Pengancam Penggal, Eggi Sudjana & Kivlan Zen Dijerat Makar, Ancaman Kebebasan atau Penegakan Hukum?

Dalam sepekan terakhir, polisi telah menggunakan pasal makar untuk menjerat pihak yang kerap mendengungkan upaya people power menyikapi hasil Pilpres

Editor: Suci Rahayu PK
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Eggi Sudjana terlihat mendatangi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Kamis (9/5/2019). 

"Mengatakan pemerintah buruk itu bukan makar, esensinya adalah serangan. Ya memang ada pasal lain. Misal begini ada orang menganiaya terus dibilang pembunuhan berencana kan lain ya," ujar Asfinawati.

"Bukan berarti orang ini tidak bisa dihukum. Jangan hukum diperkosa dan beri dimensi yang berbeda karena nanti yang dihancurkan hukum itu sendiri. Kalau menganiaya orang ya kena pasal penganiayaan," lanjut dia.

Baca: JENDERAL Bintang 4 Dicopot, Publik Melihat Ada yang Ganjil: Soeharto Menyesal Kamu Benar Ben

Baca: Mitos & Fakta Soal Puasa, Mulai Ibu Hamil, Minuman Dingin hingga Berbuka dengan yang Manis

Perluasan makna makar

Meski demikian anggota Komisi III DPR Arsul Sani memiliki pandangan lain terkait makna "Aanslag" yang menjadi rujukan utama pengertian makar.

Ia mengatakan sejak era kemerdekaan pengertian makar atau "Aanslag" telah mengalami perluasan, yakni tak hanya upaya penggulingan terhadap pemerintah melalui pemberontakan atau gerakan angkat senjata saja.

Ia menyatakan pengertian "Aanslag" berkembang sehingga makar juga meliputi penggulingan pemerintah tanpa senjata.

Arsul mengatakan sudah banyak yurisprudensi terkait penggunaan pasal makar yang kasusnya serupa yakni mengancam pemerintahan yang sah dengan membuat gerakan massa.

"Jadi kalau sekarang penegak hukum Polri menerapkan dalam konteks gerakan menggulingkan pemerintah meski bukan gerakan bersenjata, maka itu sesuatu yang bukannya tanpa dasar hukum. Paling tidak dentan merujuk pada putusan-putusan MA-RI terkait kasus makar ini," kata Arsul melalui pesan singkat.

Ia mengatakan jika ada elemen masyarakat sipil yang ingin mengembalikan makna "Aanslag" ke awal, maka harus melalui pembahasan dalam kasus makar yang ada pengadilan.

"Elemen masyarakat sipil bisa menjadi "amicus curiae" dan para ahli yang sejalan dengan mereka bisa diminta jadi ahli oleh para terdakwanya. Jadi jangan diperdebatkan di media saja, apa lagi cuma di medsos. Dorong supaya ada yurisprudensi baru via kasus-kasus," lanjut politisi PPP itu.

 

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai-ramai Disasar Pasal Makar, Ancaman Kebebasan atau Sekadar Penegakan Hukum?")

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved