Anak Osama bin Laden Kepalanya Dihargai Rp 14 Miliar Disebut Tewas, Hamza Pewaris Tahta Al Qaeda
WASHINGTON DC, TRIBUN - Putra Osama bin Laden sekaligus pewaris takhta Al Qaeda, Hamza, yang kepalanya
WASHINGTON DC, TRIBUN - Putra Osama bin Laden sekaligus pewaris takhta Al Qaeda, Hamza, yang kepalanya dihargai 1 juta dollar, atau Rp 14 miliar, disebut telah tewas.
Kabar itu didapatkan dari tiga sumber pejabat Amerika Serikat (AS) mengutip informasi intelijen tanpa membeberkan detil seperti kapan dan di mana dia dibunuh.
Sementara The New York Times dikutip AFP Rabu (31/7) memberitakan, dua pejabat menyatakan mereka dapat konfirmasi putra Osama bin Laden itu tewas dalam operasi dua tahun terakhir.
Baca: Kisah Pria Kanibal Mutilasi 9 Orang & 2 PSK, Jual Barbeque Berbahan Daging Manusia ke Pelanggan
"Saya tidak ingin mengomentarinya." Begitulah pernyataan Presiden Donald Trump saat awak media berusaha mengonfirmasinya di Ruang Oval, dilaporkan NBC via Sky News.
Baik laporan New York Times maupun NBC menyatakan Hamza bin Laden tewas sebelum Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan uang hadiah Rp 14 miliar pada Februari lalu.
Terakhir kali Hamza muncul di hadapan publik adalah lewat media yang dirilis Al Qaeda pada 2018, di mana dia mengancam Arab Saudi dan menyerukan agar rakyat Arab memberontak.
Baca: Penampakan Benda Aneh di Makam Agung Hercules yang Meninggal Karena Kanker Otak, Isa Bajaj Menangis
Hamza merupakan anak ke-15 dari total 20 anak yang dipunyai Bin Laden.
Dia diyakini berusia 30 tahun dan merupakan "calon pemimpin di Al Qaeda" menurut Kemenlu AS. Ayahnya pindah ke Afghanistan pada 1996 dan mendeklarasikan perang melawan AS.
Hamza kemudian pergi bersamanya, dan sejak saat itu tampil dalam video propaganda Al Qaeda.
Baca: Ungkapan Veronika Tan Jawab Tudingan Ahok soal Perceraiannya Usai Nikahi Puput Nastiti Devi
Sebagai pemimpin kelompok, Bin Laden kemudian menggelar serangkaian operasi yang menyasar negara Barat dengan puncaknya adalah serangan 11 September 2001 (9/11) di World Trade Center dan Pentagon.
Bin Laden terbunuh dalam serangan yang dilangsungkan oleh pasukan elite AS, Navy SEALs, di rumah persembunyiannya di Abbottabad, Pakistan, 2011 silam.
Sering dijuluki sebagai "Putra Mahkota Jihad", dia muncul dalam berbagai rilis video maupun audio berisi seruan agar kematian ayahnya bisa dibalaskan.
Baca: Ngobrol Soal Dompet Digital, Bareng Genbi Zifa, Ini Tips-tips yang Bisa Dicoba
Dokumen yang diambil dari rumah ayahnya di Abbottabad ketika penyerbuan 2011 menyebutkan Bin Laden menginginkan Hamza bisa dipersiapkan sebagai penerusnya.
Dalam artikel September 2017, mantan agen FBI dan pakar kontra-terorisme Ali Soufan berkata, Hamza memang dipersiapkan menggantikan si ayah di tampuk kepemimpinan.
"Dengan 'kekhalifahan' ISIS yang nampaknya sudah mulai di ujung tanduk, Hamza kini dipandang sebagai sosok yang bisa menyatukannya," papar Soufan saat itu.
Baca: Diduga Karena Volume Musik di Warung Tuak yang Bising, Pria di Tanjab Barat Dikeroyok Hingga Tewas
Ketika mendampingi ayahnya dalam tragedi 9/11, Hamza bin Laden sudah belajar memegang senjata dan mempunyai pandangan negatif mengenai AS dan sekutunya.
Pada 2016, Al Qaeda mempublikasikan pesan berisi seruan Hamza agar ISIS maupun kelompok ekstremis lain di Suriah bersatu dan "membebaskan Palestina".
Badan intelijen Pakistan menyediakan informasi yang menuntun CIA kepada persembunyian pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden.
Baca: 100 GenBI Ikut Leadership Camp, Walikota Fasha Sampaikan Materi ke Mahasiswa Penerima Beasiswa BI
Pernyataan itu disampaikan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan ketika bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Kantor Oval, Gedung Putih, Senin (22/7/2019).
Bin Laden ditembak mati oleh pasukan khusus AS pada 2 Mei 2011 di Abbottabad dalam penyergapan malam, dengan Pakistan bersikukuh tidak tahu di mana persembunyiannya.
Dilansir AFP Selasa (23/7/2019), insiden itu sempat dianggap sebagai kejadian yang memalukan bagi Pakistan, dan menyebabkan relasi dua negara menurun drastis.
Baca: Pemilik 25 Butir Inek di Jambi, Dijatuhi Hukuman 7 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar
Khan yang berkunjung ke Washington untuk kali pertama mengungkapkan informasi itu dalam wawancara dengan Fox News saat ditanya soal nasib Shakeel Afridi.
Afridi merupakan dokter Pakistan yang mengelola sebuah program vaksin hepatitis palsu untuk membantu CIA melacak keberadaan Bin Laden dengan mengambil DNA-nya.
Namun, Afridi kemudian dijatuhi hukuman 33 tahun penjara oleh pengadilan suku pada 2012 karena dianggap terbukti terlibat dalam kegiatan melawan negara.
Baca: BMKG Belum Cabut Peringatan Tsunami, Minta Warga di Pesisir Menjauh dari Pantai
Dalam wawancara, Khan mendapat pertanyaan apakah Pakistan bakal membebaskan Afridi. Mendengar pertanyaan itu, mantan bintang kriket tersebut jadi kurang antusias.
"Ini adalah momen yang sangat emosional, karena Shakeel Afridi di Pakistan dianggap sebagai mata-mata AS," katanya kepada pembawa acara Bret Baier.
Dia menerangkan negaranya selalu menganggap bahwa mereka adalah sekutu AS. "Jadi, ketika kami mendapat informasi soal Bin Laden, kami harus memberitahukannya," paparnya.
Baca: Soal Debu Batubara, Sudah Ada perjanjian dengan PT TGM, Tapi, Perusahaan Membangkang, Ini Kata Kades
Khan kemudian mendapat pertanyaan apakah dia memahami jika terdapat keraguan tentang Badan Intelijen Pakistan (ISI) karena sudah membocorkan informasi.
PM berumur 66 tahun itu menjawab adalah ISI yang memberikan informasi kepada CIA tentang lokasi pria yang menjadi dalang serangan 11 September 2001, atau 9/11 itu.
Baca: Paripurna DPRD Provinsi Jambi, Ini Pandangan Fraksi Soal Ranperda RAPBDP Provinsi Jambi Tahun 2019
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Informasi Intelijen Pakistan Bawa CIA kepada Osama bin Laden",