Siapa Sebenarnya Ayah dari Ibu Ani Yudhoyono? Ternyata Seorang Kopassus, Kecewa dengan Soeharto

Ani Yudhoyono, istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono saat ini tengah berjuang keras melawan kanker darah

Penulis: Leonardus Yoga Wijanarko | Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
istimiwa handout Tribunjambi/wikipedia
Sarwo Edhie Wibowo 

RPKAD adalah usaha Indonesia untuk menciptakan sebuah unit pasukan khusus (yang kemudian akan menjadi Kopassus) dan pengangkatan Sarwo Edhie sebagai komandan unit elit ini berkat Ahmad Yani.

Pada tahun 1964, Yani telah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dan menginginkan seseorang yang bisa dia percaya sebagai Komandan RPKAD.

Operasi pembersihan PKI saat itu berlanjut ke Jawa Tengah dan Jawa Timur karena perlawanan masih ada.

Bahkan, Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Staf Letkol Sugiono menjadi korban penculikan kelompok perlawanan yang ternyata juga beranggotakan tentara.

Baca: Beredar Kabar Ibu Ani Yudhoyono Wafat, Wasekjen Demokrat Bersuara, Seluruh Keluarga Besar Berkumpul

Baca: Heboh, Desain Masjid Ridwan Kamil Disebut Terpapar Iluminati, Apa Itu Iluminati? Ini Kata RK

Pertempuran tak terhindarkan. Bukan hanya melawan tentara pembelot, tetapi juga masyarakat sipil bersenjata, bahkan Gerwani yang melawan dengan penghinaan.

Tanpa ragu-ragu Sarwo Edhie menindak, bahkan dengan jalan kekerasan.

Korban berjatuhan tak terhindarkan. Juga di Bali dan Sumatera Utara.

Petaka terjadi karena kematian tidak hanya karena pertempuran. Tapi banyak juga karena dibunuh setelah penangkapan.

Terdengar berita-berita sadistis semacam penyembelihan, pembunuhan massal, hingga penghanyutan mayat di sungai.

Dunia internasional menyoroti. Pemerintah lantas membentuk Komisi Pencari Fakta (FFC – Fact Finding Commission) agar jumiah korban bisa diketahui lebih pasti.

Dalam rapat pleno terakhir, Komisi yang diketuai Menteri Dalam Negeri merangkap Gubemur Djakarta Raja Mayjen dr. Soemarno itu menyepakati jumlah korban yang ditinjau di daerah sekitar Medan, sebagian Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Bali, pendeknya belum seluruh Indonesia, selama kurun waktu Desember 1965 sampai 2 januari 1966 sudah berjumlah 80.000 orang.

"Apa yang terjadi sesudahnya tidak diketahui setelah aksi pembunuhan ternyata berlangsung terus, malahan semakin meningkat," kenang Oei Tjoe Tat, Menteri Negara yang juga anggota FFC.

Sesudah semua anggota membubuhkan tanda tangan, Oei bertanya kepada Jenderal (Pol.) Soetjipto Joedodihardjo, Panglima Angkatan Kepolisian, "Apa benar angka korban hanya 80.000 yang tewas?"

Soetjipto menjawab, "Sudah pasti lebih banyak, tapi apa gunanya dibuat ramai-ramai?"

Dari anggota lain, Menteri Penerangan Mayjen Achmadi, Oei mendapat jawaban, "Jumlahnya ya, ada kalau sepuluh kali lipat."

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved