Ternyata Ini Penyebab Harga Tiket Pesawat Tinggi, Penumpang Harus Tahu

Satu diantara alasan melonjaknya harga tiket pesawat adalah tingginya harga avtur, sehingga pihak maskapai berinisatif menaikan harga tiket, benarkah?

Editor:
Tribun Batam
Ilustrasi: Pesawat Lion Air berjejer di Bandara Hang Nadim Batam, beberapa waktu lalu. 

Salah satunya dengan mengurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pertamina saat menjual avtur.

"Pertama, mengkaji mengurangi PPN avtur. Jadi pajak pertambahan avtur di Indonesia 10 persen. Di Singapura 7 persen. Kira-kira bisa enggak Menkeu memberi stimulus untuk PPN avtur dikurangi, minimal kompetitif dengan negara tetangga, supaya harga avturnya bisa lebih murah," ujar Abra saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/2/2019).

Kedua, lanjut Abra, pemerintah juga perlu mengurangi biaya yang dikenakan otoritas bandara kepada Pertamina saat menjual avtur.

"Pungutan itu menyebabkan ada tambahan ongkos buat Pertamina. Di negara lain informasi yang saya dapat itu enggak ada. Solusinya duduk bersama antara stakeholder kira-kira ruang mana yang masih dimungkinkan untuk jadi jalan keluarnya," kata Abra.

Untuk solusi jangka panjangnya, kata Abra, Pertamina harus mengurangi ketergantungan impor minyak.

Sebab, saat ini Pertamina, menurut dia, harus mengimpor 40 persen minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan avtur dalam negeri.

Untuk mengurangi Impor, lanjut Abra, perlu dibangun kilang pengelolaan minyak yang berbasis green energy. Diharapkan, hal tersebut bisa mengurangi impor Pertamina.

"Misalnya dengan minyak kelapa sawit. Supaya impor avtur kita menyusut dan pada akhirnya kita bisa menyediakan harga avtur lebih murah lagi. Poinnya jangan terus merongrong Pertamina," ucapnya.

MASKAPAI TERAPKAN DYNAMIC PRICING

Selain dipicu harga avtur yang lebih mahal, pengamat penerbangan, Arista Atmajati mengatakan saat ini perusahaan maskapai penerbangan tengah menerapkan pola dynamic pricing.

Akibatnya, harga tiket pun dikeluhkan dan menjadi perhatian publik. Dynamic pricing adalah harga produk dan jasa akan bervariasi untuk satu produk dan jasa yang sejenis berdasarkan penentuan harga pada kondisi tertentu.

"Sebetulnya bukan harga naik, tapi memainkan (harga). Namanya dynamic pricing," ungkap Arista ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (12/2/2019).

Arista mengatakan, langkah ini pertama kali diterapkan oleh Garuda Indonesia sebagai maskapai dengan status price leader yang memiliki fasitas full service.

Mereka bisa menentukan sendiri kenaikan harga tiket.

"Dia (Garuda Indonesia) bisa mengutip 100 persen dari harga ketentuan yang ditentukan oleh pemerintah, berdasarkan Permenhub Nomor 14 Tahun 2016," ujarnya.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved