Sejarah Indonesia

Kala Soeharto Menerima Surat yang Buatnya Gugup & Lengser dari Kursi Kepresidenan, Merasa Ditinggal

Kala Soeharto Menerima Surat yang Buatnya Gugup & Lengser dari Kursi Kepresidenan, Merasa Ditinggal

Editor: Andreas Eko Prasetyo
(REUTERS)
Momen terakhir BJ Habibie bersama Soeharto adalah ketika Soeharto lengser jadi Presiden RI setelah 32 tahun menjabat. 

Kala Soeharto Menerima Surat yang Buatnya Gugup & Lengser dari Kursi Kepresidenan, Merasa Ditinggal

TRIBUNJAMBI.COM - Terungkap sejarah dalam lengsernya Presiden kedua Indonesia, Soeharto.

Tepatnya Hari Kamis tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB semua mata tertuju ke credentials room di Istana Merdeka, Jakarta.

Di hari tersebut, Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya sebagao Presiden Republik Indonesia setelah 32 tahun menjabat.

Sebenarnya pengumuman pengunduran diri Soeharto tidak terlalu mengejutkan, lantara sehari sebelumnya sudah ramai dibicarakan bahwa Presiden Soeharto akan mengundurkan diri.

Baca: Jokowi-Prabowo Bisa Manfaatkan Momen Idul Fitri untuk Bertemu, Mahfud MD: Tak Harus Bicara Politik

Baca: JK Beberkan Pembicaraan Telepon Prabowo dengan Sejumlah Orang, Ungkap Aksi Protes Hasil Pilpres

Lantas, yang menjadi pertanyaan, apa yang menyebabkan Soeharto memutuskan untuk mundur?

Soeharto dengan yakinnya mengatasi keadaan saat beberapa hari sebelumnya.

Mundurnya Soeharto membawa kejutan yang diawali dengan keterangan pers Ketua DPR/MPR Harmoko setelah Rapat Pimpinan DPR, Senin (18/5/1998) lalu.

Baca: Mimpi Aneh Soeharto Sebelum Meninggal, Lihat Gamelan Sindennya Tak Lazim, Putrinya Malah Tertawa

Baca: Punya Pengalaman Menyakitkan Digulingkan Mahasiswa, Reaksi Soeharto Didatangi Mahasiswa ke Rumahnya

Tanggal 18 Mei 1998

Saat itu, Harmoko di Gedung DPR pada pukul 15.201 WIB. Gedung DPR kala itu dipenuhi oleh ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.

Tak sendiri, Harmoko saat itu didampingi oleh seluruh Wakil Ketua DPR, yaitu Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad.

Baca: Tips Tetap Sehat saat Lebaran, Tak Takut BB Naik Meski Makan Rendang hingga Opor Ayam

Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR. Hegemoni Orde Baru yang kuat ternyata menjadi inspirasi bagi orangtua untuk memberi nama bagi anak-anak mereka. (KOMPAS/EDDY HASBY)
Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR. Hegemoni Orde Baru yang kuat ternyata menjadi inspirasi bagi orangtua untuk memberi nama bagi anak-anak mereka. (KOMPAS/EDDY HASBY) ((KOMPAS/EDDY HASBY))

Ribuan mahasiswa di Gedung DPR yang menyambut kejutan dengan gembira itu tak berlangsung lama.

Lantaran malam harinya tepat pukul 23.00 WIB, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menjelaskan bahwa ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan ini disampaikan secara kolektif.

Meskipun sikap ABRI saat itu disampaikan seusai Wiranto memimpin rapat kilat dengan para Kepala Staf Angkatan dan Kapolri serta panglima komando.

Baca: Sophia Latjuba Dalam Balutan Mukena, Netizen Dibikin Pangling dengan Penampilannya

Panglima ABRI bertemu dengan Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana pukul 17.00 WIB.

Lantas muncul digaan bahwa apa yang dikemukakakn Wiranto itu adalah pendapat Presiden Soeharto.

Empat Menko diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan pada pukul 21.30 WIB.

Kesmpatan itu digunakan mereka untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle.

Dengan tujuan agar mereka yang tidak terpilih dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu" dan ia mengatakan, bahwa, "Urusan cabinet adalah urusan saya".

Baca: Dukungan Moril untuk SBY dari Prabowo Subianto Dukungan Pribadi, Bukan Urusan Politik

Dengan demikian usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan dan pembicaraan beralih ke masalah perkembangan di masyarakat.

Tanggal 19 Mei 1998

Presiden Soeharto bertemu dengan para ulama dan tokoh masyarakat pada pukul 09.00 WIB - 11.32 WIB.

Kemudian, Presiden Soeharto mendeklarasikan akan segera mengadakan re-shuffle Kabinet Pembangunan VII sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi.

Bahkan, Presiden Soeharto sempat membentuk Komite Reformasi.

Pada sore harinya, Nurcholish menuturkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni gagasan Soeharto dan bukan usulan mereka.

Baca: Masjid Lokasi Shalat Id Disterilkan, Pasca Bom Kartasura, Kapolresta Jambi Minta Anggota Waspada

Dalam pertemuan yang dibuat kala itu, sudah menujukkan tanda-tanda Soeharto akan mengundurkan diri.

Adapun dua orang tidak setuju bila Soeharto dinyatakan mundur dari jabatannya karena menurutnya kemunduran Soeharto tidak akan menyelesaikan masalah yang ada pada saat itu.

Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama dengan Memperindag Mohammad Hasan melaporkan kepada Presiden masalah kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran pada pukul 16.30 WIB.

Saat itu mereka bersama dengan Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur.

Baca: Ucapan Selamat Idul Fitri 1440 H Kepala Biro Beserta Staff Biro Hukum Setda Provinsi Jambi

Baca: Semarakkan Idul Fitri 1400 H / 2019, Pemkab Tanjab Barat Gelar Festival Takbir Keliling

Baca: Kapolda Jambi Irjen Pol Muchlis AS dan Danrem 042/Gapu Kol Arh Elphis Rudi Patroli Pam Takbiran

Menko Ekui pun menyebut adanya reaksi negative para senior ekonomi: Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli dan Frans Seda, atas rencana Soeharto yang membentuk Komite Reformasi dan melakukan reshuffle kabinet.

Kesimpulannnya, mereka menyebut tindakan itu mengulur-ulur waktu.

Tanggal 20 Mei 1998

14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas tepat pukul 14.30 WIB,

Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir.

Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle.

Baca: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Rabu 5 Juni, Pas Hari Lebaran, Aries, Gemini, Taurus, Aquarius, Pisces

Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat.

Surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono pada pukul 20.00 WIB. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.

Soeharto langsung masuk ke kamar dan membaca surat itu. Soeharto saat itu benar-benar terpukul. Ia merasa ditinggalkan.

Apalagi, di antara 14 menteri bidang Ekuin yang menandatangani surat ketidaksediaan itu, ada orang-orang yang dianggap telah "diselamatkan" Soeharto.

Baca: JK Ungkap Pembicaraan Telepon Prabowo Subianto yang Minta Tak Ada Lagi Aksi Massa

Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya.

Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur.

Soeharto benar-benar tidak menduga akan menerima surat seperti itu.

Persoalannya, sehari sebelum surat itu tiba, ia masih berbicara dengan Ginandjar untuk menyusun Kabinet Reformasi.

Ginandjar masih memberikan usulan tentang menteri-menteri yang perlu diganti, sekaligus nama penggantinya.

Probosutedjo, adik Soeharto, yang berada di kediaman Jalan Cendana, malam itu, mengungkapkan, Soeharto pada malam itu terlihat gugup dan bimbang.

Baca: Cabai Merah Naik Menjadi Rp 50 Ribu, Ayam Potong, Telur, Update Harga Sembako di Bangko, Merangin

"Pak Harto gugup dan bimbang, apakah Habibie siap dan bisa menerima penyerahan itu. Suasana bimbang ini baru sirna setelah Habibie menyatakan diri siap menerima jabatan Presiden," ujarnya.

Probosutedjo menggambarkan suasana di kediaman Soeharto malam itu cukup tegang.

Perkembangan detik per detik selalu diikuti dan segera disampaikan ke Soeharto.

Dikatakan, "Saya berusaha memberikan informasi terkini, tentang tuntutan dan permintaan yang terjadi di DPR, informasi bahwa akan ada orang-orang yang bergerak ke Monas, serta perkembangan dari luar negeri," ujar Probosutedjo, seraya menambahkan bahwa pada saat itu semua anak-anak Soeharto berkumpul di Jalan Cendana.

Baca: Dipangku Reino Barack Sambil Tersenyum Manjah Syahrini Seperti Adegan Drama Korea! Awas Nyilu

Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.

Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto pada pukul 23.00 WIB

Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.

Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto.

Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur.

Baca: Sholat Idul Fitri Sendirian atau Tidak Berjamaah? Apakah Dapat Pahala? Begini Penjelasannya

Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.

Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya, pukul 23.20 WIB.

Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.

Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned".

Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya.

Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar.

Baca: Kompor Gas Meledak Saat Memasak Persiapan Lebaran 4 Bedeng di Telanaipura Kota Jambi Terbakar

Di sana Cak Nur--panggilan akrab Nurcholish Madjid--menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.

Amien Rais dkk mengadakan jumpa pers tepat pukul 01.30 WIB.

Dalam jumpa pers itu Amien mengatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama, dan selamat datang pemerintahan baru".

Keduanya menyambut pemerintahan transisi yang akan menyelenggarakan pemilihan umum hingga Sidang Umum MPR untuk memilih pemimpin nasional yang baru dalam jangka waktu enam bulan.

Tanggal 21 Mei 1988

Pada akhirnya, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Kekecewaannya tergambar jelas dalam pidato pengunduran dirinya.

Soeharto saat mengumumkan pengunduran diri dari jabatan Presiden RI, di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998. Di sampingnya ada BJ Habibie.
Soeharto saat mengumumkan pengunduran diri dari jabatan Presiden RI, di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998. Di sampingnya ada BJ Habibie. (Wikimedia/Creative Commons)

Baca: Syarat Pemenang Kendaraan Hias Takbir Keliling Kota Jambi Menurut Wali Kota Syarif Fasha

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita di Balik Mundurnya Soeharto"

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved