Derita Suku Anak Dalam

Kisah Orang Rimba Suku Anak Dalam Jambi yang Kesulitan Mencari Makan Karena Sawit

Orang rimba saat ini berada dalam keadaan yang kian terdesak. Hutan yang menjadi tempat tinggal mereka kini telah digantikan oleh sawit

Penulis: Nurlailis | Editor: Nani Rachmaini
tribunjambi/nurlailis
Suku Anak Dalam 

TRIBUNJAMBI.COM - Orang rimba saat ini berada dalam keadaan yang kian terdesak. Hutan yang menjadi tempat tinggal mereka kini telah digantikan oleh sawit.

Ada banyak perubahan yang terjadi di antaranya dalam hal tempat tinggal dan makanan. Dalam keadaan ini orang rimba bertransformasi namun dalam keadaan yang prematur.

Seperti yang terjadi pada orang rimba di kawasan Desa Mentawak, Merangin. Dari 31 KK yang mendapat rumah hanya 11 KK. Sudah empat tahun mereka tinggal di sana.

Tampak keadaan di sana sangat seadanya. Meski mereka telah memiliki rumah namun kegiatan memasak tetap ada di sudung.

Ada satu sekolah di sini yang diperuntukan anak-anak. Beberapa ibu-ibu juga sedang membelah pinang untuk dimanfaatkan.

Yang mendapatkan tempat tinggal belum ada kejelasan hingga saat ini. Sebelumnya mereka tinggal di kebun-kebun warga, berpindah-pindah sekira dua sampai tiga minggu.

"Dulu kami tinggal di sini lah. Semuanya ada di hutan. Sekarang malah kami menumpang. Sudah sawit semua isinya," ungkap Selora yang menjabat sebagai Menti.

Dalam kesehariannya ia bekerja mencari babi, tapi itu sudah jarang terjadi. Terkadang seminggu mendapat 1 atau 2 Babi.

Satu babi ada yang 10 sampai 50 kilo, yang dijual seharga Rp 6 ribu sekilo ke desa. Atau mereka bisa menjual jenang. Mereka biasanya makan ubi dan sesekali nasi.

“Lahan sudah berapa tahunpun tidak ada gambaran sedikit pun sebagai ganti rugi tanah nenek moyang. Kami Ingin ganti rugi agar bisa dapat tempat tinggal tetap, ingin mencari makanan yang tidak susah. Sebagian dari kami juga belum ada tempat tinggal yang tetap,” ungkapnya.

Hal lebih memprihatinkan terjadi di kelompok orang rimba yang berada di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun. Ada 20 KK di kawasan ini yang hidupnya berpindah-pindah dari kebun sawit warga.

Mangku Meriau mengatakan saat ini sudah kesulitan mencari makanan karena sudah ditanami sawit semua. Bahkan untuk bebalai (menikah) itu juga sudah tidak menggunakan ritual seperti dulu karena tanaman yang biasa digunakan untuk bebalai sudah tidak ada.

Keadaan di sini begitu memprihatinkan. Mereka hanya tinggal di tenda dengan alas seadanya. Beberapa di antara mereka juga belum mengenakan baju, hanya mengenakan kain.

Mereka dilarang untuk menetap di lahan perusahaan. Mereka hidup di lahan milik penduduk desa, namun itu tidak berlangsung lama sebab jika akan panen mereka diminta untuk meninggalkan lahan.

Kesulitan untuk mencari brondol (sawit) juga terjadi karena selalu dikejar satpam. Ada beberapa anak bayi di sini yang dalam kondisi sakit.

Keadaan orang rimba yang sakit ini terjadi di banyak lokasi. Satu di antaranya ada di Desa Rejosari, Kecamatan Pamenang. Pernah ada orang rimba yang mengalami kanker mulut hingga meninggal.

Penyebabnya adalah para wanita suka nyirih dan pinang tapi tidak menjaga kesehatan mulut, sehingga terkena kanker mulut.

Beberapa orang rimba juga ada yang sudah tinggal di rumah namun secara mata pencaharian masih mencari brondol. Di antaranya Meti yang tinggal di Pemukiman Air Panas, Kecamatan Air Hitam. Rumah itu dibangun sejak 2013, merupakan bantuan dari pemerintah dan membangun sendiri. Ada 73 KK dalam kelompoknya namun 10 KK belum memiliki rumah.

Ada juga Roni yang dulunya tinggal di Desa Kungkai. Rumah di sana dibuat satu komplek namun sayangnya rumah itu ditinggalkan. Salah satu orang rimba ada yang selisih paham dengan warga Kungkai sehingga terjadi keributan disana dan membuat rumah itu tidak jadi ditinggali.

Setelah tidak ada kejelasan mengenai rumah ia dan kelompoknya membangun rumah sendiri. Di sana mereka membayar satu rumah Rp 30 juta berukuran 20x15 meter persegi, sudah termasuk tanah. Ada 15 unit rumah yang ada di sini yang diisi dengan 23 KK, sentara 9 KK lainnya belum memiliki rumah.

“Meski telah memiliki rumah namun tetap memiliki sudung agar tidak kotor karena kami memasak dan mengolah daging,” ungkap Roni.

Berdasarkan survei 2018 total orang rimba di Jambi adalah 5235 yang tersebar di Merangin 1276 jiwa, Sarolangun 2228 jiwa, Bungo 395 jiwa, Batanghari 629 jiwa dan Tebo 707 jiwa.

Program manager KKI warsi, Robert Aritonang mengatakan kondisi orang rimba salah satu contoh kebijakan pemerintah yang menyebabkan ada sekelompok masyarakat yang tinggal di sana dari sejak nenek moyangnya tapi mereka jadi orang yang paling melarat dan marjinal saat ini. Karena kebijakan itu dikeluarkan tanpa melihat dan mempertimbangkan kepentingan mereka.

“Di PT luasan lahan hampir 20 ribu hektare satu konsesi. Seluas itu lahan tapi orang rimba hidup tanpa sumber daya apa-apa. Seperti tanaman obat-obatan lainnya itu sudah tidak ada. Sekarang mereka memungut sawit yang jatuh untuk dijual. Kadang bahkan sampai direbus dan dimakan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, pemerintah harusnya memaksa perusahaan untuk mengalokasikan konsesi mereka untuk kehidupan orang rimba atau tanggung jawab bukan hanya CSR, tapi bertanggung jawab atas kemelaratan yang dirasakan orang rimba karena perusahaan sendiri yang mendapat untung sangat besar.

“Kami sudah banyak melakukan diskusi, advokasi kepada banyak pihak seperti pemda, gubernur, staf kepresidenan, namun belum ada tindak nyata. Padahal dulu mereka dijanjikan lahan kehidupan oleh Jokowi. Sampai sekarang itu belum terwujud,” paparnya.

PLT Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kabupaten Merangin, Sukoso menyampaikan yang terdata di dinas sosial SAD Kabupaten Merangin adalah 357 KK yang terbagi di 16 di Kecamatan pemenang.

Kegiatan pembinaan suku anak dalam yang dilakukan adalah pembinaan oleh dinas sosial, dinas pendidikan yang menyediakan tenaga guru dan pembinaan guru SAD, dinas kesehatan yang memberikan jaminan kesehatan gratis untuk SAD. Ini adalah beberapa kegiatan dalam rangka pemberdayaan SAD.

“Pada 2019 ada alokasi dana pembinaan, bekerjasama dengan dinas PU untuk pembangunan rumah 18 unit ditambah 80 batang sawit untuk di Kecamatan Pemenang. Tahun ini ada Jamkesda sebanyak 355 yang sedang dicetak untuk orang rimba,” ungkapnya. (nurlailis)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved