Kisah Militer
Komandan Kopassus Perintahkan Terjun Tempur Kejar Komunis, 'Jika Ada yang Mati Aku Tanggung Jawab'
Penduduk di kampung-kampung yang menyaksikan penerjunan itu kagum dengan anggota TNI dan yang sedang melakukan operasi
Sintong Perintahkan Perwira Remaja Terjun dari Udara, Kisah Operasi Kopassus Buru Tentara Komunis di Kalimantan Buat Kagum Warga Terkagum-kagum
TRIBUNJAMBI.COM - Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang merupakan Komando Utama TNI AD menjadi satu diantara pasukan TNI yang memiliki segudang pengalaman bertempur.
Nama Kopassus melambung berkat berbagai operasi militer dan peperangan yang telah mereka jalani.
Kopassus disebut-sebut sebgai pasukan Asia Tenggara pertama yang mampu membunuh anggota pasukan Special Air Service (SAS) pada Operasi Dwikora saat Indonesia bersitegang dengan Malaysia.
Pada saat konfrontasi dengan Malaysia tersebut, negeri jiran yang merupakan anggota persemakmuran Inggris dibantu oleh pasukan SAS.
SAS merupakan pasukan paling berbahaya dan menduduki peringkat pertama pasukan paling ditakuti di dunia.

Nama Kopassus juga terangkat saat operasi pembebasan pesawat Garuda Woyla rute Jakarta-Medan yang disandera oleh pembajak.
Aksi tiga menit mereka melumpuhkan penyandera membuat dunia tercengang dengan kehebatan Korps Baret Merah.
Baca: SEORANG Prajurit Kopassus Tersesat 18 Hari di Tengah Hutan Belantara Papua Diikuti 3 Sosok Misterius
Baca: Deretan Foto Satuan Elit Kopassus, Kopaska dan Denjaka yang Bikin SAS dan Navy Seal Gentar Ketakutan
Satu diantara operasi militer yang dilakukan Kopassus yakni saat pemberantasan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS), Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang berhaluan komunis.
Pasca G30 S/PKI pasukan-pasukan tersebut diminta untuk menyerahkan senjata mereka dan kembali ke Serawak Malaysia, namun permintaan tersebut mereka tolak dan melakukan perlawanan.
Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopasandha) yang sekarang bernama Kopassus ditugaskan untuk mengejar para pemberontak tersebut.
Penerjunan 9 Perwira Remaja
Tribunjambi.com mengutip dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Pra Komando tulisan Hendro Subroto pada awal bulan Desember 1972, Mako Kopassandha, Cijantung, baru saja menerima laporan selesainya pendidikan sembilan perwira remaja di Pusat Pendi dikan Kopassandha di Batujajar, Jawa Barat.
Sudah menjadi kebiasaan di Kopassandha, setiap remaja yang baru saja menyelesaikan pendidikan para komando, diberi kesempatan menimba pengalaman tugas langsung di medan operasi.
Para remaja remaja itu ditugaskan.
Baca: POLANTAS Tak Tahu yang Ditilang Jenderal TNI-AD, Lihat Identitas di SIM Langsung Siap Beri Hormat
Baca: 6 Siswa SMP di Surabaya Dipukul Pakai Paralon Hingga Diremas Kemaluannya Oleh Kepala Sekolah!
Baca: Mahfud MD Nurut Diminta Sujiwo Tedjo Lakukan Hal Ini: Kalau Diperintah Dia Saya Tak Bisa Nolak
Empat orang perwira remaja, yaitu Letda Inf Subagyo HS, Letda Inf Kirbiantoro, Letda Inf. Muchdi PR dan Letda Inf. S. Supriyadi akan diterjunkan di hutan dekat Desa Tanjung.
Selanjutnya mereka akan bergabung dengan Yonif 515 yang bermarkas induk di Jember, Jawa Timur.
Para remaja itu akan memulai tugas pertempuran sebagai komandan pleton pada pasukan infantri.

Sementara itu lima orang perwira remaja lainnya, masing-masing Lettu Inf Torang Tobing, Lettu Inf Niko Tumatar, Lettu Inf Edward Simbolon, Letda Inf Istiarto dan Lettu Johanes Bambang, akan ditempatkan di hutan dekat desa Paloh mereka bergabung dengan Satgas-42
Pada tanggal 5 Desember 1972 pagi hari, pesawat C-47 Dakota Skadron-2 / Angkut Ringan AURI bertolak dari Pangkalan Udara (Lanud) Supadio, Pontianak, menuju hutan di Sektor Barat Kalimantan Barat dekat daerah perbatasan.
Baca: Apa Kejelasan Status Hilda Vitria Usai Kriss Hatta Bebas Penjara, Ini Kata Mantan Billy Syahputra
Baca: YUSRIL Ihza Ngotot Tak Mau Ditilang Polisi, Lanjut Sidang hingga ke MA: 9 Tahun Tak Punya Fisik SIM
Baca: Deretan Penampakan Wajah Milenial di Bursa Calon Menteri Jokowi-Maruf Amin, Siapa Saja Mereka?
Mengingat, hutan yang menjadi DZ itu merupakan daerah yang masih merupakan antifitas gerombolan komunis Serawak, maka Komandan Satgas 42/Kopassandha Mayor Sintong Pandjaitan memerintahkan agar disediakan pasukan pengamanan.
Sintong mengatakan bahwa terjun tempur di hutan, akan berkesan bagi para remaja.
"Tapi jika mereka ada yang mati, aku yang bertanggung jawab," kata Sintong seperti dikutip Tribunjambi.com dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Pra Komando tulisan Hendro Subroto.
Sintong Panjaitan saat itu merupakan Komandan Satgas 42/Kopassandha yang ditugaskan menggantikan Satgas 32/Kopassandha dan Kompi A Yonif 412 Kodam VII/Diponegoro.
Penggunaan angka 42 untuk satgas tersebut karena personel Satgas berasal dari Grup 4 Sandi Yudha yang bermarkas di Cijantung, Jakarta dan Grup 2 Parako dari Magelang.

Sintong Pandjaitan memimpin sebanyak 200 orang prajurit baret merah.
Ternyata kesembilan remaja yang terjun membawa perlengkapan perang termasuk senapan serbu M16A1 Kaliber 5.56mm pistol M1911 Colt.45 dengan menggunakan parasut RI-T.10, mendarat dengan selamat.
Penduduk di kampung-kampung lewat yang menyaksikan penerjunan itu memperoleh kesan anggota ABRI yang sedang melakukan operasi pengamanan semuanya merupakan pasukan yang hebat.
Berkat pengalaman terjun tempur di hutan Kalimantan Barat, kesembilan perwira remaja mendapat 'Bintang Merah' pada sayap terjun di dada kiri mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya, keempat remaja yang ditugaskan selama lima bulan sebagai komandan peleton pada Yonif 515 kemudian, ditarik ke Mako Satgas-42 di Paloh.
Letda Subagyo HS dan Letda Muchdi PR diangkat menjadi Komandan Tim pasukan Baret Merah untuk memimpim pasukan para komando seperti yang dibutuhkan Sintong dalam Operasi Kilat tugas tempur di Sulawesi Selatan dan Tenggara.