5 Tradisi Unik di Indonesia Saat Bulan Puasa Ramadan, Gurihnya Telur Mimi dan Dandangan

Lima tradisi unik saat bulan puasa yang digelar di berbagai wilayah di Indonesia, dikumpulkan

Editor: Nani Rachmaini
KOMPAS.com/ SLAMET PRIYATIN
Penjual telur mimi di halaman masjid Agung Kaliwungu menjelang bulan puasa 

Jemi menyarankan, tepung beras yang dipakai berasal dari beras pulo (ketan). Menurut dia, tepung dari jenis beras ini lebih halus.

Pertama-tama, beras direndam dengan air secukupnya. Lalu beras itu ditumbuk bersama aneka rempah hingga tercampur halus menjadi tepung. Sudah, tinggal dioles ke wajah.

Rendaman beras ini kemudian ditumbuk bersama aneka rempah hingga tercampur halus, seperti tepung. Setelah itu siap dioleskan ke wajah.

Bagi yang tidak ingin repot, paket bahan rempah tradisional ini bisa dibeli di pasar tradisional dengan harga Rp 15.000. Di rumah, bahan tersebut tinggal dihaluskan sesuai kebutuhan.

“Nenek saya selalu menyiapkan ramuan ini sepanjang Ramadhan,” kata Siti Rohana Lakadjo, salah satu warga Kota Gorontalo.

Buat warga Gorontalo, mohibadaa sudah menjadi tradisi sehari-hari, terlebih lagi setiap Ramadhan.

“Bukan hanya aromanya yang harum sepanjang hari, kulit kita juga menjadi kencang sehat berseri,” tutur Asri Hudji, juga warga Gorontalo.

Menurut Asri, terbiasa melakukan mohibadaa akan membuat wajah lebih segar, tidak kering, bahkan mencegah kerutan.

“(Kulit) terasa kenyal sehat. Tidak khawatir dengan ramuannya karena semua bahan tradisional dan alami,” imbuh Asri.

Laku lampah trah Bonokeling

BARISAN perempuan yang mengenakan kain (jarik) dan kemben seperti dalam foto di bawah ini merupakan tradisi unik warga adat Bonokeling di Kabupaten Banyumas, setiap menjelang Ramadhan.

https://asset.kompas.com/crop/0x0:780x390/780x390/data/photo/2013/08/03/0930377bonokeling-baris780x390.jpg
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Para perempuan penganut adat Bonokeling, berbaris menuju kompleks pemakaman leluhur mereka di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (5/7/2013). Mereka menjalankan tradisi Unggah-unggahan, ziarah kubur ke makam leluhur yang digelar setiap menjelang bulan Ramadhan.

Namun, yang berbaris dan lalu berjalan kaki bersama-sama ke areal pemakaman leluhur setempat tak hanya perempuan.

Slamet (45), misalnya, adalah salah satu lelaki warga adat Bonokeling yang ikut dalam barisan tersebut, saat dijumpai Kompas.com pada Kamis (10/5/2018).

Sudah begitu, mereka berjalan tanpa alas kaki di bawah terik matahari yang menyengat. Mereka menuju pemakaman leluhur di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, untuk berziarah, sebagai bagian ritual menyambut bulan suci Ramadhan.

Kasepuhan (pemuka adat) trah Bonokeling, Sumitro, mengatakan, sepekan sebelum memasuki bulan puasa, trah Bonokeling atau yang biasa disebut anak-putu (anak-cucu, keturunan) menjalani laku lampah ini.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved