Jenderal TNI Dibentak-bentak Bintara Diam Saja, Menurut Saja karena Ngaku Salah
Dalam dunia intelijen ada istilah,"Jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki. Jika hilang, tidak akan dicari.. "
TRIBUNJAMBI.COM - Peristiwa itu dialami Jenderal TNI yang juga intelijen kawakan Benny Moerdani.
Menjadi anggota Badan Intelijen Negara (BIN) bukan hal mudah.
Beban yang diemban personel intelijen sangat berat, karena harus menjaga kerahasiaan apapun risikonya.
Dalam dunia intelijen ada istilah, "Jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki. Jika hilang, tidak akan dicari, dan jika mati, tidak ada yang mengakui".
Ini seperti dialami Jenderal TNI LB Moerdani.
Benny Moerdani dibentak-bentak prajurit jaga yang pangkatnya jauh di bawahnya, namun diam saja.
Baca: Pengalaman Hartini, Pramugari Garuda Istri Anggota Kopassus yang Suaminya Gila Kerja
Baca: 14 Kali Ikut Misi Rahasia Kopassus, Mardi Pecahkan Rekor di Pasukan Elite TNI
Baca: Detik-detik Polisi Jogja Tilang KSAD di Perempatan Tugu Dekat Malioboro, Baru Sadar saat Baca SIM
Benny Moerdani merupakan satu di antara tokoh intelijen kawakan yang "besar dari pasukan elite TNI, RPKAD (sekarang Kopassus).
Dia mendapat julukan 'raja intel' karena sangat piawai di dunia intelijen.
Pengalaman menarik 'sang raja intel' dalam menjaga rahasia diri, dituliskan dalam buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis yang ditulis Julius Pour.
Cerita ini bermula ketika Benny Moerdani pergi ke Markas Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
Moerdani yang saat itu telah berpangkat mayor jenderal, mengendarai mobil menuju markas di kawasan Medan Merdeka Barat.
Dia tidak mengenakan seragam dinas.
Setiba di lokasi, Benny memarkirkan mobilnya di lokasi terdekat dari pintu masuk.
Lokasi parkir itu memang merupakan tempat khusus bagi perwira tinggi militer.
Tanpa pikir panjang, seorang penjaga berpangkat bintara yang berasal dari satuan marinir menghardiknya.
Sang Jenderal TNI dibentak-bentak bintara.
Penjaga itu meminta Benny Moerdani memindahkan mobilnya ke lokasi parkir lain.
Namun, Benny Moerdani diam saja.
Dia tidak marah dan hanya diam, lalu mengikuti perintah marinir tersebut.
"Mungkin memang salah saya sendiri, kok waktu itu pakai pakaian preman," ujar Benny.

Sampai peristiwa itu berakhir, Benny Moerdani tidak menunjukkan dirinya seorang perwira tinggi militer, kepada marinir itu.
Ahli menyamar
Intelijen ahli menyamar lainnya adalah Kolonel Zulkifli Lubis.
Jauh sebelum Benny Moerdani, Kolonel Zulkifli Lubis telah ditunjuk sebagai komandan intelijen pertama di Badan Istimewa (BI).
BI merupakan badan intelijen pertama yang didirikan pemerintah pada Agustus 1945, di bawah Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Kemudian BI bertransformasi menjadi Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani), pada 1946.
Harian Kompas pernah menulis sosok kontroversial itu pada 28 Juni 1992, beberapa hari setelah ia wafat akibat sakit.
Sebagaimana layaknya sosok seorang intelijen, perjalanan kariernya menyulut penilaian pro-kontra.
Zulkifli Lubis dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Bogor dengan sebuah upacara kemiliteran secara layak, sebagai penghargaan yang diberikan negara.
Kontroversi tentang Zulkifli Lubis terkait percobaan pembunuhan Soekarno.
Pada era 1950-an, sempat terjadi peristiwa makar, yaitu percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno.
Peristiwa yang lebih dikenal sebagai Peristiwa Cikini itu, dilakukan oleh sekolompok teroris asal Nusa Tenggara Barat.
Oleh sejumlah lawan politiknya, Zulkifli Lubis sempat diduga sebagai dalang peristiwa tersebut.
Sebab, pada era itu memang terjadi sejumlah peristiwa pembangkangan militer.
Para teroris yang diadili mengaku kenal Zulkifli Lubis.
Namun, selama persidangan, tidak pernah ada bukti dan petunjuk bahwa Lubis mendalangi aksi teror itu.
Hingga sekarang, intelijen ini belum pernah diajukan ke pengadilan untuk memperjelas kasusnya.
Daan Mogot, bekas rekannya yang belajar bersama di Seinen Dojo di Tangerang pada era penjajahan Jepang, tidak pernah yakin Lubis berada di balik Peristiwa Cikini.
Ia justru menduga ada rekayasa yang dilakukan oleh pihak tertentu sebagai tindak lanjut pelaksanaan Piagam Yogya.
"Dengan meletusnya teror Cikini, perundingan menjadi mentah. Sebaliknya, radikalisme semakin merangsang semua pihak yang selama itu baru dalam tahap berbeda pendapat," demikian kata Daan Mogot.
"Masa seluruh pelaku teror tersebut dalam sehari semuanya sudah bisa digulung? Mana mungkin kalau bukan hasil rekayasa...," lanjut dia.
Pergantian nama intelijen Indonesia
Berikut ini pergantian nama organisasi intelijen negara dari 1946-sekarang:
BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia)
BKI (Badan Koordinasi Intelijen)
BPI (Badan Pusat Intelijen)
KIN (Komando Intelijen Negara)
BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara)
BIN (Badan Intelijen Negara)
Baca kisah-kisah intelijen dan pasukan elite TNI di Tribunjambi.com. (*)
Baca: Pengalaman Hartini, Pramugari Garuda Istri Anggota Kopassus yang Suaminya Gila Kerja
Baca: Daftar 31 Danjen Kopassus 1952-Sekarang, Misi Rahasia CIA di Pulau Terpencil
Baca: Detik-detik Polisi Jogja Tilang KSAD di Perempatan Tugu Dekat Malioboro, Baru Sadar saat Baca SIM
Baca: Masa Lalu Irish Bella Terbongkar, Nia Ramadhani Nekat Telepon Malam-malam Tak Peduli Pacar Orang