Kisah Jenderal Polisi Dibanting Hingga Jatuh oleh Soeharto, Kejujuran yang Dibayar Mahal Hoegeng

Kisah ini muncul di balik mendiang perwira tinggi polisi, Jenderal Hoegeng. Jenderal Hoegeng adalah aparat penegak hukum menjabat sebagai Kapolri.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Kolase/TribunJambi.com
Soeharto dan Hoegeng 

TRIBUNJAMBI.COM - Kisah ini sepertinya akan menjadi inspirasi dan teladan bagi yang membacanya. Banyak kisah heroik menumpas kejahatan di Indonesia, seperti kisah Kopassus dan Polisi atau yang lainnya.

Namun, di antara berbagai kisah heroik polisi menumpas kejahatan, ada satu kisah yang bisa jadi menggetarkan hati Anda.

Kisah ini muncul di balik mendiang perwira tinggi polisi, Jenderal Hoegeng.

Jenderal Hoegeng adalah aparat penegak hukum yang menjabat sebagai Kapolri sejak 9 Mei 1968.

Namun, saat duduk di puncak kariernya, Jenderal Hoegeng justru harus menelan pahitnya kenyataan.

Jabatan Jenderal Hoegeng tiba-tiba dicopot Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.

Baca Juga:

 Keistimewaan Profesor Siber dari Polri dan Profesor Intelijen Pertama di Dunia dari Kopassus

 Detik-detik Mertua Jenderal TNI Andika Perkasa Duel setelah Merayap 4,5 Km di Atas Sarang Kobra

 Pasukan Elite AS Angkat Tangan saat Disuruh Makan Durian, Kopassus Vs Green Berrets

 Bagaimana Nasib Vanessa Angel Setelah Ditinggal 2 Pengacara dan Jane? Terancam Jadi Tersangka

 Per 1 April 2019, Siap-siap Pedagang Online Juga Bakal Dikenakan Pajak, Catat Ya

 Sedang Tanding! LINK LIVE Streaming Babak Kedua Tottenham Hotspur Vs Manchester United Liga Inggris

Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas.com, sebelumnya, Jenderal Hoegeng sempat ditawari menjadi duta besar Swedia dan Belgia.

Namun, tawaran itu ia tolak mentah-mentah.

Jenderal Hoegeng bersikukuh ingin mengabdikan dirinya di tanah air.

Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.
Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum. (KOMPAS/Hendranto)

Namun, fakta berkata lain.

Usianya yang masih 49 tahun harus digantikan senior yang berusia empat tahun lebih tua, Jenderal Moh Hasan.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng terpaksa pensiun dini pada usia yang masih produktif.

Mencuat pertanyaan banyak pihak mengapa Jenderal Hoegeng pensiun dini.

Ternyata, sebelum dipensiunkan dini oleh Presiden Soeharto, Jenderal Hoegeng rupanya tengah mengusut tuntas kasus pemerkosaan.

Kasus pemerkosaan ini dikenal sebagai kasus Sum Kuning.

Kasus pemerkosaan ini menimpa seorang gadis berusia 18 tahun, Sumarijem.

Melansir dari Intisari, Sumarijem adalah seorang penjual telur.

 Keistimewaan Profesor Siber dari Polri dan Profesor Intelijen Pertama di Dunia dari Kopassus

 Pasukan Elite AS Angkat Tangan saat Disuruh Makan Durian, Kopassus Vs Green Berrets

 Angin Puting Beliung Ngamuk, Rusak Tempat Usaha Cucian Warga di Kerinci

 Mantan Mucikari Robby Abbas Sebut ada Artis Ternama yang Terlibat Prostitusi Pernah Hamil

 Ukurannya Hanya 3 cm Tapi Bisa Bunuh Manusia, Ini 5 Fakta di Balik Serangan Tawon Ndas

Pada 21 September 1970, Sum diseret oleh sejumlah pria tak dikenal.

Ia dimasukan ke dalam mobil, kemudian dibius.

Ia lalu diperkosa di kawasan Klaten secara bergilir oleh sejumlah pria tak dikenal itu.

Puas melampiaskan hasratnya, sejumlah pria tak dikenal tersebut lengsung menelantarkan Sum di pinggir jalan.

Sum tak mau tinggal diam, ia lantas melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian.

Dengan dalih mencari keadilan.

Namun, Sum justru balik diserang pihak berkuasa.

Jenderal Hoegeng
Jenderal Hoegeng (Kolase Tribun Jabar)

Ia malah dijadikan tersangka atas tuduhan laporan palsu.

Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.

Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu karena tak terbukti membuat laporan palsu.

Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.

Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.

Ia bernama Trimo, seorang penjual baso. Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.

Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.

Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.

 Detik-detik Mertua Jenderal TNI Andika Perkasa Duel setelah Merayap 4,5 Km di Atas Sarang Kobra

 Pasukan Elite AS Angkat Tangan saat Disuruh Makan Durian, Kopassus Vs Green Berrets

 Keistimewaan Profesor Siber dari Polri dan Profesor Intelijen Pertama di Dunia dari Kopassus

 Fadli Zon Mengaku Kasihan dengan Alumni UI yang Deklarasikan Dukung Jokowi-Maruf Amin, Poster Pun. .

 Maianan Anak-anak Berlogo Palu Arit yang Ditemukan di Jambi, Souvenir yang Didatangkan Dari Jakarta

 Bos PT. Sari Nur di Tanjab Barat, Masuk DPO, Ini yang Dilakukannya Hingga Jadi Atensi Kepolisian

Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.

Tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.

Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.

Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.

Ia bahkan membentuk tim khusus yakni Tim Pemeriksa Sum Kuning.

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng, seperti dikutip Intisari.

Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.

Tersiar pula bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi. Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.

Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai guncangkan stabilitas nasional.

Istri mantan Kapolri Jenderal Hoegeng yang pertama kali ingin ditemui Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Istri mantan Kapolri Jenderal Hoegeng yang pertama kali ingin ditemui Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (Bidik layar fitur Instagram Story di akun Instagram adik kandung Ahok, @fifiletytjahajapurnama, Rabu (19/12/2018).(KOMPAS.com/NURSITA SARI))

Akhirnya, ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.

Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum.

Polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.

Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.

Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.

Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.

Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.

Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.

Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan seperti yang dikutip Intisari.

"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.

 Keistimewaan Profesor Siber dari Polri dan Profesor Intelijen Pertama di Dunia dari Kopassus

 Bos Teroris Poso Ali Kalora Terus Diburu, Polri Kerahkan 120 Personel Brimob: Siapa Ali Kalora?

 Hujan Seperti Kubangan, Panas Debu Beterbangan, Ini Kondisi Jalan Desa Teluk Sialang

 Kadis PUPR Muarojambi Tanggapi Jembatan Sambiyo yang Retak, Yultasmi: Sudah Seharusnya Retak

Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.

"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi unjuk gigi memberantas kejahatan.

Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.

Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat blak-blakan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.

Meriyati Roeslani, istri mantan Kapolri Jenderal Hoegeng.
Meriyati Roeslani, istri mantan Kapolri Jenderal Hoegeng. (IST)

Heogeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya.

Ia menjelma menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.

Namun, hasil penjualan dari lukisan tak seberapa.

Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.

Ia harus banting tulang karena tak memiliki aset mahal dan berharga.

Setelah bertahan 10 tahun, akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.

Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.(*)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved