Anggota Brimob Tewas Dipatuk Ular Berbisa di Papua, Penawar Racunnya Seharga Mobil, Penjelasan Ahli
TRIBUNJAMBI.COM - Kabar duka datang dari Papua, Brigadir Kepala Desri Sahrondi, Anggota satgas Amole yang
TRIBUNJAMBI.COM - Kabar duka datang dari Papua, Brigadir Kepala Desri Sahrondi, Anggota satgas Amole yang bertugas di Papua, meninggal karena gigitan ular.
Diwartakan Antara News, Bripka Sahroni digigit ular pada Sabtu (27/7/2019) lalu dan meninggal dua hari kemudian, Senin (29/7/2019).
Kronologinya, Bripka Sahroni tengah menjaga teman-temannya yang sedang mandi di Kali Iwaka.
Korban digigit ular di tangan kanannya, lalu Bripka Sahroni menangkap ular dan memasukkannya ke botol air mineral.
Baca: Fahri Hamzah Singgung Jokowi dengan Gebrak Meja Acara ILC: Enggak Usah Bikin Masalah yang Tak Perlu
Baca: Download Lagu MP3 DJ Remix Sungguh Ku Merasa Resah, DJ Nanda Lia Di Sana Menunggu Di Sana Menanti
Meski sempat mendapatkan perawatan medis di rumah sakit, nyawa Bripka Sahroni tak bisa tertolong.
Polda Papua memastikan Bripka Desri Sahrondi (40) gugur akibat digigit ular derik di sekitar Pos Iwaka, Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Papua.
Bripka Desri Sahrondi mengembuskan napas terakhir pada Senin (29/7/2019) pukul 09.55 WIT di RS Mitra Masyarakat Mimika.
Baca: Damkar Sebut Penggunaan Hydrant Belum Bisa Dipastikan, Banyak yang Harus Diperbaiki
Baca: Siapa Brigjen TNI Rochadi, Komandan Komando Operasi Khusus TNI yang Baru, Apa Saja Tugasnya
"Rencana awal pukul 14.00 WIT jenazah korban akan dipulangkan ke Sumatera Barat," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal melalui rilis, Selasa (30/7/2019).
Kamal menjelaskan, kejadian bermula pada Sabtu (27/7/2019) pukul 11.30 WIT.
Korban beserta rekannya Bripka M Suhirman melaksanakan pengamanan area di sekitar Pos Iwaka Kuala Kencana.
Mereka menjaga rekan anggota Brimob lain yang sedang mandi di sungai.
Baca: Siapa Brigjen TNI Rochadi, Komandan Komando Operasi Khusus TNI yang Baru, Apa Saja Tugasnya
Baca: VIDEO: Pemkab Anggarkan Gaji Bagi 1.307 Guru Paud di Kabupaten Muarojambi
Pada saat pengamanan tersebut, korban duduk di atas batang kayu yang sudah ditebang dan tangan kanan menyandar di pohon tersebut.
Tiba-tiba, seekor ular jenis death adder muncul dari balik batang kayu dan langsung menggigit tangan kanan korban.
Selanjutnya, Bripka Desri refleks memegang ular tersebut meski sempat digigit beberapa kali dan memasukkannya ke dalam botol air mineral yang dipegangnya.
Baca: Bayar Suka-suka Bisa Pangkas Rambut Ditangani Barbershop Top Jambi di Tribun Barber Day Out 2019
Baca: Ini Waktu Penetapan Status Tersangka Kades Kasang Lopak Alai, dalam Kasus Dugaan Korupsi APBDes
Setelah digigit, Desri memijat tangan kanan bekas gigitan ular dengan maksud untuk mengeluarkan racun.
"Mengetahui korban digigit ular, anggota lain langsung memanggil Posko Amole 00 untuk meminta bantuan ambulans," kata Kamal.
Pukul 12.30 WIT, ambulans datang dan membawa korban ke Klinik Kuala Kencana dengan kondisi yang sudah tidak sadarkan diri.
Korban sempat kehilangan napas.
Baca: VIDEO: Wisata Dadakan di Tepian Sungai Batanghari yang Mengering, Diserbu Warga Kota Jambi
Baca: Ratna Listy dan Panglima Langit Bongkar Sosok yang Celakai Ruben Onsu, Ternyata Sangat Berbahaya!
Baca: Ramalan Zodiak Kamis 1 Agustus 2019, Scorpio Jalani Hari Penuh Emosi, Hari Kemenangan Sagitarius!
Baca: Download Lagu MP3 Via Vallen Full Album, Gudang Lagu Dangdut Koplo Terbaru dan Terpopuler Tahun 2019
Baca: Abu Setinggi 800 Meter di Gunung Kerinci, di Kakinya Ada Misteri Orang Pendek Berkaki Terbalik
Baca: Kisah Model Cantik Dibayangi Infeksi Seksual Menular, Dipaksa Berhubungan Intim Saat Menstruasi
Petugas medis di Klinik Kuala Kencana berhasil melakukan resusitasi sehingga korban dapat bernapas kembali.
Selanjutnya, petugas medis Klinik Kuala Kencana merujuk korban ke RS Mitra Masyarakat Mimika untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Pada Senin (29/7/2019) pukul 09.30 WIT, korban mengalami penurunan tanda-tanda vital.
Pukul 09.40 WIT, korban mengalami cardiac arrest atau henti jantung dan dilakukan resusitasi.
Baca: Gunung Kerinci Erupsi, Masyarakat Masih Beraktivitas, Abu Vulkanik Tak Sampai ke Pemukiman Warga
Baca: Pemanfaatan Hydrant saat Terjadinya Kebakaran, UPTD SPAM Beri Solusi Terkait Pengoptimal Hydrant
"Kemudian pada pukul 09.55 WIT korban dinyatakan meninggal dunia," ujar Kamal.

Penjelasan Ahli
Pakar toksinologi dan bisa ular Dr dr Tri Maharani, M.Si SP menceritakan, ular yang menggigit Bripka Sahroni bukanlah jenis derik, melainkan ular death adder dengan nama latin acantopis.
Tri mendapatkan laporan dari salah satu rekannya pada Sabtu (27/7/2019) malam.
Baca: Ini Waktu Penetapan Status Tersangka Kades Kasang Lopak Alai, dalam Kasus Dugaan Korupsi APBDes
Baca: Komika Arafah Pingsan Karena Takut Jengkol, Netizen Justru Kritik Sikap Ayu Ting Ting, Ada Apa?
Setelah diteliti, ular tersebut berjenis death adder dengan sifat neurotoksin yang hebat.
"Memang bentuknya kayak ular derik. Tapi bukan, namanya death adder. Sifatnya beda, neurotoksinnya amat sangat kuat sekali. Menyebabkan gagal napas, gagal jantung, sehingga tingkat kematian tinggi," kata Tri saat diwawancara Kompas.com, Selasa (30/7/2019) sore.
Satu-satunya dokter dari Indonesia yang turut dalam tim pembuat pedoman penanganan gigitan ular berbisa dari lembaga kesehatan dunia atau WHO ini menuturkan, bisa ular jenis death adder tidak menyebar melalui aliran darah, melainkan kelenjar getah bening.
Baca: Siapa Sebenarnya Ghani Baradar, Pemimpin Taliban Berkunjung ke Indonesia, Pernah Ditangkap CIA
Baca: Ketahuan Saat Isi Acara Olahraga, Agung Hercules Jalani 33 Terapi Radiasi: Rindu Barbel Kesayangan
Bisa ular bekerja dengan cara memblok saraf-saraf dalam tubuh, sehingga dapat terjadi kelumpuhan otot yang didukung oleh syaraf tersebut.
Penanganan pertama atau first aid korban gigitan ular death adder menjadi satu hal penting guna mengurangi potensi keparahan yang muncul akibat bisa ular.
Penanganan
First aid dapat dilakukan dengan immobilisasi atau memperkecil gerakan bagian tubuh yang terkena gigitan.
Presiden Toxinology Society of Indonesia ini menegaskan, memijit bagian tubuh yang terkena gigitan dengan tujuan mengeluarkan bisa ular hanya akan memperparah keadaan.
Baca: LIVE STREAMING Madura United vs PSS, Liga 1 2019, Malam Ini Rabu 31 Juli 2019, Pukul 18.30 WIB
Baca: Agen Nakal, Kadis KUKMPP Kabupaten Merangin, Ancam Laporkan ke Pertamina
"Karena bisa ular tidak lewat pembuluh darah, jadi kalau dikeluarkan darahnya itu tidak akan mengeluarkan venomnya. Ya venomnya tetap nyebar, korban bisa mati," ujar Tri.
"Tapi venomnya lewat kelenjar getah bening, yang harus dilakukan untuk tidak menyebarkan, dilakukan immobilisasi, dibuat tidak bergerak (bagian tubuh yang tergigit atau meminimalkan gerak anggota tubuh yang tergigit), dan untuk neurotoksin ditambahin pressure bandage," lanjut dia.
Baca: Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi Tambah 19.000 Kuota PBI APBD untuk Kejar UHC
Baca: Link Pengumuman SIMAK UI, Hasil Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Indonesia Cek di Sini
Tri menjelaskan, terdapat dua kegunaan pressure bandage immobilisasi. Pressure Bandage Immobilization.

Pertama, pressure compresses lymphatic drainage untuk melambatkan absorbsi venom dalam mikrosirkulasi.
Selain itu, dapat menginhibisi gross muscle movement yang menurunkan intrinsik local pressure dari stimulasi lymphatic dari stimulasi lymphatic drainage.
"Kalau imbolisasi saja maka hanya menginhibisi gross muscle movement yang menuntukan intrinsik local pressure dari stimulasi lymphatic drainage," papar Tri.
Baca: VIDEO: Wisata Dadakan di Tepian Sungai Batanghari yang Mengering, Diserbu Warga Kota Jambi
Baca: Ketel Mendidih Angkat Telepon, Diamkan Bayi atau Usir Anjing? Tentukan Kepribadian dengan Tindakanmu
Perlu digaris bawahi, first aid yang salah menyebabkan kondisi korban masuk ke fase yang menjadikan organ tubuh rusak dan membutuhkan antivenom.
Anti-bisa Mahal
Tri menyampaikan, anti venom ular jenis ini belum diproduksi di Indonesia, melainkan hanya dibuat di Australia.
"Harganya mahal, sekitar Rp 80-an juta satu vialnya. Saya pernah membei antivenom death adder. Prosedur impor pun tidak mudah, harus mengurus ijin impor dulu yang bisa membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan," tutur Tri.
Peran tenaga medis pun juga penting di sini.
Tenaga medis kudu paham apa yang harus dilakukan kepada korban jika mengalami beberapa hal.
Baca: Ada Syaratnya, Partai Gerindra Siap Pinang dan Menangkan Gibran Rakabuming Putra Jokowi
Baca: Dugaan Korupsi Dana APBDes, Segini Kerugian Negara yang Dilakukan Kades Lopak Alai
"Jika korban mengalami respiratory failure maka harus dilakukan intubasi lalu dipasang ventilator, lanjut diberi antivenom disertai anticholinesterase. Jika terjadi bradikardi maka perlu diberi atropine sulphate (0,6 mg untuk dewasa dan 50 mikrogram/kg untuk anak-anak)," tambah Tri.
Pemberian anticholinesterase tersebut diulang empat jam sekali.
Mengacu pada WHO tahun 2016, uji coba anticholinesterase harus dilakukan pada setiap pasien dengan keracunan neurotoksik.
Wilayah Timur
Tri menjelaskan, ular death adder banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Maluku.
Baca: Targetkan 5 Emas, Unja Lakukan Persiapan Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional di UNJ
Baca: Episode Terakhir Cinta Suci SCTV Rabu 31 Juli 2019, Irish Bella Punya Film Baru, Ini Bocorannya!
"Saya pernah menemuinya (ular death adder) dari daerah Jayapura, Manokwari, Sorong, Timika. Itu di mana-mana (ditemukan). Di hutan, rumah, jalan, atau sungai," ujar Tri.
Tri menjelaskan, ular akan menggigit jika merasa terancam.
"Ular tidak akan menggigit kalau kita (manusia) tidak membuat dia (ular) terancam," jelas dia.(*)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Ular Maut Tewaskan Anggota Brimob di Papua, Penawar Racunnya Seharga Mobil, Ini Penjelasan Ahli,