Sejarah Indonesia

Ramalan Gus Dur ke Soeharto Terbukti, Ucapannya Setahun Sebelum Pak Harto Lengser Bikin Kyai Heran

Gus Dur dikenal sebagai sosok yang memiliki banyak kemampuan khusus, yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain.

Editor: bandot
Montase kompas.com
Soeharto dan Gus Dur 

Setelah mahasiswa menguasai DPR/MPR, pimpinan DPR/MPR yang diketuai Harmoko kemudian meminta Soeharto untuk mundur.

Ini tentu saja sebuah ironi, mengingat Harmoko yang merupakan Ketua Umum Golkar adalah orang yang bertanggung jawab dalam pencalonan kembali Soeharto.

Mahasiswa Universitas Trisakti menuntut reformasi pada 12 Mei 1998. Aksi ini kemudian berujung pada tragedi.
Mahasiswa Universitas Trisakti menuntut reformasi pada 12 Mei 1998. Aksi ini kemudian berujung pada tragedi. ()

Setelah menang Pemilu 1997, Golkar juga yang menjadi pelopor dalam mengusung Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam masa bakti 1998-2003.

Puncak kegalauan Jenderal yang Tersenyum itu terjadi pada Rabu malam, 20 Mei 1998.

Ada apa pada 20 Mei 1998?

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka ada baiknya kita menelusuri kembali aktivitas Soeharto sejak pernyataan Harmoko itu diucapkan.

Penelusuran ini berdasarkan dokumentasi Kompas terbitan 27 Mei 1998.

Pernyataan Harmoko pada 18 Mei 1998 itu tentu saja mendapat penentangan sejumlah pihak.

Menteri Pertahanan Keamanan yang juga Panglima ABRI Wiranto misalnya, yang menganggap pernyataan Harmoko bersama Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad itu sebagai sikap individu dan bukan lembaga.

Pada 18 Mei 1998 malam, sekitar pukul 21.30 dia menerima laporan perkembangan dari empat Menteri Koordinator.

Saat itu, ada wacana agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan dan tidak sekadar dirombak.

Ini diperlukan agar orang yang terpilih tidak malu.

Namun, belum sempat wacana itu muncul, Soeharto mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya."

Para menko itu heran karena Soeharto sudah tahu, hingga tidak ada yang berani membicarakan wacana itu.

Kemudian esok harinya, 19 Mei 1998, Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat di kediamannya, Jalan Cendana, Jakarta Pusat.

Usai pertemuan yang juga dihadiri tokoh seperti Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid itu, Soeharto menyatakan bahwa dia akan melakukan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved