Kisah Misi Pasukan Khusus Raider Kostrad dan Kopassus Bergabung Bebaskan Korban Sandera KKB di Papua
Tiba-tiba datanglah kelompok kriminal bersenjata berjumlah puluhan orang berpakaian perang lengkap sambil membawa tombak.
TRIBUNJAMBI.COM - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga Papua di bawah komando Egianus Kogoya, melalukan aksi teror terhadap pekerja jembatan Jalan Trans Papua yang berada di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga.
Dalam teror itu, sebanyak 15 karyawan PT Istaka Karya dan 1 pegawai PUPR meninggal dunia serta 5 orang lainnya masih belum diketahu kondisinya.
Sementara di Distrik Mbua, KKB melakukan penyerangan terhadap Pos TNI di sana. Satu anggota TNI meninggal dunia dan 1 anggota luka-luka.
Respon dari pemerintah menerjunkan pasukan khusus Raider Kostrad dari Batalyon Infanteri (Yonif) 751 Kostrad untuk memburu sekaligus mengevakuasi korban.
Dalam proses evakuasi, kelompok ini juga melakukan penembakan terhadap aparat, dua orang anggota luka-luka akibat tertembak.
Wilayah tersebut merupakan wilayah pedalaman yang sejak dulu merupakan daerah rawan .
Baca: Kisah Korban Selamat dari Pembantaian di Papua, Bersembunyi di Atas Pohon Hingga Lari Tengah Malam
Baca: Sosok Pemimpin KKB Egianus Kogeya yang Pengecut, Dikenal Militan dan Pernah Sekap Petugas Puskesmas
Baca: Menanti Operasi Militer Besar-besaran yang Diinginkan Wapres Jusuf Kalla Untuk Basmi KKB di Papua
Sejarah mencatat di sekitar daerah tersebut juga bahkan pernah terjadi penyanderaan terhadap tim peneliti yang berjumlah 11 orang oleh Kelompok Kriminal Bersenjata yang waktu itu dikenal dengan GPK-OPM Kelly Kwalik.
Pasukan khusus pun diterjunkan yakni dari Linud 330 Kostrad dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) diturunkan.
Awal Mula Penculikan
Tahun 1995 sebuah tim penelitian bernama Tim Lorentz ’95 dibentuk di Jakarta berdasarkan kerjasama Biological Science Club (BSsC) dari Indonesia dengan Emmanuel College, Cambrige University.
Lembaga BSsC merupakan organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) independen yang didirikan pada 7 September 1969 oleh sekelompok mahasiswa ilmu Biologi Universitas Nasional (UNAS), Jakarta.
Tim akan melakukan penelitian beragam jenis flora dan fauna di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya (Papua).

Tim yang terdiri dari 11 peneliti itu juga akan mengkaji keterkaitan objek penelitian mereka dengan kehidupan dan pola berfikir tradisional suku Nduga di sana.
Penelitian dilakukan antara bulan November 1995 hingga Januari 1996.
Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka pun berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.
Baca: FOTO: Cantiknya Ratu Wushu Lindswell Kwok Dibalut Baju Prewedding, Sedihnya Keluarga Masih Syok
Baca: Ramalan Zodiak 9 Desember 2018, Scorpio Harus Waspada Hari Ini, Libra ada Banyak Musuh
Baca: Kiwil Miliki 2 Istri, Begini Curhatan Istri Pertamanya Harus Berbagi Cinta dengan Istri Muda
Tiba-tiba datanglah kelompok kriminal bersenjata sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang lengkap sambil membawa tombak.
Komandannya bahkan membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara.
Mereka kemudian mendobrak pintu yang dikunci Tim Lorentz, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.
Sejak tidak diketahui lagi jejaknya, berita penyanderaan Tim Lorentz mulai menghiasi media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.
Di Jakarta Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan. Diputuskan, Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) memimpin misi penyelamatan.
Beberapa satuan TNI lainnya juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.
Follow Akun Instagram Tribun Jambi
Sekitar lima bulan berlalu, penyanderaan Tim Lorentz oleh GPK-OPM yang akhirnya diketahui dipimpin oleh panglima bernama Kelly Kwalik, belum juga membuahkan hasil.
Penyandera terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.
Dalam buku Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapnduma (Pusaka Sinar Harapan, 1997) disebutkan, pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang.
Namun kemudian ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.
Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.
Selanjutnya mereka persiapan dan koordinasi sebelum akhirnya mulai bergerak ke Daerah Persiapan (DP) di Kenyam.

Kompi di bagi dalam beberapa tim. Secara berangsur masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.
Tim Pendawa I beranggotakan 25 orang mendapat giliran masuk tanggal 13 Mei 1996.
Tim ini juga dipimpin oleh Kapten Agus Rochim. Mereka berjalan menyusuri sungai Kilmik.
Namun akibat medan yang tidak tidak bisa lagi ditembus, akhirnya tim bermalam dan membuat bivak di pinggir sungai.
Baca: Kakak Lindswell Kwok, Iwan Kwok Ungkap Kesedihan Ibunya, Perasaan Sakit Hingga Merasa Dijebak
Baca: Tak Main-main Basmi KKB, TNI & Polri Sampai Terjunkan Dua Jenderal Untuk Pimpin Operasi Perburuan
Baca: Tips Berbadan Atletis dari Jenderal TNI Andika Perkasa, Pamer Otot Bareng Petinggi TNI
Keesokan harinya tim bergerak kembali ke posisi awal lalu berbelok ke arah kanan di cabang sungai Kilmik dengan harapan menemukan jejak para sandera di tempat baru.
Tim Pendawa bersenjata standar senapan serbu FNC, Steyr, Minimi tiga unit (tiap satu regu), serta GLM. Persenjataan yang sebenarnya lebih dari cukup untuk melawan GPK-OPM.
Like Fans Page Tribun Jambi
Tanggal 14 mereka bermalam lagi dan membiat bivak baru. Malamnya briefing dilakukan oleh Komandan Kompi.
Diputuskan mulai tanggal 15 tim dibagi dua. Separuh di bawah pimpinan Agus Rochim, separuh lagi dibawah pimpinan Sertu Pariki tinggal di Basis Operasi Depan (BOD).
Pukul 13.00 siang tim mendapat informasi dari jajaran Kopassus bahwa di situ terdapat banyak jejak.

Kompi Yonif Linud 330 Kostrad sebenarnya melakukan penyusuran di ring terluar, termasuk yang dilakukan oleh Tim Pendawa I.
Mereka menyusuri sungai mengingat lebatnya hutan yang masih perawan teramat sulit untuk ditembus.
Pukul 14.00 tim bergerak kembali ke pos di BOD. Pada saat itulah, mulai terdengar samar-samar suara orang dalam jarak tidak terlalu jauh.
Tim Pendawa segera merespon dengan melakuan penyisiran di sekitar lokasi yang dicurigai. Satu setengah jam kemudian tepatnya pukul 15.30 ternyata ada seseorang berteriak, “Army!”
Rupanya, itulah teriakan salah satu anggota tim peneliti.
Sembilan orang peneliti turun dari tebing di pinggir sungai Kilmik.
Sersan Duha segera menyambut, dia orang pertama yang menyelamatkan korban, untuk kemudian diestafetkan ke prajurit lain untuk dievakuasi ke BOD.
Peristiwa itu terjadi tanggal 15 Mei 1996, tepat pukul 15.30 (atau 3.30 sore hari).
Matheis hanya mampu berteriak, “toloong.. toloongg,”. Navy dan Matheis akhirnya gugur di tangan keganasan para GPK OPM.
Subscribe Channel Youtube Tribun Jambi