2 Keanehan yang Terjadi dari Fenomena Meletusnya Gunung Anak Krakatau, Warna Air Laut Jadi Orange

Efek dari letusan Gunung Anak Krakatau memang memberi dampak yang banyak merugikan banyak pihak

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Twitter/@EarthUncutTV
Beda dari Biasa, Air Laut di Sekeliling Gunung Anak Krakatau Tampak Berwarna Oranye, BNPB Sebut Terjadi Perubahan Morfologi yang Cepat 

Pasca terjadi tsunami Selat Sunda pada 22 Desember lalu, aktivitas Gunung Anak Krakatau hingga kini masih menjadi sorotan

TRIBUNJAMBI.COM - Efek dari letusan Gunung Anak Krakatau memang memberi dampak yang banyak merugikan banyak pihak.

Bahkan selain tsunami yang menewaskan ratusan nyawa, dan menghilangkan rumah serta harta benda.

Efek dari letusan Gunung Anak Krakatau juga menimbulkan keanehan pada daerah sekitar gunung.

Seperti halnya yang paling mencolok adalah sebagian warna air laut.

Baca Juga:

Air Laut Gunung Anak Krakatau Berwarna Orange, Ternyata Penyebabnya Terjadi Hal Ini

Video Drone Kondisi Terkini Gunung Anak Krakatau, Puncak Kawah Hilang dan Air Laut Kuning

Aktivitas Gunung Anak Krakatau Meningkat, PVMBG: Terjadi 67 kali Gempa Letusan

TERBARU Gunung Anak Krakatau Status Siaga, Gunung Sinabung Level IV Awas

VIDEO: Gunung Anak Krakatau Kembali Erupsi Hari Ini, Kolom Abu Putih Hingga Kelabu Capai 1.500 meter

Saat ini Gunung Anak Krakatau (GAK) mengalami fenomena aneh pasca tsunami Selat Sunda.

Bahkan GAK kini tingginya hanya 110 meter dan tak hanya itu, air laut di sekitarnya berwarna orange kecokrlatan.

Pasca terjadi tsunami Selat Sunda pada 22 Desember lalu, aktivitas Gunung Anak Krakatau hingga kini masih menjadi sorotan.

Meski jumlah letusan sudah menurun, Gunung Anak Krakatau masih dalam status siaga.

Kini, fenomena baru terjadi di sekitaran Gunung Anak Krakatau yang membuat publik heboh.

Bagaimana tidak, air laut di sekitar GAK berubah warna menjadi orange kecoklatan.

Tinggi gunung pun semakin menurun dari 338 meter menjadi 110 meter.

Erupsi Gunung Anak Krakatau sehari setelah tsunami di Banten
Erupsi Gunung Anak Krakatau sehari setelah tsunami di Banten (Instagram @natgeoindonesia)

Hal tersebut dilansir TribunStyle melalui akun Instagram Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di BNPB.

Sutopo mengunggah kondisi terkini GAK yang diambil dari helicopter BNPB pada 13/1/2019, 12.31 WIB.

Pada caption yang dituliskan Sutopo menuliskan gambaran kondisi GAK.

"Inilah Gunung Anak Krakatau (GAK) dari helicopter BNPB pada 13/1/2019, 12.31 WIB. Tubuh GAK telah banyak berubah. Saat ini tinggi GAK hanya 110 meter dari sebelumnya 338 meter. Jumlah letusan cenderung menurun.
.
Warna air laut yang orange kecoklatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut."

Ia menjelaskan jika fenomena yang terjadi itu hanya sementara dan air laut bisa kembali jernih.

"Fenomena ini hanya sementara. Lama-lama zat besi akan larut dan air laut kembali jernih. Jika ada letusan dan mengeluarkan lava maka akan langsung masuk ke dalam air laut."

Meski menunjukkan penurunan, status GAK hingga kini masih berstatus siaga atau level 3.

"Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau terus menunjukkan adalah penurunan. Pada 13/1/2019 pukul 06.00 - 12.00 WIB tidak ada letusan. Status tetap Siaga (level 3). Daerah berbahaya ada di dalam radius 5 km dari puncak kawah," tulis Sutopo pada captionnya.

Video di atas merupakan kondisi GAK pada Jumat (11/1/2019)

"Inilah kondisi Gunung Anak Krakatau yang didokumentasikan dengam drone oleh ⁦@EarthUncutTV⁩ pada 11/1/2019. Tubuh Gunung Anak Krakatau telah berubah drastis pasca longsor dan letusan pada akhir tahun 2018."

Baca Juga:

Nikita Mirzani sedang Dicari-cari Polisi, Wanita yang Berprofesi Sebagai Chef ini Ungkap Faktanya

Kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu, Rahmat Derita Hadir Lebih Awal Pada Pemeriksaan di Bawaslu

Dinas Lingkungan Hidup Batanghari Datangi Perusahaan Pengecoran Diduga Belum Miliki Izin Lengkap

Topeng Tengkorak Kopaska TNI AL Masuk Jajaran 4 Wajah Pasukan Elite Menyeramkan Dunia

Rekonstruksi Suami Bunuh Istri di Muarojambi, Adik Korban Tiba-tiba Memukul Tersangka

Gunung Anak Krakatau Tumbuh Cepat, Para Ahli Khawatir Letusannya Lebih Dahsyat

Gunung Anak Krakatau beberapa hari ini menjadi perhatian.

Sejak tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Bulan Desember 2018, aktivitas Gunung Anak Krakatau menjadi perhatian.

Hal ini bukan tanpa sebab, pasalnya sejak tsunami Selat Sunda, aktivitas Gunung Anak Krakatau terus aktif dan meningkat.

Diketahui bahwa sebelum tsunami Selat Sunda, Gunung Anak Krakatau sudah erupsi sejak 29 Juni 2018.

Nama Gunung Anak Krakatau sangat tersohor.

Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau (BNPB)

Hal ini tak lepas dari Gunung Krakatau yang meletus sangat dahsyat pada tahun 1883 silam.

Dari letusan Gunung Krakatau pada 1883 silam, terbentuklah Gunung Anak Krakatau ini.

Dilansir dari Majalah Geologi Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Geo Magz, diketahui bahwa Gunung Anak Krakatau lahir pada 15 Januari 1929.

Gunung Anak Krakatau lahir dari Gunung Krakatau yang Meletus pada tahun 1833 dan menewaskan 36 ribu jiwa kala itu.

Dalam pernyataan yang ditulis di majalah tersebut dikatakan.

Baca Juga:

Rekonstruksi Pembunuhan di Sengeti, Hindari Amukan Massa, 20 Adegan Diperankan Oleh Orang Lain

Imigrasi Jambi Deklarasi Janji Kinerja dan Tanda Tangani Fakta Integritas 2019

Becky Tumewu Ungkap Begini Statusnya dengan Robby Tumewu, Hingga Almarhum Berpulang

VIDEO: Kejadian Langka Nelayan Pangandaran Tewas Tertusuk Moncong Ikan Caroang Sejenis Ikan Marlin

Penyelam Kopaska Temukan Black Box CVR Lion Air PK-LQP, Ini Kehebatan Pasukan Elite TNI AL

“Pada 20 Januari 1929, asap meniang keluar dari tumpukan material gunung api yang baru dan muncul di permukaan, material itu tumbuh dari kedalaman laut 180 meter.

Itulah gunung yang baru lahir yang diberi nama Gunung Anak Krakatau”.

Yang paling mengejutkan adalah pertumbuhan Gunung Anak Krakatau yang sangat cepat.

Dalam majalah tersebut disebutkan.

“Anak gunung api ini tumbuh 4 meter per tahun dan memesona banyak orang”.

Bahkan sejak muncul ke permukaan laut, pertumbuhan Gunung Anak Krakatau lebih cepat.

Selama 80 tahun, tepatnya pada tahun 2010, tingginya sudah mencapai 320 mdpl!

Tentu hal ini dikhawatirkan oleh para ahli, karena pertumbuhannya yang cepat dikhawatirkan letusannya juga akan sehebat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.

Menanggapi kekhawatiran akan dugaan ini, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho pada bulan Agustus 2018 pernah menyebutkan bahwa Gunung Anak Krakatau sedang dalam masa pertumbuhan.

Artinya, Gunung Anak Krakatau masih aktif dan terus tumbuh membesar.

Tentu hal ini tak jauh juga dari erupsi.

Tapi Sutopo menyebutkan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau tak akan sebesar Gunung Krakatau pada tahun 1883.

"Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan ibunya yaitu Gunung Krakatau pada 1883.

Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini. Jadi tidak perlu dikhawatirkan," tegasnya saat itu.

Namun diketahui kini tinggi Gunung Anak Krakatau menyusut setelah beberapa kali erupsi, terutama setelah tsunami Selat Sunda.

Letusan yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau sebabkan penyusutan pada tingginya.

Semula Gunung Anak Krakatau memiliki tinggi 338 mdpl, kini menjadi 110 mdpl.

Selain itu, pasca tsunami Selat Sunda, Gunung Anak Krakatau juga kehilangan bagian puncaknya.

(Grid.ID, Pradipta Rismarini)

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul 2 Fenomena Aneh Gunung Anak Krakatau Setelah Erupsi Timbulkan Tsunami Selat Sunda

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved