Siapakah Muzakir Manaf? Pengusul Aceh Gelar Referendum, Ternyata Tak Sendiri, Dulu Panglima GAM
Pernyataan apa Karya dan Mualem jangan saling bertolak belakang mengenai masalah referendum. Jangan membuat kalangan bawah resah
Penulis: Nani Rachmaini | Editor: Nani Rachmaini
Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Aceh 2012, Partai Aceh—sebagai partai terbesar di Aceh—mengusung Muzakir Manaf sebagai calon wakil gubernur Aceh 2012-2017, bersama dr. Zaini Abdullah, mantan Mentri Luar Negeri GAM yang diusung Partai Aceh sebagai Calon Gubernur Aceh.
Usai Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki ditandangani pada 15 Agustus 2005, sayap militer GAM dibubarkan, dan kemudian dibentuk KPA (Komite Peralihan Aceh) sebagai wadah transisi mantan kombatan GAM ke masyarakat sipil biasa.
Sejak pertamakali dibentuk pada 2005 hingga sekarang, Mualem menjabat sebagai Ketua KPA. Sekaligus juga Ketua Umum Partai Aceh, sejak 2007 hingga sekarang.
Mualem lahir di Seunudon, Aceh Utara, Aceh, 3 April 1964; umur 55 tahun).
Inilah Tokoh-tokoh Aceh yang Ingin Referendum
Gaung referendum ternyata bukan muncul baru kali ini saja.
2 Kali Manifes Rahasia Penerbangan Prabowo Keluar Negeri Tersebar, Ada Apa? BPN Minta Investigasi
FOTO: Nangis Gara-gara Udah Cantik Malah Minder, Cynthia dan Olla Ramlan Mantap Hijrah Berjilbab
Diancam Cerai, Kiwil Blak-blakan, Ungkap Meggy Tak Mengerti Kenapa Ia Ingin Nambah Istri Ketiga
Sebelumnya, di akhir 2017 lalu, isu tersebut pernah mencuat.
Selain Mualem, ternyata isu referendum juga disuarakan oleh tokoh-tokoh di bawah ini pada 2017 lalu.
Diberitakan, saat itu pro kontra pencabutan dua pasal UUPA melalui UU Pemilu mulai tajam, bahkan merembet ke isu referendum. Namun sejumlah pihak menganggap isu tersebut tak lebih hanya sebagai lelucon politik.
“Permintaan referendum lebih tepat disebut lelucon politik. Itu hanya dongeng pengantar tidur saja. Menurut hemat kami, ini canda yang konyol,” kata Peneliti Wain Advisori Indonesia, Muhammad Ridwansyah MH, dalam pernyataan tertulisnya kepada Serambi, Jumat (26/10/2017).
Referendum ini awalnya mencuat dari mulut Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Azhari Cagee, dalam pertemuan Tim Pengawas Otonomi Khusus DPR RI, Fadli Zon dengan Pimpinan dan Anggota DPRA, di Gedung Utama DPRA, Senin (23/10).
Dalam kesempatan itu, Azahari menyampaikan kekesalannya kepada pusat yang terus menggerus kekhususan Aceh.
“Kalau seperti ini pusat memperlakukan Aceh, jika nanti masyarakat Aceh minta referendum atau merdeka, sumber permasalahannya bukan lagi dari Aceh, tapi pusat,” pungkas Azhari Cagee ketika itu.
Wacana referendum kemudian juga disampaikan oleh Ketua YARA, Safaruddin SH, dalam sidang guguatan UU Pemilu di MK sehari setelahnya.
Berbeda dengan Azahari Cagee, YARA meminta kepada MK digelar referendum untuk mendengar pendapat masyarakat Aceh, apakah setuju atau tidak setuju berlakunya Pasal 571 huruf (d) Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.