Sejarawan Ungkap Misteri Pembantaian dan RudapaksaPerawat Australia di Pulau Bangka
Pada 1942, sekelompok perawat Australia dibunuh serdadu Jepang yang belakangan dikenal dengan peristiwa pembantaian di Pulau BangkA
Menyelidiki dugaan pemerkosaan
Dua perempuan lain yang mengungkap bukti dalam dugaan penyerangan seksual di Pulau Bangka adalah penyiar Tess Lawrence dan pembuat biografi Barbara Angell.
Angell bahkan melakukan upaya forensik dalam mencocokkan benang dan lubang peluru pada seragam perawat milik Bullwinkel.
Upaya Angell mengindikasikan kancing-kancing pada seragam Bullwinkel telah dikoyak dan dijahit kembali menggunakan benang berbeda warna (setelah Bullwinkel meninggal, seragamnya ditampilkan).

Satu-satunya cara agar lubang peluru masuk dan peluru keluar tampak klop adalah jika pakaian tersebut terbuka pada bagian pinggang dan diturunkan pada bagian depan.
Tess Lawrence melaporkan pada 2017 lalu bahwa sebelum Bullwinkel meninggal, mendiang mengatakan kepadanya "sebagian besar" perawat "dinodai" sebelum ditembak.
Bullwinkel, menurut Lawrence, mengatakan ingin menyingkap hal ini namun tidak bisa. Lawrence menyebut rahasia itu "menyiksa" perempuan tersebut.
Keterangan Bullwinkel dikuatkan oleh penuturan seorang serdadu Jepang yang tengah menjalani perawatan di Pulau Bangka akibat terjangkit malaria.
Serdadu itu mengatakan kepada perwira Australia yang belakangan melakukan penyelidikan bahwa dia mendengar suara jeritan dan diberitahu bahwa para prajurit sedang "memuaskan diri di pantai dan peleton berikutnya akan mendapat giliran".
Penuturan serdadu Jepang tersebut merupakan bagian dari catatan Jean Williams, istri Mayor Harold Williams, mengenai investigasi suaminya yang bertugas untuk militer Australia di Seksi Kejahatan Perang.
Adapun halaman berisi pemaparan sang serdadu ditemukan sejarawan Australia, Lynette Silver, dalam kondisi digunting dari kumpulan catatan—yang dia yakini sebagai tindakan sensor.
Temuan Silver soal klaim pemerkosaan terhadap perawat-perawat Australia di Pulau Bangka tidak mengejutkan Peter Stanley, profesor di bidang sejarah militer Universitas New South Wales.
"Saya telah menunggu kisah ini terungkap. Selama bertahun-tahun ada dugaan, termasuk dari perempuan anggota militer yang mengenal Vivian Bullwinkel dan memberitahu saya.
"Ini berkorelasi dengan catatan penyerangan seksual yang dilakukan para prajurit Jepang pada Perang Dunia II di Hong Kong, Filipina, dan Singapura."
Kesayangan militer