Sejarah Indonesia

Dikhianati, Kenapa Soeharto Tak Singkirkan Pejabat Pembangkang? Mantan Panglima Ungkap Alasannya

Detik-detik lengsernya Soeharto yang telah 32 tahun memimpin Indonesia Soeharto benar-benar sendirian.

Editor: bandot
net
Soeharto saat dilantik jadi Presiden 

Dikhianati, Kenapa Soeharto Tak Gebuk Pejabat yang Membangkang? Mantan Panglima Ungkap Alasannya

TRIBUNJAMBI.COM - Detik-detik lengsernya Soeharto yang telah 32 tahun memimpin Indonesia Soeharto benar-benar sendirian.

Sejumlah pejabat dan orang-orang kepercayaannya 'berkhianat', mereka membangkang perintah Soeharto.

Para pejabat dan orang-orang dekatnya satu persatu meninggalkan Soeharto.

Seoharto yang sudah tidak lagi didampingi oleh Bu Tien harus sendirian menghadapi kenyataan tekanan rakyat Indonesia yang menuntut dirinya mundur.  

Berbarengan dengan demonstrasi gerakan mahasiswa menuntut Soeharto lengser, keadaan Jakarta mencekam.

Ribuan orang berkumpul di Gedung DPR RI di Senayan menuntut Soeharto untuk mundur dari jabatan Presiden yang telah diembannya selama 32 tahun.

Sosok The Smilling General yang di masa lalu terkenal dengan pemerintahan otoriter dan bertangan besi, seolah tak berdaya menghadapi tekanan gelombang demonstrasi mahasiswa dan rakyat tersebut. 

Waktu itu Soeharto yang masih menjabat sebagai Presiden masih memiliki kekuatan untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya tak loyal.

Baca: Kisah Jenderal (Purn) Herman Sarens Soediro yang Nyaris Ditembak Revolver di Kepala oleh Soeharto

Baca: Nasib Jenderal TNI Idola Ahok Berakhir Tragis di Tangan Soeharto, Berani Gebrak Meja Rumah Presiden

Namun hal tersebut tak dilakukannya, belakangan diketahui alasan Seoharto tak gebuk para pejabat tersebut.

Dua orang Jenderal mantan Panglima ABRI membeberkannya. 

Demonstrasi mahasiswa tersebut juga bersamaan dengan kerusuhan yang terjadi di Jakarta.

Aksi penjarahan, pembakaran terjadi di berbagai tempat di Jakarta.

Soeharto akhirnya memutuskan untuk lengser keprabon pada 23 Mei 1998.

Detik-detik sebelum pengunduran dirinya, Soeharto benar-benar sendiri waktu itu.

Para pejabat, orang - orang yang dulu dipercaya muali menjauhinya.

Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno mengakui reformasi merupakan tuntutan jaman.

Mantan wakil Presiden RI Try Sutrisno.
Mantan wakil Presiden RI Try Sutrisno. (Tribunnews.com/Amriyono Prakoso)

Bahkan, Presiden ke-2 RI Soeharto juga menyadari hal tersebut.

Saat Presiden Soeharto lengser, Try Sutrisno sudah tidak menjabat Wakil Presiden.

Sebelum Soeharto lengser, Try Sutrisno mengatakan penguasa Orde Baru itu sempat menawarkan ke sejumlah pihak untuk membentuk tim yang akan mengatur jalannya reformasi.

 

Namun tawaran presiden saat itu ditolak mentah-mentah.

"Saya tidak mau diajak bapak (mengawal) reformasi, saya mau pak Harto turun. Saya tidak mau menyebut namanya," ujar Try Sutrisno mengurangi pernyataan sang reformis, pada kuliah umumnya, di Para Syndicate, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017).

Posisi Soeharto saat itu terdesak.

Selain menghadapi demo mahasiswa di depan istana, dunia internasional juga menekan Soeharto yang saat itu sudah menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun.

Soeharto juga mendapat tekanan dari anak buahnya sendiri.

Saat itu 14 menteri yang ia tunjuk, menyatakan pengunduran diri.

"Ada 14 menteri waktu itu, teken (surat) mundur, ini istilah tentara insubordinasi, karena kabinet presidensial, ini menteri dipilih presiden, di berhentikan presiden, tidak bisa berhenti sendiri," ujarnya.

"MPR pun (menekan), Harmoko Cs, mengimbau Pak Harto secara konstitusional turun, Pak Harto orang bijak, kalau dia mau menggunakan "power" nya (red: kekuatannya), bisa saja, tapi ya berdarah-darah, beliau tahu situasi seperti itu," katanya.

Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur.

Pada 21 Mei 1998, ia menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai Presiden RI.

Setelahnya, BJ. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden, diangkat sumpahnya untuk menggantikan Presiden Soeharto.

"Begitu turun, saya ke Cendana, bersama Jendral Edi Sudrajat, pak kenapa bapak memilih cara seperti itu, di negara yang sebesar NKRI ini. Jawabanya sangat filosofis, dan etis, jawabannya itu 'saya sudah tidak dipercaya,'" ujarnya.

Detik-detik Soeharto Mengundurkan Diri

Dinamika detik-detik jelang kejatuhan Soeharto yang 32 tahun menjadi Presiden diceritakan oleh Habibie.

BJ Habibie waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden yang kemudian dilantik menggantikan Soeharto menjadi Presiden.

Presiden Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998, yang juga menjadi penanda berakhirnya kekuasaan Orde Baru.

Mundurnya Soeharto memang dilakukan setelah desakan masyarakat yang semakin besar, terutama setelah Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.

 

Kerusuhan besar pada 13-14 Mei 1998 juga menjadikan situasi politik Tanah Air semakin tidak stabil.

Setelah menyatakan mundur, Soeharto menyerahkan jabatan presiden kepada Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.

Baca: Kisah Mantan Komandan Satgultor 81 Kopassus Intai & Bekuk Omar Al Faruq, Tangan Kanan bin Laden

Baca: Pernah Minta Angga Wijaya Bayar Biaya RS, Pesan Ayah ke Dewi Perssik, Hati-hati Nak, Kamu Sendirian

Baca: Ketika Seorang Pria Keluarkan Jurus Baru yang Bikin Bu Tien Tertarik, Ucapannya Jadi Kenyataan

Baca: KPU Sebut Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Tidak Nyambung, Tidak Paham Makna Situng dan Manual

 

Transisi kekuasaan itu ternyata berjalan dinamis, bahkan tanpa sepengetahuan Habibie hingga beberapa jam sebelumnya.

Dinamika pada Rabu malam, 20 Mei 1998, itu diceritakan Habibie dalam buku Detik-detik yang Menegangkan. Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006).

Habibie menilai krisis ekonomi menjadi faktor utama berakhirnya kekuasaan Soeharto.

Momen terakhir BJ Habibie bersama Soeharto adalah ketika Soeharto lengser jadi Presiden RI setelah 32 tahun menjabat.
Momen terakhir BJ Habibie bersama Soeharto adalah ketika Soeharto lengser jadi Presiden RI setelah 32 tahun menjabat. ((REUTERS))

Krisis itu mulai terasa sejak Agustus 1997, dan berkembang menjadi krisis multidimensional, termasuk di bidang politik.

Semakin besarnya aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa juga menjadikan krisis kepemimpinan semakin terlihat.

Saat itu, mahasiswa sudah menduduki Gedung DPR/MPR sejak 18 Mei 1998.

Tidak hanya itu, krisis politik semakin berkembang saat Ketua DPR/MPR Harmoko yang disertai pimpinan DPR/MPR meminta Presiden Soeharto untuk mundur pada 18 Mei 1998.

Kegelisahan di internal kabinet

Krisis kepemimpinan pada Mei 1998 berdampak terhadap internal kabinet.

Apalagi, pada 17 Mei 1998 Menteri Pariwisawata, Seni, dan Budaya Abdul Latief sudah menyatakan diri mundur dari kabinet.

Habibie kemudian mengungkap ada kegelisahan yang dirasakan sejumlah menteri.

Kegelisahan itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita pada 20 Mei 1998.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Ginandjar menelpon Habibie.

Dia menyampaikan bahwa 14 menteri menyatakan tak bersedia untuk duduk dalam Kabinet Reformasi.

Namun, 14 menteri itu tetap akan melanjutkan tugasnya di Kabinet Pembangunan VII.

Mengutip arsip Harian Kompas, 14 menteri yang menandatangani "Deklarasi Bappenas" itu secara berurutan adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng.

Pernyataan Ginandjar itu membuat Soeharto terpukul.

Soeharto sendiri menerima surat pernyataan itu, menurut Harian Kompas, pukul 20.00 WIB pada 20 Mei 1998.

Soeharto benar-benar terpukul.

Ia merasa ditinggalkan.

Habibie kemudian bercerita bahwa informasi di internal kabinet memang simpang-siur.

Dalam bukunya, Habibie menyatakan bahwa pada pukul 17.45 WIB Menteri Keuangan Fuad Bawazier menelpon.

Fuad bertanya seputar isu mundurnya Habibie sebagai wapres.

Mantan Presiden BJ Habibie ketika memberikan orasi di hadapan pejabat Provinsi Sulawesi Utara dan Peserta Hari Pers Nasional 2013 yang diselenggarakan di Manado.
Mantan Presiden BJ Habibie ketika memberikan orasi di hadapan pejabat Provinsi Sulawesi Utara dan Peserta Hari Pers Nasional 2013 yang diselenggarakan di Manado. (KOMPAS.com/Ronny Buol)

"Saya jawab, 'Isu tersebut tidak benar. Presiden yang sedang menghadapi masalah yang multikompleks, tidak mungkin saya tinggalkan. Saya bukan pengecut!'," jawab Habibie kepada Fuad.

Habibie kemudian bertanya balik kepada Fuad mengenai rapat 14 menteri di Bappenas.

Namun, Fuad saat itu tidak hadir.

Sehingga Habibie meminta Fuad bertanya kepada Ginandjar Kartasasmita.

Berdiskusi dengan Soeharto

Malam harinya, Habibie kemudian bertemu Presiden Soeharto sekitar pukul 19.30 WIB di Jalan Cendana, Jakarta Pusat.

Habibie baru bertemu Soeharto beberapa saat kemudian, sebab sebelumnya Soeharto bertemu dengan Soedharmono.

Menurut Habibie, pembicaraan dengan Soeharto saat itu terkait nama-nama yang akan ditempatkan dalam Kabinet Reformasi.

"Karena ada perbedaan pandangan menyangkut beberapa nama, maka terjadilah perdebatan yang cukup hangat," tulis Habibie.

Karena tidak ada titik temu, Habibie menyerahkannya kepada Soeharto.

Baca: Najwa Shihab Ungkap Kecurigaan, Sebut Pemindahan Setya Novanto ke Lapas Gunung Sindur Drama Baru

Baca: PRAMUGARI Garuda Tetap Tabah Ditendang dan Ditampar, Kopassus Tiba Menyelamatkan Mereka

Baca: Pertempuran Hebat, Sosok Kopassus Satu-satunya yang Selamat 5 Hari Pura-pura Mati Ditumpukan Jenazah

Baca: Cara Berhubungan Badan Prada DP Sebelum Membunuh Vera Oktaria, Pengakuan Pembunuh Kasir Cantik

 

Setelah itu, Soeharto segera meminta Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid untuk membuat keputusan presiden terkait pembentukan kabinet yang diharapkan jadi solusi terhadap krisis politik saat itu.

Rencananya, pada 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan kabinet itu dan melantiknya pada 22 Mei 1998.

Pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR yang meminta Soeharto mundur akan dilakukan pada 23 Mei 1998.

Presiden ke-2 Soeharto
Presiden ke-2 Soeharto (Tribun)

Habibie berpikir bahwa Soeharto akan mundur setelah Kabinet Reformasi terbentuk.

Dia ingin bertanya kepada Soeharto, tapi enggan.

Habibie kemudian bertanya mengenai posisinya sebagai wakil presiden.

Jawaban Soeharto cukup mengejutkan.

"Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden," ucap Soeharto, seperti disampaikan Habibie.

Habibie juga bertanya masalah terkait 14 menteri.

Ketika itu, Soeharto meminta Habibie berbicara dengan Ginandjar secara baik-baik.

Habibie memanggil menteri

Setelah bertemu Soeharto, Habibie pun memanggil sejumlah menteri ke kediamannya di Kuningan, Jakarta Selatan.

Ada 4 menko dan 14 menteri saat itu.

Kepada para menteri, Habibie menceritakan hasil pertemuannya dengan Soeharto.

Selain itu, dia juga meminta sejumlah menteri yang menyatakan mundur untuk membatalkan niatnya.

Ada sejumlah kesepakatan dalam pertemuan yang berakhir pada 22.45 WIB itu.

Pertama, mereka memahami Kabinet Reformasi sebagai kenyatan.

Selain itu, pertemuan juga menyepakati keppres tentang pembentukan kabinet ditandatangani Soeharto.

Adapun pelantikan kabinet akan dilakukan oleh Habibie.

Setelah pertemuan, Habibie berusaha menelpon Soeharto.

Akan tetapi Soeharto tidak berkenan menerima.

Ketika itu, Soeharto menugaskan Mensesneg Saadilah Mursyid untuk menyampaikan bahwa Soeharto akan mundur pada pukul 10.00 WIB.

Habibie menceritakan itu kepada para menteri yang masih berkumpul di pendopo.

"Semua terkejut mendengar berita tersebut," ungkap Habibie.

 

Dikutip dari Harian Kompas, pada pukul 23.00 WIB Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto.

Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.

Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto.

Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur.

Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.

Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais.

Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya.

Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.

Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned".

Ikuti kisah-kisah Soeharto, Soekarno dan tokoh-tokoh penting nasional yang berperan penting dalam sejarah Indonesia hanya di Tribunjambi.com Klik Tautan Berikut Ini Sejarah Indonesia

Dikhianati, Kenapa Soeharto Tak Gebuk Pejabat yang Membangkang? Mantan Panglima Ungkap Alasannya

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved