Kisah Militer
35 Tahun Kemudian AM Hendropriyono Salut pada Sintong Panjaitan, Dulu Minta Heli Ditolak
Banyak yang tidak mengetahui bagaimana kisah ini apabila Sintong Pandjaitan tak menulisnya.
Banyak yang tidak mengetahui bagaimana kisah ini apabila Sintong Pandjaitan tak menulisnya.
TRIBUNJAMBI.COM - Saat itu, Sintong Panjaitan merupakan atasan dari AM Hendropriyono.
Sintong merupakan atasan yang terkenal keras, apalagi sesama anggota Kopassandha (sekarang Koapssus).
Kisah ini terjadi pada awal 1970-an.
Saat itu, dia mendapat tugas operasi menumpas pemberontak Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS), Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).
Tim Komando Pasukan Sandhi Yudha yang dipimpin AM Hendropriyono, mendaapt tugas memburu pemberontak yang menembak mati anggota Kopassus.
Hendropriyono mendapat tugas dari Sintong Panjaitan untuk mencari pelaku penembakan.
Sintong Panjaitan saat itu merupakan Komandan Satgas 42/Kopassandha yang ditugaskan menggantikan Satgas 32/Kopassandha dan Kompi A Yonif 412 Kodam VII/Diponegoro
Kisah itu diceritakan dalam buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, karangan Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas.
Dalam setiap briefing, Sintong Panjaitan selalu menegaskan bahwa saat militer membuat bivak jangan di dekat sumber air.
Baca: Kisah Sniper Kopassus Terbaik Dunia, Tatang Koswara: Tembak Kepala Musuh dalam Jarak 300 Meter
Baca: Pramugari Garuda Ini Akhirnya Sadar Penyebab Pacarnya yang Kopassus Kerap Tiba-tiba Menghilang
Baca: Tubuh Pratu Suparlan Dihujani Ratusan Peluru, Kopassus Korbankan Nyawa untuk Selamatkan Tim
Baca: Tour of Duty Kopassus, Kisah Praka Soeprapto Lakukan Pengejaran hingga Ditembak
Baca: Tubuh Pratu Suparlan Dihujani Ratusan Peluru, Kopassus Korbankan Nyawa untuk Selamatkan Tim
Itu berbeda dengan Pramuka yang membuat bivak selalu dekat dengan air, karena memudahkan untuk mandi, memasak, buang air dan keperluan lain.
Gerombolan musuh banyak melakukan gerakan menyusuri sungai kecil untuk menghilangkan jejak.
Penekanan Sintong itu ternyata tidak diindahkan anak buahnya.
Mereka mendirikan bivak di dekat air.
Ketika gerombolan dikejar-kejar Operasi Garu di hutan, mereka melarikan diri menyusuri sungai kecil.
Gerombolan ini melihat bivak di pinggir sungai.
Kemudian Then Bu Ked, Komandan Kompi 2 PGRKU, melepaskan tembakan ke arah bivak dan terkena kepala Prada Rukiat yang sedang makan.
Rukiat jatuh seketika dalam keadaan tertungkup di atas misting makanannya.
Sintong sangat kecewa karena anak buahnya kurang memperhatikan perintah pimpinan.
Ia melampiaskan kekecewaan kepada AM Hendropriyono.
"Saya sudah menyampaikan secara detail, bagaimana memilih lokasi untuk mendirikan bivak, tetapi mereka tidak memperhatikan. Sekarang kamu cari sampai ketemu, siapa yang menembak Prada Rukiat," perintah Sintong dengan nada marah.
Pasca penembakan Pratu Rukiat, AM Hendropriyono memimpin perburuan pelaku penembakan.
Dia memimpin satu Tim Parako berkekuatan 16 orang terbang dengan helikopter Sikorsky S 34 Twin Pac AURI, menuju kampung Aruk di daerah penyangga.
Tidak ada kawan
Setibanya di kampung itu, ternyata di sana tidak ada kawan.
Semua penduduk berpihak pada gerombolan.
Penduduk tampak tidak suka dengan orang asing.
Pada waktu itu, penduduk belum memahami soal intelijen, tetapi mereka sudah curiga.
Tampaknya, mereka akan melakukan penyerbuan ke Posko Tim Parako.
Hendropriyono menghubungi Sintong via radio untul meminta angkutan helikopter untuk pengunduran pasukan.
Jika perlu, ia akan masuk ke Malaysia, kemudian kembali ke kampung Aruk dengan membawa pasukan Malaysia.
Permintaan itu ditolak oleh Sintong.
"Kamu kan bisa keluar dari situ," kata Sintong.
"Tidak bisa Pak. Pengunduran harus dengan helikopter. Saya terkepung," jawab Hendropriyono.
"Pelurumu ada berapa?" tanya Sintong.
"Masih penuh Pak," jawab Hendro.
"Makanan buat berapa hari?" ujar Sintong menyambung.
"Masih ada, Pak. Buat dua hari," jawab Hendropriyono.
"Cukup itu," kata Sintong dengan tegas.
"Ini benci orang, saya benci bener dulu itu. Tetapi sekarang saya salut!" kata Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono 35 tahun kemudian.
Posisi terkepung
Dalam upaya menerobos kepungan, komandan tim pengiriman patroli ke utara, tetapi terjadi kontak senjata.
Saat itu, patroli ke barat juga terjadi kontak senjata.
Patroli ke timur menemukan jejak-jejak kaki.
Patroli ke selatan, ada bekas bivak.
Komandan tim menyadari pasukannya terkepung.
Kemudian ia memanggil para perwira bawahan dan menyampaikan hal tersebut.
"Kesimpulan saya, kita terkepung. Kita harus bisa keluar dari sini," tutur AM Hendropriyono.
Ia memanggil para perwira yang menjadi komandan patroli untuk memperoleh perkiraan-perkiraan jumlah kekuatan musuh.
Ternyata, kepungan gerombolan yang paling tipis untuk diterobos adalah ke selatan, menuju bivak.
Karena di sekitar bivak hanya terlihat empat orang musuh Hendropriyono memutuskan menerobos ke selatan.
Namun saat sampai ke lereng bukit, mereka tidak menemukan gerombolan.
Ia tidak mau turun ke lembah, karena sudah sore hari.
Diperkirakan, kalau tim yang bermalam di lembah, pagi-pagi akan habis dari ketinggian.
Hendropriyono melaporkan posisinya.
Kemudian, dia mendapat perintah dari Sintong agar pasukan terus-menerus mendaki bukit.
Pada saat pasukan sedang mendaki menuju puncak bukit, terjadi pertempuran.
Hasilnya cukup menggembirakan.
Dua orang gerombolan tewas, tiga orang menyerah dan yang lain melarikan diri.
AM Hendropriyono mengagumi Sintong
Di kemudian hari, AM Hendropriyono menanyakan kepada Sintong, Panjaitan, sebagai komandan mengapa ia tidak mau mengirim helikopter?
Sebagai anak buah, Hendropriyono tidak mungkin marah kepada Sintong yang atasannya.
Namun, ia sakit hati.
Sebaliknya, Sintong meyakini bahwa Hendropriyono dapat mengatasi keadaan dan keluar dari kepungan.
Kesimpulan Sintong yang meyakini bahwa Hendropriyono dapat mengatasi keadaan itu setelah mengolah situasi berdasar pada laporan Hendropriyono dan membaca peta.
Sintong Panjaitan menyadari situasinya sangat kritis.
Tetapi jika Sintong meminta helikopter, berapa lama waktunya?
Tidak dapat dihitung
"Keberadaan helikopter itu di Pontianak. Kapan helikopter akan sampai? Pada waktu helikopter datang mungkin kalian sudah mati," kata Sintong.
Mendengar jawaban itu, Hendropriyono menerima senang.
AM Hendropriyono dan Sintong Panjaitan memiliki hubungan yang sangat dekat sejak keduanya bertugas dalam Satgas 42.
Sintong menyukai pekerjaan AM Hendropriyono sebagai anak buah.
Sementara itu, Hendropriyono menyukai Sintong Panjaitan sebagai satu-satunya komandan yang sangat ia kagumi di semua operasi.
Hendropriyono memiliki banyak atasan selama di daerah operasi seperti di Irian Jaya dan Timor Timur, tetapi Sintong merupakan komandan yang paling ia kagumi.
Hendropriyono menilai nasib Sintong Panjaitan kurang bagus.
Itu lantaran Peristiwa 12 November 1991 di Dili.
Sintong dicopot dari jabatan Pangdam IX/Udayana.
Hendropriyono merasa sangat sedih.
Sebetulnya, Sintong bisa menjadi Menhankam/Panglima ABRI.
Kesan Hendropriyono terhadap Sintong adalah orang yang sangat hebat dan luar biasa, kreatif, bijak, cerdas dan baik.
Selain itu, Sintong Panjaitan merupakan perwira yang jujur. (*/Tribunjambi.com)
Baca: Anak dan Mertua Lahir dari Kopassus hingga jadi Jenderal, Aksinya Bikin Kaget Pemberontak
Baca: Ingin Jadi Kopassus, Ternyata 3 Tahapan Ini Harus Ditempuh Calon Prajurit, Sanggup? Bak Neraka Dunia
Baca: Pramugari Garuda Ini Akhirnya Sadar Penyebab Pacarnya yang Kopassus Kerap Tiba-tiba Menghilang
Baca: Tubuh Pratu Suparlan Dihujani Ratusan Peluru, Kopassus Korbankan Nyawa untuk Selamatkan Tim
Baca: Baret Merah yang Dilempar Bikin Para Jenderal TNI Kaget, Mereka Hanya Bisa Diam