MAYAT dalam Karung Itu Tergeletak, Ada Luka Tembak di Kepala: Petrus Incar Preman Bertato
TRIBUNJAMBI.COM--Pada 1980-an suasana kota Yogyakarta tiba-tiba berubah menjadi mencekam.
Dari semua korban yang terbunuh, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan.
Tahun 1984 korban OPK yang tewas sebanyak 107 orang, tapi hanya 15 orang yang tewas oleh tembakan. Sementara tahun 1985, tercatat 74 korban OPK tewas dan 28 di antaranya tewas karena tembakan.
Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi tangan dan leher terikat. Kebanyakan korban dimasukkan ke dalam karung dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan, dan kebun.
Yang pasti pelaku Petrus terkesan tidak mau bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek shock therapy yang disampaikan akan lebih efektif.
Sedangkan pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau dijemput aparat keamanan.
Akibat berita yang demikian gencar mengenai OPK yang berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya berkomentar positif dan negatif..
Baca: BREAKING NEWS Pertama Kali Dilakukan, Pelantikan Pejabat Pemkot di Danau Sipin, Panas-panasan
Kendati sejumlah petinggi negara telah melontarkan pendapatnya, toh Petrus yang beraksi secara rahasia itu tetap tidak tersibak misterinya. Beberapa tahun kemudian Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar belakang permasalahannya.
Tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan makin meluas. Seperti tertulis dalam buku Benny Moerdani : Profil Prajurit Negarawan, Pak Harto berujar:
"Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment therapy, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan''.
`'Tapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor! Begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya mau tidak mau harus ditembak''.
`'Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya''.
`'Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan. Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan itu." (*)