Serangan Mulai Dilancarkan Jokowi ke Prabowo-Sandi, Joko Widodo: "Masa Kita Empat Tahun Diem Saja"

Jokowi menilai, dalam berkampanye memang diperlukan serangan atau offensive ke kubu lawan agar suara tetap terjaga di masyarakat.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Presiden Joko Widodo. 

Fakta yang ada, berdasarkan hasil riset lembaga survei resmi dan diakui KPU, selisih suara kedua pasangan minimal 20 persen.

Baca Juga:

Latihan Serasa Perang Sungguhan, Denjaka Gunakan Peluru Tajam Beratraksi di Depan Jenderal Amerika

Rahasia Mencerahkan Wajah Hanya Dengan Air Putih, Ini 4 Manfaat Minum Air Putih di Pagi Hari

Si Cantik Ira Koesno 50 Tahun Betah Melajang: Ternyata Ini Tipe Laki-laki yang Didambakannya

Hanya ada dua lembaga survei yang menyatakan selisihnya sudah berkurang. Yakni lembaga Media Survei Nasional (Median) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis).

"Kita harus lihat track record. Kita harus berkaca pada lembaga survei yang asosiasinya masuk ke KPU. Jadi lembaga survei yang diakui KPU itu memberi data kedua paslon itu bedanya masih 20 persen," kata Erick, pengusaha muda pendiri Grup Usaha Mahaka itu.

Kecelakaan Bus di Purwakarta

Sebagai pengingat, pada 2014, Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) memutuskan untuk mengeluarkan Jaringan Suara Indonesia (JSI) serta Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) dari keanggotaan Persepi.

Pangkal masalahnya, kedua lembaga tak bisa mempertanggungjawabkan publikasi hasil hitung cepat Pilpres 2014 bahwa Prabowo-Hatta unggul dengan selisih 1%-2% suara.

Nah, lanjut Erick, kalaupun survei Median dan Puskaptis itu hendak diakui, jika dihitung rata-rata selisih elektabilitas kedua pasangan calon, masih di angka 15-18 persen.

Semuanya dengan kemenangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin. Sehingga aneh bila disebut Jokowi-Ma'ruf panik. Yang terjadi seharusnya adalah sebaliknya.

"Intinya, kalau dikatakan Jokowi panik karena survei, jawabannya tidak," kata Erick, yang diketahui sukses menginisiasi penyelenggaraan turnamen sepakbola Piala Presiden itu.

Kedua, soal terminologi ofensif. Erick mengaku bahwa dirinya pernah bicara bahwa Tim Jokowi-KH Ma'ruf sudah saatnya ofensif.

Pernyataan dikeluarkan saat rapat koordinasi tim hukum TKN, yang dihadiri Yusril Ihza Mahendra. Konteks ofensif itu adalah pihak Jokowi-Ma'ruf sering dilaporkan ke Bawaslu tanpa data akurat oleh pihak lawan.

"Jadi saya katakan, sudah selayaknya tim hukum kita ofensif melaporkan dengan fakta dan data," kata pria yang sukses memimpin penyelenggaran Asian Games 2018 di Jakarta itu.

Baca Juga:

DPRD Gelar Rapat Paripurna Penyampaian 4 Ranperda DPRD dan 15 Ranperda Pemkab Muarojambi

Keji, 6 Fakta Bapak Jadikan Anak Kandung Budak 5eks di Kupang, Mabuk, Disuruh Buka

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Menguat 0,48 Persen, Menyentuh Angka Rp 13.895

Masalahnya kemudian, pihak lawan langsung memelintir. Ketika tim hukum melakukan pelaporan berdasarkan data dan fakta yang ditindaklanjuti secara serius oleh aparat, langsung diisukan telah terjadi kriminalisasi.

"Mereka tak bisa membedakan kriminalisasi dengan penegakan atas fakta hukum. Ini perlu saya tegaskan supaya fair dulu ya," imbuhnya.

Jokowi sendiri, dalam beberapa hari terakhir, sebenarnya hanya menyampaikan isi hatinya. Bahwa isu yang ada selama ini sebenarnya terbalik-balik. Ketika sebagai petahana Jokowi dituduh melakukan kriminalisasi, yang terjadi sebenarnya adalah Jokowi dizalimi.

Halaman
1234
Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved