Sejarah Indonesia

UCAPAN 'ALLAH' Terakhir dari Soekarno (Bung Karno) Tandai Detik-Detik Wafat Sang Proklamator

Menjadi seorang Proklamator, bukan berarti membuat Soekarno mendapatkan perlakuan istimewa di akhir jabatannya.

Editor: Suci Rahayu PK
Presiden Soekarno menangis 

UCAPAN 'ALLAH' Terakhir dari Soekarno (Bung Karno) Tandai Detik-Detik Wafat Sang Proklamator

Kisah detik wafatnya Presiden Soekarno tertuang dalam buku "Soekarno Poenja Tjerita" yang diterbitkan tahun 2016.

Menjadi seorang Proklamator, bukan berarti membuat Soekarno mendapatkan perlakuan istimewa di akhir jabatannya.

Soekarno justru harus mengalami pengasingan di Wisma Yaso saat kekuasaannya mulai berkurang.

Baca: Peristiwa Penting dan Bersejarah 11 April, Mulai Napoleon Bonaparte hingga Gempa 8,6 SR di Sumatera

Baca: Sudah Diramalkan Sejak SMP, Pertemuan Pertama Soekarno & Heldy yang Penuh Ketegangan Berakhir Manis

Baca: Lowongan Kerja 2019 - PT Pos Indonesia Buka Rekrutmen Pegawai, Perhatikan Lokasi hingga Besaran Gaji

Bahkan, saat sudah sakit-sakitan Soekarno juga masih harus mendapatkan pengawasan ketat.

Tidak hanya itu, menurut buku "Soekarno Poenja Tjerita" yang diterbitkan tahun 2016, pihak keluarga juga dipersulit saat akan menjenguk Soekarno.

Sejumlah alat penyadap pun dipasang di setiap sudut rumah.

Presiden Soekarno
Presiden Soekarno ((Dok. Kompas/Song))

"Rupanya singa tua yang sakit-sakitan dalam sangkar berlapis ini masih menakutkan bagi Jenderal Soeharto," tulis buku itu.

Puncaknya, saat Soekarno dilarikan dari Wisma Yaso pada 16 Juni 1970.

Saat itu Soekarno sudah dalam kondisi sekarat.

Soekarno ditempatkan dalam sepetak kamar yang berpenjagaan berlapis di lorong rumah sakit.

Kondisi Soekarno kala itu terus memburuk.

Bahkan, pada 20 Juni 1970, tepatnya pukul 20.30 WIB, kesadaran Soekarno menurun.

Selanjutnya, Soekarno pun mengalami koma.

Megawati dan Soekarno (istimewa)
Megawati dan Soekarno (istimewa) ()

Mahar Mardjono, dokter yang menangani Soekarno tampaknya sudah mahfum apa yang sedang terjadi.

Mahar kemudian menghubungi anak-anak Soekarno.

Mereka pun berkumpul di RSPAD Gatot Soebroto tempat Soekarno dirawat pada Minggu, 21 Juni 1970, pukul 06.30 WIB.

Mereka yang datang saat itu adalah Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh dan Rachmawati.

Pukul 07.00 WIB, dokter Mahar membuka pintu kamar.

Anak-anak Soekarno masuk ke kamar perawatan, dan mengajukan sejumlah pertanyaan ke dokter Mahar.

Meski demikian, dokter Mahar tak menjawabnya.

Ia hanya menggelengkan kepala.

Baca: Deretan Smartphone Baru 2019 Harga Rp 2 Jutaan, Spesifikasi Xiaomi, Oppo, Samsung hingga Asus

Beberapa saat kemudian, suster mencabut selang makanan, dan alat bantu pernapasan.

Anak-anak Soekarno kemudian mengucapkan takbir.

Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga Soekarno.

Soekarno yang masih bisa mendengar ucapan Megawati, berusaha mengikutinya.

Soekarno mampu mengucapkan "Allah".

"Allaaah...," ucap Soekarno lirih seiring napasnya yang terakhir.

Tangis keluarga pun pecah.

Soekarno meninggal pada pukul 07.07 WIB.

Baca: Soekarno Marah-marah di Gedung Putih, Presiden AS Bikin orang Nomor 1 di Indonesia Kecewa Berat

Soekarno
Soekarno ()

5 Polisi Jepang Kabur Saat Akan Tangkap Soekarno, Takut Lihat Benda yang Dibawa Pengawal

Cerita saat 5 polisi kejam Jepang lari terbirit-birit saat hendak tangkap Soekarno. Ketakutan lihat benda para pengawal di depan rumah sang presiden!

Ada satu cerita menarik yang berhubungan dengan Presiden Soekarno (Bung Karno) setelah Indonesia merdeka.

Saat itu, sehari setelah memproklamasikan kemerdekaan, Soekarno harus istirahat karena menderita malaria dan kelelahan.
Rupanya, saat itu ada 5 polisi Jepang yang hendak menangkapnya.

Namun, para polisi tersebut tak jadi melakukan aksinya dan malah kabur ketakutan.

Apa yang terjadi?

Simak ceritanya berikut ini.

Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta.
Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. ((Wikipedia))

Sehari setelah memproklamasikan kemerdekaan RI, SoeKarno yang masih dalam kondisi sakit, rumahnya dijaga oleh para pengawal.

Dilansir Intisari (grup TribunJatim.com) dari "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams, Media Pressindo, 2014", para pengawal tersebut mempersenjatai diri dengan senjata apa saja, termasuk bambu runcing.

Pengawalan, bagi Soekarno itu untuk mengantisipasi pasukan Jepang yang sewaktu-waktu bisa datang karena mereka, atas perintah pasukan Sekutu, yang telah melarang Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Esok harinya datang lima anggota polisi Jepang yang terkenal kejam dan brutal (Kempeitai) untuk menemui sekaligus bermaksud membawa Soekarno ke kantor Kempeitai.

Baca: Ramalan Asmara & Keuangan Zodiak Kamis 11 April 2019 - Aries Lajang Pantaskan Dirimu

Oleh Kempeitai, Seokarno dianggap telah bersalah karena memproklamasikan kemerdekaan RI secara sepihak.

Apalagi, tindakan itu dianggap tidak sesuai dengan prosedur Sekutu yang dipercayakan kepada Jepang.

Melihat lima personel Kempeitai yang garang dan akan menangkap Bung Karno itu para pemuda pengawal pun segera bertindak.

Mereka dengan sigap melakukan pengepungan sambil mengacungkan senjata berupa kapak, golok, cangkul, dan bambu runcing.

Ketika melihat kapak, golok, dan cangkul kelima Kempeitai itu masih bersikap tenang.

Tapi, begitu melihat senjata bambu runcing yang diacungkan, mereka menjadi ketakutan dan memilih kabur tanpa menghiraukan Soekarno lagi!


Pejuang RI bersenjata bambu runcing (Intisari)
Pejuang RI bersenjata bambu runcing (Intisari) ()

Rupanya, bambu runcing yang telah menjadi simbol perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan RI ternyata bukan hanya mitos.

Pasalnya senjata yang terbuat dari batang bambu yang ujungnya diruncingkan sehingga menjadi semacam tombak itu ternyata merupakan senjata yang sangat efektif untuk melancarkan serangan senyap.

Dalam penggunaan untuk melaksanakan serangan senyap, gerilyawan yang bersenjata bambu runcing biasanya didampingi satu rekan gerilya lainnya yang bersenjata api.

Sasaran penyergapan biasanya pasukan Jepang yang sedang lengah atau sedang tertidur.

Pasukan Jepang yang lengah biasanya ditikam bambu runcing pada bagian perut dan akan tewas secara perlahan dengan luka yang sangat sakit dan mengerikan.

Karena harus menderita luka yang rasa sakitnya demikian luar biasa dan harus mati secara perlahan, umumnya pasukan Jepang menjadi sangat ketakutan terhadap pasukan gerilya RI yang bersenjata bambu runcing.

Hal itu rupanya juga dirasakan oleh lima polisi yang hendak menangkap Soekarno kala itu. (Artikel Intisari)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved