Andrey Dolgov Menyerah di tangan TNI AL Indonesia, Buronan Dunia yang Paling Dicari di Laut
Harapan kapal ini untuk lolos dari kejaran amat kecil. Kemudian sebuah drone dan pesawat pengintai berputar di atas kapal tersebut.
Namun, efek eksploitasi ini jauh lebih dalam dibanding sekadar para kriminal mencoba menghasilkan uang.
Operasi semacam ini kerap kali melibatkan para pejabat publik yang korup, pencucian uang, dan perbudakan.
Banyak kru kapal-kapal ikan semacam ini menjalani kerja paksa, dipenjarakan di dalam kapal, ribuan kilometer dari kampung halaman mereka.
Selain itu, belum lagi dampak lingkungannya.
"Penangkapan ilegal ikan adalah salah satu ancaman bagi perikanan berkelanjutan," papar Matthew Camilleri, kepala bagian perikanan di Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
"Peralatan penangkap ikan yang mereka gunakan amat merusak ekosistem yang rapuh seperti terumbu karang. Inilah mengapa komunitas internasional berusaha keras memerangi masalah ini," kata Camilleri.
Baca: UPDATE SCORE! Schalke vs Manchester City, Babak Pertama 2-1, Live Streaming Laga Sengit Ini di Sini
Baca: Nasib Tentara Spanyol di Tangan Kopassus, Minta Perlindungan dari Kejaran Pasukan Hizbullah
Baca: VIDEO: Sedang Berlangsung! Live Streaming Atletico Madrid vs Juventus di Liga Champions, Pukul 03.00
Andrey Dolgov, awalnya bukan kapal penangkap ikan ilegal.
Dibangun pada 1985, kapal sepanjang 54 meter itu dibangun di galangan kapal Kananashi Zosen di Jepang, sebagai kapal penangkap tuna.
Usai dibangun, kapal ini berlayar dengan nama Shinsei Maru No 2. Kapal berbobot 570 ton itu selama bertahun-tahun beroperasi secara legal di bawah bendera Jepang di Samudera Hindia dan Pasifik.

Kapal itu dulunya bekerja untuk perusahaan makanan laut Jepang, Maruha Nichiro Corporation.
Setelah 1995, kapal ini beberapa kali berpindah kepemilikan sebelum akhirnya berlayar dengan bendera Filipina dengan nama Sun Tai 2 hingga 2008 sebelum bergabung dengan armada pencari ikan Korea Selatan.
Selanjutanya selama satu tahun kapal ini beralih kepemilikan empat kali termasuk di tangan Park Boo-in dan STD Fisheries Corporation.
Antara 2008 dan 2015, kapal ini dibangun ulang menjadi penangkap ikan di Antartika yang mampu beroperasi di lautan wilayah selatan yang ganas dan mampu menyimpan ikan dalam waktu lama.
Salah satu ikan yang menjadi incaran adalah toothfish yang kerap disebut emas putih karena harganya yang amat mahal.
Namun, untuk menangkap ikan ini sebuah perusahaan atau kapal nelayan membutuhkan izin khusus.