Perusahaan Berencana Buka Jalan Tambang Membelah Hutan Harapan, 200 Orang SAD Terancam Tersingkir
Kehidupan Suku Anak Dalam (SAD) Batin 9 yang bermukim di kawasan Sungai Lalan dan Meranti sekitarnya, dalam wilayah Hutan Harapan
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Suang Sitanggang
Dicky Kurniawan anggota koalisi menambahkan, perusahaan tetap menggiring pembukaan jalan dengan memotong kawasan Meranti dan Sungai Lalan.
“Kawasan hutan ini relatif cukup baik tutupan hutannya. Makanya kita berikan opsi agar perusahaan tidak memotong kawasan hutan yang sudah baik, tapi menggunakan jalan yang sudah ini ada,” terang Dicky.
Koalisi juga mempertanyakan sikap pemerintah atas terbitnya Peraturan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.7 Tahun 2019.
Hal ini dinilai akan memuluskan rencana PT MBJ membangun koridor jalan batu bara, yang membelah hutan dataran rendah Jambi.
Peraturan baru ini membuat perusahaan lebih mudah mendapatkan izin untuk membuat jalan membelah hutan.
Dijelaskannya, pembukaan jalan dengan merusak kawasan hutan dengan tutupan yang masih bagus ini sangat bertentangan dengan komitmen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang punya komitmen mengurangi emisi.
Pembukaan jalan di kawasan hutan ini bakal membuat terjadinya degradasi hutan dan deforestrasi. “Kita mempertanyakan komitmen KLHK,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kerugian yang akan terjadi mencapai Rp 1,14 triliun, dilihat dari tegakan pohon yang akan ditebang.
Masih banyak potensi kerugian yang belum dihitung, seperti kerugian pada ekologi, sosial, dan yang lainnya.
“Kerugian yang tak terhitung itu sangat besar. Apalagi di kawasan itu juga bakal jadi lokasi pelepasliaran gajah sumatera, dan selama ini jadi kawasan hidup harimau sumatera. Potensi kerugian 1,14 triliun itu baru dari tegakan pohon,” tuturnya.
Ditambahkan Musri Nauli, Koordinator Koalisi Antiperusakan Hutan Jambi, bila pemerintah masih juga ngotot memberikan izin bagi perusahaan membangun jalan dengan membelah hutan harapan, maka ada indikasi kongkalikong antara pemerintah dengan perusahaan.
“Opsi ini sebelumnya sudah ditolak. Namun perusahaan ganti nama dan mengajukan lagi,” ujar Nauli. Ia mengatakan perusahaan agar menggunakan jalan yang sudah ada, tanpa membuat lagi jalan baru apalagi yang membelah hutan. “Sudah ada jalan eksisting,” terangnya.
Menurut Nauli, bila perusahaan diizinkan untuk membangun jalan baru, maka dipastikan nanti perusahaan akan menggunakan hasil penjualan pohon yang ditebangi untuk membangun jalan itu.
“Perusahaan akan jual kayunya, dan hasil penjualannya itu yang akan dibuat membangun jalan. Bisa jadi hasil penjualan itu masih tersisa banyak. Perusahaan langsung untung,” ujarnya.
Ia mengharapkan agar pemerintah dalam hal ini KLHK tidak membuat keputusan yang berisiko besar menjelang perubahan kabinet.
“Tapi memang dari praktek yang selama ini dua kali pemilu, di saat-saat yang genting seperti ini kadang-kadang izin dikeluarkan. Itu yang membuat kami waspadai pada pemberian izin di tikungan terakhir seperti saat ini,” paparnya.