Warga Ini Sampai Jaminkan Motor untuk Bawa Jenazah Ayah Pulang, Alasan Rumah Sakit Kurang Rp 5 Juta
- Kasus Lilik Puryani, warga Desa Gondang Karang Rejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, yang mengaku terpaksa menjaminkan sepeda motor yang dimilikinya
TRIBUNJAMBI.COM- Kasus Lilik Puryani, warga Desa Gondang Karang Rejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, yang mengaku terpaksa menjaminkan sepeda motor yang dimilikinya untuk membawa pulang jenazah bapaknya Sabaruddin, menjadi sorotan.
Lilik mengatakan, dirinya terpaksa melakukuan itu karena tak ada uang untuk membayar biaya rumah sakit yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp 6 juta.
Sementara itu, pihak RSI Siti Aisyiah Madiun menjelaskan, hal itu sudah sesuai prosedur bahwa biaya pasien harus dibayar lunas sebelum keluar dari rumah sakit.
Menurut pihak rumah sakit, keluarga pasien juga mengalami keterlambatan dalam pembiayaan premi BPJS.
Baca: Kelakar Mega untuk Prabowo Nanti tempur lagi di 2024, siap? Dibalas Tertawa dan Tepuk Tangan
Baca: Juventus Untung Rp 446 Miliar Usai Tukar Danilo Luiz dengan Joao Cancelo dengan Manchester City
Baca: Naik Haji Pakai ONH Plus Biaya Rp 200 Juta, Rahman Antre Cuma 5 Tahun, Ini Fasilitas Khususnya
Berikut ini fakta lengkapnya:
1. Jaminkan Honda Beat dan uang Rp 500.000

Setelah menjaminkan satu unit sepeda motor Honda Beat dan surat kendaraan beserta uang Rp 500.000, Lilik akhirnya bisa membawa pulang jenazah ayahnya untuk dimakamkan, pada Minggu (4/8/2019).
"Bapak saya masuk rumah sakit hari Sabtu dan meninggal hari Minggu dengan menggunakan BPJS,” ujar Lilik saat dihubungi, Senin (5/8/2019).
Lilik menjelaskan, jumlah total mencapai lebih dari Rp 6 juta. Dia mengaku heran dengan alasan rumah sakit yang mengaku biaya sebesar itu untuk melunasi biaya denda keterlambatan BPJS.
2. Penjelasan pihak rumah sakit

Kabag Keuangan RSI Siti Aisyiah Kota Madiun, Fitri Saptaningrum, menjelaskan, kronologi peristiwa itu bermula saat Sabtu pagi (3/8/2019) almarhum Sabarudin didampingi keluarganya memeriksakan diri ke poli saraf di RSI Siti Aisyiah.
Hasil pemeriksaan, pasien harus diopname atau dirawat inap. Setelah dicek kartu BPJS-nya, ternyata pasien memiliki beban denda keterlambatan pembayaran premi selama tiga bulan sebesar Rp 228.000.
"Pasien baru menyadari denda itu muncul saat harus dirawat inap," jelas Fitri.
Saat itu keluarga pasien sudah membayar tunggakan premi namun dendanya belum dibayarkan. Hanya saja, karena saat itu hari Sabtu waktu pembayaran denda hanya dilayani hingga pukul 12.00 siang.
"Dan kami berikan waktu 3x24 jam untuk membayar denda karena banyak kasus seperti ini," jelas Fitri.
Baca: Tantangan Karir - Toyota Astra Motor Cari Karyawan, Cek Persyaratan Lengkap dan Link Pendaftaran!
Baca: Naik Haji Pakai ONH Plus Biaya Rp 200 Juta, Rahman Antre Cuma 5 Tahun, Ini Fasilitas Khususnya
Baca: Kehadiran Prabowo di Kongres V PDIP Di Bali Bicarakan Pilpres 2024, Begini Tanggapan Fadli Zon
3. Pasien meninggal sebelum denda BPJS dibayarkan

Setelah dirawat semalam, Sabarudin meninggal Minggu paginya. Atas kondisi tersebut, keluarga pasien mendatangi kasir untuk menyelesaikan administrasi biaya perawatan.
Setelah dicek, petugas kasir melihat status pasiennya masih BPJS menyusul. Saat dicek lebih jauh, pasien belum membayar denda keterlambatan premium BPJS.
Padahal prosedur di rumah sakit, semua pasien yang pulang harus melunasi biaya perawatan.
Saat ditanya petugas, keluarga pasien menyatakan hanya memiliki uang Rp 600.000 saja dan diserahkan kepada petugas hanya Rp 500.000 saja.
"Justru masalah yang dihadapi keluarga pasien terkait BPJS karena masih ada denda yang belum dibayar," kata Fitri.
4. Alasan rumah sakit ingin jaminan yang bisa diuangkan

Lantaran masih memiliki tunggakan Rp 5 jutaan, keluarga pasien menyerahkan sepeda motor Honda Beat bersama kunci sebagai jaminan. Jaminan itu akan diuangkan bila keluarga pasien tidak memiliki itikad baik.
"Kami juga sampaikan urusan ini bisa diselesaikan setelah belasungkawa selesai," jelas Fitri.
Menurut Fitri, manajemen tidak menerima jaminan KTP lantaran sering tidak ada itikad baik keluarga pasien setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Untuk itu, jaminan yang diserahkan harus memiliki nilai atau bisa diuangkan.
"Kami belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Tanpa ada jaminan yang bernilai uang mereka tidak berinisiatif untuk kembali rumah sakit. Kami berusaha berbaik hati tetapi ternyata malah mereka tidak menyelesaikan masalah administrasinya," jelas Fitri.
5. Penjelasan perwakilan BPJS terkait denda

Baca: KPK Amankan 11 Orang Terkait Impor Bawang, Anggota Dewan Terseret? Ini Kata Fadli Zon
Baca: Naik Haji Pakai ONH Plus Biaya Rp 200 Juta, Rahman Antre Cuma 5 Tahun, Ini Fasilitas Khususnya
Baca: Tantangan Karir - Toyota Astra Motor Cari Karyawan, Cek Persyaratan Lengkap dan Link Pendaftaran!
Sementara perwakilan BPJS yang bertugas di RSI Siti Aisyiah Kota Madiun, dr. Erik mengatakan, setiap keterlambatan membayar premi dikenakan denda. Hal itu juga berdampak peserta BPJS tidak bisa mendapatkan fasilitas rawat inap.
"Kalau sudah bayar denda maka baru bisa peserta BPJS baru bisa mendapatkan fasilitas rawat inap," jelas Erik.
Hanya saja, pembayaran denda hanya dilayani pada saat jam kerja saja. Sementara hari libur tidak bisa dilayani pembayaran denda.
Erik menjelaskan saat masuk ke rumah sakit pasien dalam kondisi struk ringan. Setelah dicek juga memiliki riwayat gagal ginjal. Setelah dirawat timbul gagal jantung yang menyebabkan harus dirawat di ICU.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com