Kakinya Membusuk Dibedil Meriam Belanda, Prajurit Kopassus Ini Tak Lepas dari Perhatian Soeharto

Sisi lain dari prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) adalah, tetap ingin bertugas walau tidak sempurna lagi akibat perang yang merusak

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Kolase/Tribun Jambi
Agus Hernoto Legenda Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Sisi lain dari prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) adalah, tetap ingin bertugas walau tidak sempurna lagi akibat perang yang merusak anggota tubuhnya.

Cerita itu bukan fiksi belaka. Semua diambil melalui kisah sosok satu ini.

Dia adalah Agus Hernoto yang tak bisa dilupakan begitu saja perjuangan dan jasanya.

Agus Hernoto mengabdi kepada bangsa dan negara selama hidupnya, dari masa Orde Lama hingga Orde Baru.

Baca Juga:

Bukan Orang Biasa! Sosok Danpaspampres Jokowi Pernah Bercokol di Satuan Elit Kopassus, Ini Sosoknya

Haji Umar Keluarkan Jurus Pukul ke Master Karate Jepang Hingga K.O, Prajurit Kopassus Terperangah

Kopassus Didoktrin Harus Menang Meski Hanya Bersenjata Sebilah Pisau hingga Larangan Berlatih ke AS

TERBARU! Tukang Ojek Ditembak Mati KKB Papua, Danjen Kopassus Sebut KKB Kumpulan Anak Muda Mau Eksis

Dijelaskan dalam buku Legenda Pasukan Komando: Dari Kopassus sampai Operasi Khusus yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Agus Hernoto merupakan anggota pasukan komando berkaki satu yang punya semangat juang tinggi.

Agus adalah pejuang tak kenal takut dari Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau sekarang lebih dikenal dengan Kopassus.

Ia juga dikenal begitu menjiwai motto berani-benar-berhasil, bahkan setelah dia tidak bergabung lagi dengan Kopassus.

Ya, Agus didepak dari Kopassus, dulu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), gara-gara kondisinya.

Agus Hernoto kehilangan satu kakinya saat memimpin Operasi Benteng I dalam rangka pembebasan Irian Barat.

Kolonel Inf. Agus Hernoto
Kolonel Inf. Agus Hernoto (Kompas.com)

Saat itu kakinya tertembak meriam tentara Belanda.

Anak buahnya berusaha membopong dan menyelamatkan komandannya namun, di situasi kala itu, Agus memilih jalannya sendiri.

Ia tetap berada di medan pertempuran hingga akhirnya tertangkap dan ditawan oleh tentara Belanda.

Dalam pertempuran di pedalaman Papua pada pertengahan 1962, Agus dan pasukannya terlibat kontak senjata yang sengit.

Dia terluka parah pada bagian punggung dan kaki kirinya.

Ia tetap berada di medan pertempuran hingga akhirnya tertangkap dan ditawan oleh tentara Belanda.

Meski hari-harinya diisi penyiksaan, tapi mulut Agus terkunci rapat.

Ilustrasi Tawanan
Ilustrasi Tawanan (Istimewa)

Dia tak sudi membocorkan informasi terkait operasi besar-besaran yang dipimpin Benny Moerdani, atasannya.

Meski begitu, pasukan Belanda juga memperlakukan Agus sesuai konvensi Jeneva.

Agus dirawat hingga sembuh tapi kakinya terpaksa diamputasi mengingat luka tembaknya sudah membusuk.

Agus masih hidup dan Irian Barat akhirnya jatuh ke tangan Indonesia.

Kabar buruk kemudian menghampiri. Pada akhir 1964, diadakan sebuah pertemuan perwira RPKAD membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD dan Agus termasuk di dalamnya.

Rekan yang sekaligus juga atasannya, Benny Moerdani, berusaha membelanya.

Akibatnya, mereka berdua sama-sama dikeluarkan.

Benny Moerdani
Benny Moerdani (istimewa)

Namun, Agus kemudian sempat bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden RI Soekarno (Paspampres).

Sedangkan Benny ditarik ke Komando Cadangan Strategis Angkatan darat (Kostrad) di bawah Mayjen TNI Soeharto.

Di kemudian hari keduanya bergabung dengan tim Operasi Khusus pimpinan Ali Moertopo.

Setiap kali ada operasi intelijen, dipastikan Agus terlibat dan berperan aktif di dalamnya.

Contohnya, Agus pernah terlibat dalam operasi Komodo yang merupakan persiapan menuju serangan Seroja di Timor-Timur.

Agus ditunjuk langsung oleh Kepala BAKIN kala itu, Letnan Jenderal TNI Yoga Soegama, untuk mencari informasi mengenai keberadaan pos-pos musuh dan menentukan "dropping zone" yang aman.

Cuma Kurir Narkoba di Langsa, Tapi Harta Pria Ini Mencengangkan, Deretan Mobil Mewah Ini Disita

Sudjiwo Tedjo Tanggapi Pernyataan Propaganda Rusia Ala Jokowi yang Diprotes Kedubes Rusia

INFO SNMPTN 2019 TERKINI! Peringkat Para Pendaftar SNMPTN 2019 Bisa Dilihat Hari Ini, Cek di Sini

Terbaru Gunung Merapi, Hari Ini Enam Kali Muntahkan Lava Pijar

Salah satu informasi menarik yang terungkap dalam buku Legenda Pasukan Komando adalah medali "Bintang Sakti" yang kemudian diterima Agus pada 1987.

Penghargaan itu terkait dengan keberaniannya menanggung derita saat dipaksa membocorkan informasi di Papua pada 1962.

Saat itu yang menerima medali paling bergengsi dari Presiden Soekarno itu cuma Benny dan Untung.

Bintang Sakti diberikan kepada Agus setelah mendapat kesaksian akan keberanian Agus dari perwira Belanda yang pernah menawannya.

Kesaksian disampaikan kepada Benny Moerdani yang saat itu menjabat Panglima ABRI dan berkunjung ke Belanda.

"Saya selalu teringat sosok Pak Agus yang pemberani itu, khususnya jika sedang tugas di hutan Timtim. Keteladanan Pak Agus selalu melekat pada saya," kata mantan Wakil KSAD Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri yang memberikan testimoni dalam buku tersebut.

Presiden Soeharto
Presiden Soeharto (soeharto.co)

Kisah Agus sendiri juga tetap diingat oleh Presiden Soeharto sehingga setiap kali bertemu, Presiden RI kedua itu selalu menanyakan kondisi kaki Agus.

Selama hidupnya, Agus mengabdi kepada bangsa dan negara sejak masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan dalam Divisi Brawijaya di Malang.

Dia kemudian bertugas di Batalion Andi Mattalatta di Makasar, Sulawesi Selatan, RPKAD (Kemudian menjadi Koppasus), Operasi Pasukan Khusus (Opsus) di bawah Kostrad, menjadi Opsus di bawah Bakin, dan terakhir di Pusintelstrat Hankam (kemudian bernama Bais ABRI).

Di dalam Opsus, Agus bertugas menjadi semacam Komandan Detasemen Markas atau Dandenma yang mengatur segala hal terkait operasi-operasi opsus.

Ia juga terlibat dalam berbagai Opsus di Irian Barat dan Timor Timur.

Di sisi lain, Benny Moerdani ternyata masih tidak terima dan marah terkait dirinya yang pernah didepak sebagai anggota RPKAD setelah membela Agus Hernoto.

Kemarahan itu diluapkannya saat menghadiri undangan Kopassus pada tahun 1985.

Seperti dilansir dalam buku 'Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto.

Benny yang saat itu menjabat sebagai Panglima TNI diminta untuk memberikan baret merah kehormatan Kopassus kepada Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung Sultan Iskandar.

Duaaar. . .! Smartphone Pegawai Diskominfo Riau Mendadak Meledak, Pemilik Alami Luka di Wajah

Aktivis Lieus Sungkharisma Ngamuk Tak Dibolehkan Jenguk Ahmad Dhani, Ini Alasan Pihak Lapas

Kakanwil Kemenkumham Jambi Sebut Maling Sandal Tak Perlu Dipenjara, Ini Alasannya

Sebelum acara dimulai, ia beristirahat di ruang Komandan Kopassus Brigjen Sintong Panjaitan.

Di sana ada pula KASAD Jenderal Try Sutrisno, Wakil KASAD Letjen TNI Edi Sudrajat dan Wakil Komandan Kopassus Kolonel Kuntara.

Ada kejadian mengejutkan di ruangan yang sedang ditempati para perwira tinggi TNI itu.

Saat Brigjen Sintong memberikan baret merah kehormatan Kopassus, Benny membanting baret itu ke meja dan akhirnya jatuh di lantai.

Sontak orang-orang di ruangan itu terkejut saat melihat Benny begitu emosi dan berwajah seram.

Namun pada akhirnya Benny bersedia mengenakan baret itu dan mengikuti acara.(*)

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: 

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved