negara melalui golongan fungsional.

Sebabnya, elite politik dan partai sibuk mementingkan kelompoknya sendiri dan tak bisa bekerja dengan baik. Walhasil, tentara jadi kepala daerah, mengambil alih dan mengelola perusahaan Belanda, hingga membredel surat kabar.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved