Syarat Jadi Pemenang Pilpres 2019 Versi Mahfud MD, Refly Harun & Yusril, Siapa Berpeluang Menang?
Sejumlah pakar hukum lantas mengeluarkan pendapatnya mengenai siapa dari kedua paslon yang berpeluang bisa memenangkan Pilpres 2019.
Syarat Jadi Pemenang Pilpres 2019 Versi Mahfud MD, Refly Harun & Yusril Ihza Mahendra, Siapa Berpeluang Menang?
TRIBUNJAMBI.COM - Pemungutan suara untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2019 telah dilaksanakan pada Rabu (17/4/2019).
Pada perolehannya, beberapa lembaga survei memberikan hasil perhitungan cepat atau quick count, dan menunjukkan paslon nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin memperoleh hasil lebih unggul dengan perolehan suara lebih dari 50 persen.
Sedangkan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangkan persebaran suara di tiap provinsi yang lebih banyak, yakni berkisar 19 hingga 20 provinsi.
Baca: Pelaku Pembakaran Surat Suara di Jambi Ditangkap Polisi, Bagaimana dengan Wilayah lain?
Baca: Yusuf Mansur Akui tak Pantas Bersanding dengan Ustad Abdul Somad & Aa Gym: Ntar ditinggal ummat!
Baca: Siapa Sebenarnya Rien Wartia Trigina? Ini Kisah Cinta dan Postingan IG yang Berbuntut Laporan Polisi
Sejumlah pakar hukum lantas mengeluarkan pendapatnya mengenai siapa dari kedua paslon yang berpeluang bisa memenangkan Pilpres 2019.
Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), melalui cuitan di Twitternya, @mohmahfudmd, Minggu (21/4/2019), menjelaskan syarat capres-cawapres bisa memenangkan Pilpres 2019.
Mahfud MD menuliskan, syarat itu merujuk kepada Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang.
Yakni pemenang pilpres adalah mereka yang berhasil mendapatkan suara 50 persen + satu (51).
Selain itu, minimal mendapatkan 20 persen di setiap provinsi yang kalah, dalam jumlah total keseluruhan provinsi.
"Bunyi UUD dan UU yg sekarang sama: Pemenang Pilpres adl yg mendapat suara 50% + 1 dan minimal 20% di lebih dari separo jumlah provinsi (artinya: mendapat suara mininal 20% di 18 provinsi).
Kalau kurang dari itu, barulah pemilu diulang," tulis @mohmahfudmd.
Sehingga Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandiaga harus meraup suara lebih dari 51 persen, dan memenuhi syarat lainnya yaitu memenangkan suara di 1/2 jumlah provinsi alias 17 provinsi.
Dan pada 17 povinsi yang kalah suara, setidaknya memiliki minimal 20 persen suara untuk memenangkan Pilpres.
Mahfud MD menilai keputusan ini berdasarkan UU 42/2008 Pasal 159 ayat (1).
Adapun bunyinya adalah:
(1) Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 jumlah provinsi di Indonesia.
Undang-undang Dasar (UUD) Pasal 6a:
Ayat 3 Yang berbunyi: "pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden."
Ayat 4: Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Baca: UPDATE, 10 Artis Ini Diprediksi Gagal Telak Jadi DPR RI, Ada Mantan Pasangan Suami Istri Beda Partai
Baca: Ahmad Dhani Mendekam di Penjara, Mulan Jameela Pesta di Malaysia, Belah Duren Dengan Beberapa Cowok
Refly Harun
Pakar Hukum dan Tata Negara, Refly Harun memiliki perbedaan pendapat.
Hal itu disampaikan Refly Harun melalui akun Twitter miliknya, @Reflyharun, Sabtu (20/4/2019).
Menurutnya, apabila jumlah kontestan hanya dua paslon, maka pengambilan syarat tidak melihat dari persebaran suara.
Sehingga siapa yang mendapatkan jumlah suara terbanyak makan menang.
Ia pun menulis hal itu berdasarkan putusan MK.
"Kalau jumlah pasangannya cuma dua, tidak dibutuhkan syarat persentase dan persebaran suara. Siapa yang mendapatkan suara yang terbanyak, dia yang menjadi calon terpilih. Putusan MK 3 Juli 2014," tulisnya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2014 dengan nomor putusan 50/PUU-XII/2014, disampaikan, "bahwa pasangan calon presiden hanya 2, maka yang berlaku adalah suara terbanyak, tanpa melihat sebaran pemilih lagi".
Putusan MK ini pernah dipakai di Pilpres 2014.
Baca: Anggap Banyak Kecurangan, Said Sidu Sebut Kecurangan di Pemilu 2019 Terstruktur, Sistemik & Masif
Yusril Ihza Mahendra
Senada dengan Refly Harun, Pakar hukum tata negara dan juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, mengatakan paslon 01 Jokowi-Ma'ruf tetap memiliki peluang menang.
Yusril tetap mengacu pada putusan MK, yang memutusakn jika hanya dua paslon maka tidak perlu melihat persebaran suara.
"Jangan lupa masalah itu sudah diputus MK tahun 2014. MK memutuskan kalau pasangan capres hanya dua, maka yang berlaku adalah suara terbanyak, tanpa memperhatikan sebaran pemilih lagi," kata Yusril di Jakarta, Sabtu (20/4/2019), seperti yang dikutip Tribunjambi.com dari TribunJatim.com, Minggu (21/4/2019).

"Kalau ada lebih dari dua pasangan, maka jika belum ada salah satu pasangan yang memperoleh suara seperti ketentuan di pasal 6 UUD 1945, maka pasangan tersebut belum otomatis menang. Maka ada putaran kedua," jelasnya.
Menurutnya, di tahun 2014, MK berpendapat pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 tidak berlaku ketika hanya terdapat dua pasangan calon sehingga pasangan yang mendapat suara lebih dari 50 persen tak perlu melihat persebaran suara di tiap provinsi.
"Begitu juga jika pasangan sejak awal memang hanya dua, maka yang berlaku adalah suara terbanyak," ujarnya.
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Beda Pendapat 3 Pakar Hukum soal Syarat Pemenang Pilpres, Jokowi dan Prabowo Punya Peluang,