Terkuak Isi RUU Permusikan yang Dikritik Jerinx SID & Para Musisi, 4 Poin Ini Disebut Merugikan

Namun dari keributan soal RUU Permusikan yang tengah ramai menyeret nama Anang Hermasnyah dan Jerinx SID.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
faktaasikunik.blogspot.com
Ilustrasi Main Band 

TRIBUNJAMBI.COM - Jadi perdebatan antar musisi tanah air Indonesia. RUU Permusikan disebut ada beberapa poin yang merugikan.

Mulai dari membatasi kreativitas hingga membuat rugi musisi dalam membuat lagu dan segala macamnya.

Namun dari keributan soal RUU Permusikan yang tengah ramai menyeret nama Anang Hermasnyah dan Jerinx SID.

Sudah tahukah kamu isi lengkap dari RUU Permusikan tersebut.

Ada 4 poin yang dianggap merugikan para musisi tanah air. Apa saja itu, selengkapnya baca artikel di bawah ini.

Baca Juga:

Isi RUU Permusikan, Penjelasan Kenapa Ditolak dan Kontroversi Pasal 5, Dianggap Membatasai Ekspresi

RUU Permusikan, Jerinx Kembali Sindir Anang Ashanty, Tantangan Debat Ditanggapi Jualan Ayam

Siapa Diuntungkan dan Dirugikan di RUU Permusikan? Danilla Riyadi Bikin Petisi #TolakRUUPermusikan

Muncul Petisi Tolak RUU Permusikan, Musisi Melanie Subono hingga Sutradara Joko Anwar Ikut Tolak

RUU Permusikan menjadi pembicaraan hangat karena ditentang oleh musisi maupun pelaku musik.

Pasal inilah yang ditentang dan hal-hal yang dianggap membatasai ruang gerak dan ekspresi bermusik dari para musisi.

Penolakan tersebut disuarakan oleh para musisi dan pelaku musik di Indonesia.

Poster penolakan para artis musik terhadap RUU Permusikan.(Instagram/Endah N Rhesa)
Poster penolakan para artis musik terhadap RUU Permusikan.(Instagram/Endah N Rhesa) (Instagram/Endah N Rhesa)

Melansir dari Kompas.com, sebanyak 262 pelaku musik memberikan pernyataan sikap menolak draf Rancangan Undang Undang (RUU) Permusikan.

Di antara mereka terdapat artis- artis musik seperti Rara Sekar, Danilla Riyadi, Endah N Rhesa, Efek Rumah Kaca, Bonita, Barasuara, Vira Talissa, Petra Sihombing, Nadine Hamizah, Mondo Gascaro, dan lain-lain.

Berdasarkan keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (4/2/2019), mereka berpendapat pemerintah tidak memiliki kepentingan untuk mengesahkan rancangan undang-undang tersebut.

"Kami, Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan selaku para pelaku musik Indonesia, menyatakan Menolak RUU Permusikan untuk diundangkan," bunyi pernyataan tersebut.

"Setelah membaca dan menelaah naskah RUU Permusikan saat ini, kami merasa tidak ada urgensi bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya untuk menjadi Undang-Undang," sambungnya.

Mereka menilai, RUU Permusikan membatasi ruang gerak mereka berekspresi dalam bermusik.

Tak sampai di situ, RUU Permusikan juga memuat pasal yang tumpang tindih dengan beberapa undang-undang lain.

"Sebab, naskah ini menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat dukungan perkembangan proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik,"

"Secara umum, RUU Permusikan ini memuat Pasal yang tumpang tindih dengan beberapa Undang-Undang yang ada seperti: Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Undang-Undang ITE,"

"Lebih penting lagi, RUU ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, serta bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi,"

Baca Juga:

Lucky Angpao, Cukup Belanja Rp 500 Ribu di Jamtos Bisa Dapat Angpao Jutaan

Kabar Terbaru Vanessa Angel Dipenjara, Sempat Kirim Pesan Ini, Ternyata Sempat Berniat Bunuh Diri

VIDEO: Lezatnya Kue Keranjang dan Cara Membuatnya, Sajian Imlek 2019

Rara Sekar mengatakan, ada 19 pasal yang disorot karena dinilai tidak memiliki kejelasan.

"Kami menemukan setidaknya 19 Pasal yang bermasalah. Mulai dari ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan “siapa” dan “apa” yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik" ucap Rara.

Danilla menuturkan, kesejahteraan musisi sudah diatur dalam Undang Undang Perlindungan Hak Cipta.

"Kalau musisinya ingin sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Pelindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi itu; jadi untuk apa lagi RUU Permusikan ini," ujarnya.

"Kami tetap mendukung upaya menyejahterakan musisi dan terbentuknya ekosistem industri musik yang lebih baik, hanya caranya bukan dengan mengesahkan RUU ini," lanjut Danilla.

Larangan di Pasal 5 RUU Permusikan

Sebelumnya, musisi Glenn Fredly dan Rian d'Masiv mendatangi Gedung DPR di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.

Kedua musisi itu menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo, anggota Komisi X Maruarar Sirait, dan anggota Komisi X Anang Hermansyah.

Kedua musisi itu meminta agar draf RUU Permusikan yang saat ini tengah dibahas itu diperbaiki.

RUU itu sudah sendiri telah diajukan tahun 2017 dan diharapkan bisa disyahkan tahun ini.

Namun para musisi melihat draf RUU Permusikan itu sangat menganggu mereka.

Salah satu pasal yang dipersoalkan dan cukup menggelitik adalah Pasal R RUU Permusikan.

Pasal itu membahas soal larangan dalam penciptaan musik.

Salah satu di Pasal 5 itu membahas, dalam proses kreasi musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum.

Dilarang membuat konten pornografi, dilarang memprovokasi pertentangan antarkelompok, dilarang menodai agama, dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing dan dilarang merendahkan harkat serta martabat manusia.

Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul, mengatakan, Badan Keahlian menyusun naskah akademik berdasarkan permintaan.

Permintaan RUU Permusikan itu datang dari Anang Hermansyah, anggota Komisi X DPR.

Berikut Rangkuman dari 4 Poin Merugikan Musisi dari RUU Permusikan

1. Pasal Karet

Pertama, koalisi menemukan ada sejumlah pasal karet yang terselip dalam racangan aturan tersebut. Salah satunya ada di Pasal 5. Cholil Mahmud, vokalis Efek Rumah Kaca, mengatakan beleid itu memuat kalimat yang multi tafsir. 

Di Pasal 5 RUU Permusikan disebutkan, seorang musisi dilarang menciptakan lagu yang menista, melecehkan, menodai, dan memprovokasi. Cholil melihat rancangan pasal ini membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai.

Selain itu, pasal ini bertolak belakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin oleh konstitusi NKRI yaitu UUD 1945. Dalam konteks ini, penyusun RUU Permusikan telah menabrak logika dasar dan etika konstitusi dalam negara demokrasi.

2. Meminggirkan Musik Independen dan Berpihak pada Industri Besar

Endah Widiastuti dari Endah n Resa mengatakan RUU Permusikan ini tidak memahami gerakan musik bawah tanah. Alasannya, beberapa pasal di dalam draf aturan ini malah terkesan mendukung industri besar.

Musisi Jason Ranti mengatakan salah satu indikasi adalah adanya beleid yang mensyaratkan sertifikasi pekerja musik. Selain itu, Pasal 10 aturan ini juga mengatur distribusi musik yang malah mendukung industri besar. Karena tidak memberikan ruang kepada musisi untuk mendistribusikan karya secara mandiri.

Pasal ini sangat berpotensi meminggirkan musisi independen. Menurut Jason Ranti, pasal ini menegasikan praktek distribusi karya musik yang selama ini dilakukan oleh banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar. “Ini kan curang,” kata Jason Ranti.

3. Memaksakan Kehendak dan Mendiskriminasi 

Salah satu beleid di dalam RUU Permusikan ini adalah adanya uji kompetensi dan sertifikasi bagi musisi. Komposer, Mondo Gascoro, mengatakan beberapa negara memang menerapkan uji kompetensi. “Namun, lembaga sertifikasi tidak memaksa pelaku musik, tetapi hanya pilihan," kata dia.

Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi
autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji
kompetensi. 

4. Memuat Informasi Umum dan Mengatur Hal yang Tak Perlu

Beberapa Pasal memuat redaksional yang tidak jelas mengenai apa yang diatur dan
siapa yang mengatur. Misalnya, Pasal 11 dan 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktekkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya. Kedua Pasal ini tidak memiliki bobot nilai yang lebih sebagai sebuah Pasal yang tertuang dalam peraturan setingkat Undang-undang.

Demikian pula dengan Pasal 13 tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia. Wilayah karya musik merupakan karya seni. “Seni itu sendiri merupakan bahasa, sehingga penggunaan label berbahasa Indonesia pada karya seni seharusnya tidak perlu diatur” kata musisi, Puti Chitara.

Jerinx Twitwar Dengan Ashanty

Sebelumnya diberitakan Tribunjatim.com RUU Permusikan yang sedang diperjuangkan Anang Hermansyah membuat Ashanty ribut dengan drummer SID, Jerinx.

Ashanty dan Jerinx SID tampak berbalasan postingan dan story di akun Instagram masing-masing.

Diawali dari cuitan Jerinx SID di Twitter, Ashanty segera buka suara dan pasang badan untuk suaminya.

Sempat tantang debat, namun akhirnya Anang Hermansyah tak mau debat live di radio.

Pihak Anang dan Ashanty dikabarkan segera melaporkan Jerinx ke Kepolisian.
Pihak Anang dan Ashanty dikabarkan segera melaporkan Jerinx ke Kepolisian. (Instagram)

Jerinx SID pun memosting ini di akun IG-nya @jrxsid, Jumat (1/2/2019).

Drummer asal Bali ini memosting foto tiga orang yang sedang bermain musik, namun badannya berada di bawah air sementara kepalanya tak terlihat.

Semenit lalu harusnya saya debat live sama @ananghijau di radio @elshintanewsandtalk.

Tetiba saya dikabari pihak radio kalau mas Anang ga mau debat.

Maunya diwawancara terpisah (emoji)

#RUUkampungan

Ashanty tak tinggal diam dan kembali menanggapi postingan ini.

Lewat IG Story, Ashanty mengunggah tangkapan layar postingan Jerinx dan menyampaikan bahwa pihak Anang ingin berdebat di TV saja agar semua orang bisa melihat.

Ashanty pun mempertanyakan keberanian Jerinx dan minta dikabari kapan drummer SID ini punya waktu untuk debat di TV.

"Hahaha iyaa mas kita maunya debat di TV biar semua orang liat. Berani ngga??

Plis mas pliss @jrxsid Kapan bisa kabarin ya," tulis Ashanty.

Perdebatan keduanya pun masih berlanjut di sosial media masing-masing.

Komentar Anang Sambut Soal Kritikan RUU Permusikan

Anang Sambut Kritik RUU Permusikan

Sejumlah pihak mengkritik beberapa substansi materi Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan yang saat ini masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019.

Inisiator sekaligus Anggota DPR RI Anang Hermansyah menanggapi sejumlah kritik dari publik soal substansi materi yang tertuang dalam RUU Permusikan.

Ia menyambut positif kritik dan tanggapan atas RUU Permusikan.

“Saya bersyukur atas respon dan kritik terhadap RUU Permusikan. Ini berarti ada kepedulian dari stakeholder atas keberadaan RUU ini," ujar Anang dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jumat (01/2/2019).

Anang menyebutkan kronologi keberadaan RUU Permusikan yang bermula dari Kaukus Parlemen Anti Pembajakan yang ia inisiasi bersama politisi lintas fraksi pada enam bulan pertama saat menjadi anggota DPR RI pada Maret 2015.

"Saat itu kita keliling ke berbagai pihak. Mulai Presiden, Kapolri, Jaksa Agung termasuk on the spot ke Glodok terkait dengan pemberantasan pembajakan di ranah musik," ungkap Anang.

Dalam perjalanannya, imbuh Anang, efektivitas patroli pemberantasan bajakan oleh aparat kepolisian tidak efektif di lapangan.

Kondisi tersebut, Anang menyebutkan, memunculkan ide urgensi regulasi terkait dengan eksistensi musik di Indonesia.

"Berawal dari masukan dan diskusi dengan melibatkan banyak pihak memunculkan ide dibutuhkan regulasi berupa RUU Tata Kelola Musik. Namun pada akhirnya nomenklatur yang dipilih adalah RUU Permusikan," tambah Anang.

Pada pertengahan Juni 2017, Anang menyebutkan komunitas musisi dan stakeholder yang tergabung dalam Konferensi Musik Indonesia (KAMI) datang ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan keberadaan regulasi di bidang musik.

"Saat itu, 10 fraksi di DPR bulat mendukung keberadaan RUU Permusikan. Tidak hanya mendukung, DPR berkomitmen sebagai pihak yang menginisiasi RUU Permusikan. Momentum itu membuktikan, musik menyatukan sekat-sekat perbedaan politik," urai Anang.

Setahun berikutnya, Anang menuturkan perjalanan RUU Permusikan mengalami kemajuan.

Kala itu memunculkan diskusi apakah RUU Permusikan muncul dari Komisi X atau dari Baleg DPR RI.

Seiring keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Pasal 105 ayat (1) huruf d yang isinya memberikan kewenangan kepada Baleg DPR RI untuk mengusulkan sebuah RUU.
Sebelumnya, kewenangan mengajukan RUU hanya dimiliki Komisi, Anggota DPR dan DPD RI.

"Akhirnya RUU Permusikan diusulkan oleh Baleg melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) yang terdiri dari para ahli dan birokrat DPR," jelas Anang.

Menurutnya, BKD meminta pendapat dari berbagai stakeholder terkait dengan materi yang terkandung dalam RUU tersebut.

"Meski tentu tidak semua pihak diminta pendapat dan masukan. Maklum saja, itu baru draft, baru rancangan," imbuh legislator PAN ini.

Anang menuturkan, RUU Permusikan tertanggal 15 Agustus 2018 yang saat ini beredar di publik merupakan usulan inisiatif DPR yang berasal dari BKD DPR RI dan diusulkan secara resmi oleh Baleg DPR RI sebagai inisiatif DPR dalam sidang paripurna DPR pada 2 Oktober 2018.

"Nah, pada sidang paripurna DPR pada 31 Oktober 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019," terang Anang.

Musisi asal Jember ini menyebutkan penyampaian kronologi perjalanan RUU Permusikan ini penting disampaikan agar publik mengetahui secara detail proses perjalanan sebuah RUU.

"Jika dicermati, perjalanan RUU Permusikan ini tergolong cepat. Saya melihat kuncinya terletak pada kesamaan ide antara stakeholdermusisi bersama DPR RI. Teorinya, ini tidak mudah, karena DPR merupakan lembaga politik, tapi kenyatannya semua dimudahkan," jelas Anang.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus musisi, Anang Hermansyah, saat ditemui di Balai Kota, Senin (11/4/2016). (KOMPAS.com/Kurnia Sari Aziza)
Adapun terkait dengan materi RUU Permusikan yang saat ini menimbulkan respon dari publik, Anang justru menyambutnya dengan positif.

"Saya sungguh senang, saat ini semua pihak berkomentar atas materi RUU ini. Partisipasi masyarakat memang menjadi unsur penting dalam pembuatan sebuah UU, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Anang.

Sejumlah materi yang dikritisi oleh sejumlah pihak di antaranya yang tertuang di Pasal 5 RUU Permusikan yang dinilai akan mengengkang kreativitas para musisi dan dinilai sebagai pasal karet.

"Saya bisa memahami kegelisahan teman-teman terkait dengan pasal 5 RUU Permusikan ini, itu bisa didiskusikan dengan kepala dingin," cetus Anang.

Hanya saja, kata Anang, dalam pembuatan sebuah UU yang baik, harus berlandaskan pada tiga landasan yakni landasan filosofis, yuridis dan sosiologis.

Isu kebebasan berkekspresi yang disandingkan dengan norma di Pasal 5, kata Anang, harus dikembalikan pada ketentuan tentang HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

"Isu kebebasan berkespresi dan berpendapat, pada akhirnya dihadapkan padal Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 bahwa kebebasan itu dibatasi dengan UU yang mempertimbangkan nilai moral, agama, keamanan dan ketertiban umum dalam bingkai negara demokrasi," urai Anang.

Kendati demikian, Anang juga memiliki catatan terkait Pasal 5 RUU Permusikan, khususnya di huruf f yang isinya "membawa pengaruh negatif budaya asing".

Dalam penilaian Anang, ketentuan ini yang justru berpotensi menjadi pasal karet karena tidak jelas ukuran yang dimaksud.

Adapun terkait dengan persolaan uji kompetensi dan sertifikasi, Anang menyebutkan isu tersebut semata-mata untuk menjadikan profesi ini mendapat penghargaan dan perlindungan oleh negara.

"Belum lagi syarat sertifikasi yang harus dimiliki jika musisi hendak tampil di pentas internasional. Tapi, apa pun masukan dari stakeholder sangat berarti dalam proses pembahasan RUU ini," tandas Anang.

Ia menuturkan persoalan sertifikasi telah menjadi kebutuhan merujuk keberadaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan hasil ratifkasi dari Regional Model Competency Standard (RMCS) dari International Labour Organization, Organisasi Buruh Internasional di bawah PBB.

"Memang tampak absurd mengukur karya seniman dan musisi melalui uji komptensi dan sertifikasi. Namun globalsiasi dan perdagangan bebas menuntut situasi seperti ini. Tapi semua harus kita diskusikan lebih detail kembali," ungkap Anang.(*)

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved