Pilot Hebat TNI AU Ini Ngamuk, Banting Makanannya Depan Para Jenderal Karena Nasib Anak Buahnya

Sosok pendek dan kekar itu merupakan pilot andalan TNI AU dalam setiap misi di dalam perang.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
JurnalJakarta
Leo Wattimena Pilot Handal TNI AU 

TRIBUNJAMBI.COM - Bila ingat kisah Jenderal sekaligus pilot hebat andalan TNI AU yang marah-marah kepara Jenderal TNI.

Pastinya sangat akrab dengan sosok Leo Wattimena.

Ya, hanya Leo Wattimena lah yang berani berjuang demi anak buahnya.

Kisah Leo saat itu sangat viral saat ingin memperjuangkan nasib para prajuritnya.

Sosok pendek dan kekar itu merupakan pilot andalan TNI AU dalam setiap misi di dalam perang.

Baca Juga:

Zona Mengerikan & Berbahaya Ini Disisir TNI, Tongkat Komando Sang Pimpinan KKB Ditakuti Ditemukan

KKB Makin Terhimpit, Tim Gabungan TNI/Polri Tangkap & Menahan 3 Sosok Pemasok Amunisi KKB Papua

Ucapkan Kalimat Tegas Ini, Legenda TNI AU Buat Pasukan Gaib Jawa Penunggu Jembatan Angker Hilang

Ini Dia Sosok Pilot Jet Tempur F-16 TNI AU yang Paksa Turun Pesawat Asing, Ganteng Banget Lho!

Trikora dan pembebasan Irian Barat jadi misi yang pernah dijalani pilot tangguh ini.

Leo berjasa besar membangun kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di era 1950 dan 1960an.

Leo Wattimena
Leo Wattimena (Ade Sulaeman)

Saat itu AURI adalah Angkatan Udara terkuat di belahan bumi bagian selatan.

Jauh lebih kuat dari Australia, apalagi Singapura dan Malaysia.

Sosoknya dikenal disiplin dan punya kemampuan keras. Dia tak malu bekerja di pelabuhan supaya bisa tetap sekolah.

Kesempatan emas untuk Leo muda datang di tahun 1950.

Pemerintah Indonesia mengirim 60 penerbang untuk dididik di Trans Ocean Airlines Oakland Airport (Taloa) di Amerika Serikat. Leo membuktikan kelasnya.

Dia jadi lulusan terbaik di Taloa hingga kemudian dipercaya untuk mengikuti pendidikan lanjutan sebagai instruktur.

Postingan Putri Ahok, Siapa yang Dimaksud Serangga Jelek Pura-pura Jadi Kupu-kupu?

Ini Kata Danrem Elphis, Soal Karhutla di Jambi

Awasi Dana Bansos, Polda Jambi Bentuk Satgas Bansos Pasca MoU Polri dan Mensos

Raffi Ahmad Memutar Uang dari Jual Beli Mobil Mewah, Gara-gara Hobi Banyak Ruginya

Mbak Ve Mucikari Prostitusi Online Ditangkap! Anak Buahnya Digerebek, Kondom Berserakan di Kamar

Setelah pulang ke Indonesia, Leo segera menerbangkan pesawat pemburu P-51 Mustang.

Dia jadi legenda karena kepiawaian dan kenekatannya.

Teman sesama pilot di dalam dan luar negeri sampai geleng-geleng kalau lihat Leo menerbangkan pesawat tempur.

Sebutan 'orang gila', 'pilot handal', 'jenius', 'G-Maniac' disematkan pada Leo saat dia beraksi di udara.

Demikian dikutip dari Dinas Penerangan TNI AU.

Pria kelahiran Singkawang, Kalimantan Barat 3 Juli 1927 itu kemudian dikirim berlatih menjadi pilot tempur pesawat 'pancar gas' di inggris tahun 1954.

Indonesia membeli de Havilland DH-115 Vampire yang merupakan pesawat tempur bermesin jet pertama AURI.

Lagi-lagi Leo jadi yang paling jago.

Deretan jet tempur A-4 TNI AU
Deretan jet tempur A-4 TNI AU (Ade Sulaeman)

Dua tahun kemudian dia kembali dikirim ke Rusia untuk mempelajari jet tempur MiG 15 dan 17.

Pesawat terbaik pada masa itu. Lalu dia ke Mesir untuk mempelajari aneka teknik pertempuran.

Karir Leo melesat secepat pesawat jet yang dikemudikannya.

Mulai dari komandan skadron pesawat pancar gas hingga menjadi Panglima Angkatan Udara Mandala dengan pangkat Komodor Udara tahun 1962.

Usianya saat itu baru 35 tahun dan sudah menjadi jenderal bintang satu.

Komodor Leo Wattimena juga dikenal egaliter dan selalu memperhatikan para prajuritnya lebih dulu.

Saat mempersiapkan misi penyerbuan Irian Barat, Leo melihat para prajurit cuma diberi makan tempe.

Leo (kanan) sebagai Wakil II Panglima Komando Mandala bersama Mayjen Soeharto, melihat peta Pulau Irian di dalam pesawat saat Operasi Trikora.
Leo (kanan) sebagai Wakil II Panglima Komando Mandala bersama Mayjen Soeharto, melihat peta Pulau Irian di dalam pesawat saat Operasi Trikora. (Mylesat.com)

Padahal mereka akan diterjunkan di belantara Irian dan belum tentu pulang dengan selamat.

Sementara itu, Leo melihat para jenderal yang cuma duduk-duduk di belakang meja enak-enak makan daging ayam.

Leo marah besar. Dibuangnya jatah makanannya sebagai bentuk protes untuk anak buah yang mau bertempur.

Itulah Leo, pilot dan komandan jagoan yang sangat peduli pada prajurit rendahan.

Setelah Presiden Soeharto berkuasa, satu per satu Jenderal yang dianggap sebagai saingan atau membahayakan dikirim sebagai Duta Besar. Istilah Orde Barunya Didubeskan.

Mayjen Hartono, komandan Kko TNI AL (kini Marinir), dikirim sebagai Duta Besar di Korea Utara. Sementara Marsekal Muda Leo Wattimena menjadi Duta Besar di Italia.

Tiga Artis yang Pernah Menjadi Asisten Pribadi Hotman Paris, Nagita Slavina Kaget Dengar Namanya

Jan Ethes Cucu Jokowi Terseret Dalam Pilpres, Gun Romli Sebut Kubu Prabowo-Sandi Panik Akut

Tetapkan Jumlah dan Titik Pemasangan APK, Ini Kata KPU Merangin

Jalan Kaki Dari Medan-Banyuwangi dan Dapat Bantuan Rp 74 Juta, Amir Ungkap Dia Bohong Temui Ibunya

Mayjen Sarwo Edhie Wibowo awalnya juga hendak dibuang ke Moscow, namun tidak jadi. Belakangan Sarwo didubeskan di Korea Selatan.

Semangat Leo langsung hilang.

Menjadi Dubes berarti harus berpisah dengan pesawat tempur kesayangannya.

Seumur hidup yang dicita-citakan Leo hanya menjadi pilot tempur bukan diplomat berdasi.

Setelah masa dinasnya habis, Leo kembali ke Indonesia.

Kondisi kesehatannya terus memburuk. Dia meninggal dunia dalam usia 47 tahun.

Jenazah Marsekal Muda yang berani itu dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Nama Leo Wattimena diabadikan sebagai nama Lapangan Udara di Moro.

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved