Sengketa Pilpres 2019

KPU Sebut Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Tidak Nyambung, Tidak Paham Makna Situng dan Manual

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Pramono Ubaid Thantowi, menyoroti permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sengketa Pilpres 201

Editor: andika arnoldy
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Ketua KPU RI Arief Budiman di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2019) dini hari. 

TRIBUNJAMBI.COM- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Pramono Ubaid Thantowi, menyoroti permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 yang diajukan Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi 

Menurut dia, terdapat ketidaksesuaian antara permohonan dengan petitum mengenai hasil penghitungan suara Pilpres 2019.

"Dalam permohonan yang dibacakan, pemohon mendalilkan KPU melakukan kecurangan dengan cara merekayasa Situng. Namun dalam Petitum, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual. Ini namanya tidak nyambung," kata Pramono, dalam keterangannya, Sabtu (16/6/2019).

Baca: Kisah 3 Prajurit Kopassus di Sarang Musuh Diam-diam Pasok Senjata, Mantan Panglima TNI Takjub

Baca: Ketika Seorang Pria Keluarkan Jurus Baru yang Bikin Bu Tien Tertarik, Ucapannya Jadi Kenyataan

Dia menilai, untuk menyambungkan antara penghitungan menggunakan metode Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG) dengan metode penghitungan manual, pemohon mencoba menyusun teori "adjustment" atau "penyesuaian".

"Dalam asumsi pemohon, angka di dalam Situng direkayasa sedemikian rupa oleh KPU untuk menyesuaikan dengan target angka tertentu, atau angka hasil rekap secara manual. Ini adalah asumsi yang tidak tepat," kata dia.

Dia menjelaskan, dua metode penghitungan suara itu berawal dari formulir C1. Namun, kata dia, mempunyai alur penghitungan berbeda.

Untuk metode penghitungan Situng, menurut dia, C1 dari setiap tempat pemungutan suara dilakukan pemindaian. Setelah itu, dilakukan mengunggah ke Situng oleh KPU Kabupaten/Kota. Sedangkan, untuk metode secara manual dilakukan proses rekapitulasi secara berjenjang.

"Nah, angka yang digunakan untuk menetapkan perolehan suara setiap peserta pemilu adalah angka yang direkap secara berjenjang itu," tuturnya.

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum.
Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum. (Tribunnews/Jeprima)

Sehingga, dia mengklaim, apabila logika pemohon diikuti, maka yang salah adalah angka yang tampil di Situng, karena hasil rekayasa. Seharusnya, dia menegaskan, angka penghitungan suara di Situng yang dipermasalahkan.

"Bukan angka hasil rekap manual. Kenapa? Karena angka hasil rekap secara manual tidak dibahas kecurangannya oleh pemohon di TPS mana, di kecamatan mana, atau di Kabupatem/Kota mana sebagaimana dituangkan dalam dokumen2 C1, DA1, atau DB1. Sama sekali tak ada," tegasnya.

Oleh karena itu, dia menambahkan, permohonan pemohon dengan apa yang dicantumkan di petitum tidak nyambung.

"Jadi, tuntutan agar hasil rekap manual dibatalkan, karena Situng katanya direkayasa, itu didasarkan pada logika yang tidak nyambung," tambahnya.

Untuk diketahui, tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membacakan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres) di ruang sidang lantai 2 Gedung MK, Jumat (14/6/2019).

Dalam permohonannya, ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto menduga telah terjadi penggerusan dan penggelembungan suara selama proses Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved