4 Bulan Disandera, OPM Malah Berhianat Usai Pesta Adat, Kopassus Bergerak Cepat dan Berakhir Begini
Aksi yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) rupanya bukan saat ini saja terjadi. Pada tahun 1995, kejadian yang melibatkan OPM
Dibawah Dan Kopasus Brigjen Prabowo Subianto, Kopassus bergerak untuk membebaskan sandera OPM di hutan belantara setelah upaya perdamaian dikhianati.
TRIBUNJAMBI.COM - Aksi yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) rupanya bukan saat ini saja terjadi.
Pada tahun 1995, kejadian yang melibatkan OPM berupa penyanderaan juga sudah pernah dilakukan.
Pada saat kejadian itu, korban juga jatuh.
Baca: VIDEO: Beredar Video Markas KKB Dihancurkan, Kami dari Kepolisian, Brimob
Baca: Ahli Gunakan Senjata, Sosok Berpengaruh di Papua ini Mencurigai Ada Mantan TNI-Polri yang Latih KKB
Baca: Indonesia Enggan Bernegosiasi dengan KKB di Papua, Wiranto Sampai Sebut Egianus Kogoya Seperti ini
##
Penyanderaan yang dilakukan gerakan pengacau keamanan (GPK)—sekarang Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)—terhadap peneliti Tim Ekspedisi Lorentz '95 di Pegunungan Jayawijaya, sejak 8 Januari-15 Mei 1995, berakhir dengan tewasnya dua anggota tim.
Mereka adalah Navy W. Th. Panekenan (29) dan Yosias Matheis Lasamahu (32).
Tim Ekspedisi Lorentz 1995 melakukan penelitian . Penelitian di bakal Kebun Biologi Wamena, tempat hajat hidup masyarakat suku Dani, berlangsung sejak November 1995.

Selain Tim Ekspedisi Lorentz 1995, terdapat pula peneliti pasangan suami istri, Marco van der Wal dan Martha Klein asal Belanda dan Frank Momberg asal Jerman juga melakukan penelitian di Taman Nasional Lorentz. Momberg dan van der Wal bekerja untuk World Wildlife Fund (WWF), sementara Klein untuk Unesco.
GPK sendiri disebut punya afiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menginginkan kemerdekaan Papua dari Republik Indonesia.
Sebelumnya, sandera sempat berhubungan dengan anggota Komite Regional Palang Merah Interaotional (International Committee of the Red Cross - ICRC).
Baca: Mr X Umbar Rekaman di Mata Najwa, Andi Darussalam Siap Bongkar Soal Pengaturan Skor Liga Indonesia
Baca: Kesaksian Mantan Anggota NII - Hamil di Luar Nikah Hingga Setoran Rp 14 M per Bulan ke Ibu Kota
Melalui lobi-lobi yang dilakukan ICRC juga, kelompok GPK sempat mau melepaskan para sandera itu.
Tapi semua berubah setelah dilakukannya pesta adat. Salah satu pemimpin tertinggi mereka, Kelly Kwalik, memberi syarat berat untuk Indonesia—dan itu memaksa ABRI mengirim pasukannya.
Bagaimana kisah itu terjadi, Intisari edisi Juli 1996 mengisahkannya untuk kisah semua.
Semua orang yang memahami budaya masyarakat Irian Jaya, sekarang Papua, tahu betapa pentingnya pesta adat.
ICRC pun sadar, pesta besar berarti semua akan beres.
GPK benar-benar mau membebaskan sandera.
Dua helikopter carteran dari MAP (Missionary Aviation Fellowship) dan Airfast, mengangkut bahan makanan seperti ubi, sayur mayur, dan lainnya, termasuk 10 ekor babi hidup.

ICRC juga telah menjemput 18 orang kepala suku, serta beberapa orang desa sekitar Geselema.
Sejak pagi 8 Mei, keramaian pesta sudah terasa.
Perwakilan ICRC dari masing-masing negara asal sandera: Indonesia, Belanda, dan Inggris hadir, untuk "menerima kembali anak-anaknya".
Pesta ini memang serius. Upacara berjalan sejak pukul 07.00 sampai 14.00 waktu setempat.
Ke-11 sandera kelihatan-ceria. Inilah hari terakhir menjadi sandera, begitu pikir mereka.
Tanggal itu sudah amat ditunggu bagi Dinda, Lita, Theis, dan Navy – setelah 4 bulan lebih menjadi tawanan GPK.
Tinggal menunggu waktunya saja, ke-4 putra-putri Indonesia itu akan bebas dari penyanderaan rekan sebangsanya.
"Mungkin 400 atau 500 orang ada di pesta itu. Upacara dimulai dengan tarian.
“Setelah semua pihak hadir lengkap, termasuk sandera, babi disembelih. Mereka memanaskan batu, serta menyediakan lubang untuk "menanak" daging hewan dan sayuran.
Penduduk desa berfoto dengan sandera, sambil mengucapkan kata perpisahan.
Malah ada yang meminta jangan lupa mengirim, foto ke Geselema," kenang Henry Fournier, saat itu kepala delegasi regional ICRC di Jakarta.
Setelah itu pimpinan GPK lokal, Kelly Kwalik, tampil berpidato.
Baca: Mr X Umbar Rekaman di Mata Najwa, Andi Darussalam Siap Bongkar Soal Pengaturan Skor Liga Indonesia
Baca: Daftar Runner Pengaturan Skor di Liga Indonesia yang Terbongkar di Mata Najwa PSSI Bisa Apa Jilid 2
Namun yang membuat semua pihak terkaget-kaget adalah pernyataan Kelly di akhir pidatonya.
Dia tak akan membebaskan sandera bila pemerintah Indonesia, Inggris, dan Belanda tak mau mengakui kemerdekaan Papua.
“Saya tak percaya. Perasaan saya hancur, kecewa, begitu pula orang lain.
Ya, sandera itu semuanya kaget. Mereka tak percaya apa yang mereka dengar. Bagaimana tidak? Para sandera sudah susah payah mempersiapkan pesta pelepasdn. Mefeka sudah berharap, supaya segera bebas dan keluar dari sana," kata Fournier.
Tak pelak suasana di lapangan pesta agak kacau.
Setelah pidato Kwalik, pimpinan GPK lainnya kelihatan bingung dan saling bertanya.
Salah satu di antara mereka berkata. "Tidak! tidak begini. Kami sudah buat perjanjian. Kita sudah berpesta, sudah menyembelih babi. Bahkan sudah sama-sama menyantap makanan pesta itu. Kami akan bicara dengan Kelly Kwalik. Ini tidak baik," katanya.
Sementara hari menjelang senja, suasana makin tak menentu.
GPK menyuruh ICRC datang lagi esok hari, untuk menjemput sandera.

Nampaknya, di antara sesama GPK penculik itu terjadi perdebatan. ICRC memutuskan kembali ke pos, untuk membiarkan pihak GPK berdiskusi.
Hari Kamis 9 Mei, ICRC kembali lagi ke Geselema.
Tujuannya mengajak Kwalik berbicara. Pimpinan GPK itu tetap mengulangi tuntutannya, malah meminta senjata api laras panjang.
"Kami sudah tiga bulan +berusaha menjadi penengah misi kemanusiaan ini, tapi di hari terakhir kami dikhianati. Kami ditipu. ICRC menyatakan tak sanggup lagi berdialog dengan GPK," kata Fournier menahan emosi.
ICRC kemudian meminta izin mengirimkan dokter untuk memeriksa sandera.
Soalnya kehamilan Klein makin besar.
Baca: Sebelum Bebas, Ahok Harus Pindah ke Lapas Cipinang Terlebih Dahulu, Ternyata Ini Alasannya
Juga ada beberapa sandera sakit yang tak mungkin tinggal berlama-lama di hutan.
Empat hari setelah ICRC mundur, gerombolan pengacau itu disergap oleh satuan operasi khusus ABRI yang dipimpin oleh Dan Kopasus Brigjen Prabowo Subianto.

Dalam sekejap, Rabu 15 Mei, sembilan sandera dibebaskan.
Beberapa anggota GPK tewas dan tertangkap.
Sementara Navy dan Theis, meninggal tak tertolong.
Musibah ini, membuat banyak orang berduka.
Fournier sebagai warga ICRC menganggap GPK itu sungguh naif.
"Mereka kurang tahu apa yang mereka inginkan. Juga mereka tak tahu, bagaimana tata cara berhubungan dengan warga dunia luar."
Selain ikut sedih atas meninggalnya Navy dan Theis di lokasi, ICRC juga menyesal.
Baca: Fadli Zon Sebut Penahanan Habib Bahar bin Smith Kriminalisasi Ulama, Ini Tanggapan Yunarto
"Kelompok penculik itu, sudah kehilangan kesempatannya mendapat bantuan atau pertolongan warga luar Irian Jaya,” tambahnya saat itu.
Yang telah terjadi, itulah sekelumit kejadiannya.
Kisah perihal manusia yang ditawan sekelompok manusia tak dikenal, kemudian dibebaskan kelompok manusia lain.
Sandera, penyandera, penengah, dan pembebas, semuanya manusia yang berbeda peranannya.
Namun Navy dan Theis paling berbeda ... mereka berpulang lebih dahulu. (Suar.Id)