Ketika Kopassus Berada di Tengah Negoisasi, Pasukan Israel tetap Siaga dan Menodongkan Senjata
Seorang prajurit Kopassus tak tinggal diam saat melihat bocah Lebanon ditangkap tentara Israel, ia berhasil membebaskan.
Cerita tentang kehebatan Pasukan elite TNI Kopassus memang tak pernah ada habisnya.
Contohnya seperti penumpasan pemberontakan G30S/PKI, berperang melawan pasukan elite SAS di hutan Kalimantan, pertempuran dengan Fretilin di Timor Timur hingga pembebasan penyanderaan pesawat Garuda di Woyla, Bangkok.
Salah satu cerita patriotisme anggota Kopassus yang tak boleh ketinggalan untuk dibahas adalah saat pendakian ke Gunung Everest puncak tertinggi yang disebut juga atap dunia pada tahun 1997.
Seperti dikutip dari buku 'The Climb: Tragic Ambitions on Everest' karya Anatoli Boukreev (1997)

Tim Nasional Ekspedisi Everest berjumlah 43 orang, terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, Rakata, dan Mapala UI.
Setelah ekspedisi besar, tersisa 16 orang yang kemudian dibagi menjadi dua tim.
6 orang naik dari sebelah utara melalui Tibet, 10 orang naik dari sebelah selatan melalui Nepal.
Tim yang dipimpin Anatoli Nikolaevich Boukreev (Kazakhastan), yang dikenal dengan The Ghost of Everest serta Richard Pawlosky (Polandia) dipilih menjadi pelatih tim.
Vladimir Bashkirov dipercaya menjadi film maker, sedangkan Dr. Evgeni Vinogradski menjadi dokter tim.
Dalam catatannya, Boukreev terkesima dengan semangat juang dan rasa patriotisme para anggota baret merah yang ikut dalam pendakian itu
Tiga orang anggota Kopassus yang berhasil menaklukkan Everest (1997) yakni Prajurit Satu (Pratu) Asmujiono, Sersan Misirin, dan Lettu Iwan Setiawan
Dalam bukunya yang berjudul The Climb, Anatoli Boukreev menceritakan kisah heroiknya mereka sebagai berikut:
"Misirin berjalan maju, perlahan tanpa pertolongan.
Baca: Karena Ganti Senjata, Aksi Kopassus Selamatkan Pembajakan Pesawat Garuda Nyaris Gagal
Asmujiono bergerak mantap, tapi seperti orang yang sedang bermeditasi.
Iwan berjalan pelan pula, namun bisa dilihat kemampuan koordinasinya berkurang meski mentalnya masih kuat.
Misirin menunjukkan dari semuanya ialah yang paling mantap, karena itu kami memberikan dia kesempatan sebagai orang yang pertama mencapai puncak.
Tekad dari orang tiga ini tidak terpecahkan, kesempatan mencapai puncak, tidak mau mereka sia-siakan.
Terpikir diotak saya, biar satu orang saja yang muncak, biarkan yang lainnya turun. Ah…! nanti saja saya pikirkan, kalau kami sudah melalui Hillary Step.
Tiba-tiba saya bisa merasakan Asmujiono konsentrasinya semakin berkurang, dan saya instruksikan Dr. Vinogradski untuk mengamati Asmujiono.
Bashkirov dan Misirin berjalan paling depan, setelah itu Iwan dan saya, Asmujiono dan Dr. Vinogradski terakhir di belakang.
Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dan saljunya tebal sekali.
Iwan bisa maju dengan perlahan, namun pada satu tempat badannya oleng.
Untunglah disaat yang kritis itu ia berhasil diselamatkan dengan tali pengaman.
Ketika saya sedang memperlihatkan padanya bagaimana cara menggunakan linggis es (Ice Pickels) di punggung gunung secara benar, disini jelas terlihat bahwa saya sedang berhadapan dengan orang yang baru 4 bulan lalu untuk pertama kali dalam hidupnya melihat salju.
Sebenarnya melalui rute punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali pengaman sudah cukup.
Hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak perlu menggunakan Linggis Es.
Tapi sekarang saya terpaksa harus mengajarkan menggunakan itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini.
Saya bertanya kembali kepada diri saya sendiri “Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?”.
Bahkan sebagai seorang atlet, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa hanya sekedar untuk sampai ke puncak.
Tapi serdadu ini punya prinsip luar biasa.
Mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.
Setelah Iwan berjuang melalui punggungan gunung, dimana pada fase ini saya harus terus mengamati, kami mendaki terus perlahan dan saya sampai di kaki Hillary Step.
Saya sampai di ujung Hillary Step, selagi Iwan dan Asmujiono yang berjalan dibelakang saya melewati punggung gunung.
Disitu saya berdiskusi dengan Bashkirov, dimana kami harus memutuskan apakah hanya Misirin sendiri yang terus mendaki sampai di puncak, dan yang lainnya turun.
Asmujiono sedang berusaha melewati Hillary Step, Vinogradski nampak di belakang.
Dia berusaha meyakinkan Iwan untuk turun, tapi dia tidak mau.
Bisa dilihat bagaimana Iwan berjuang pantang mundur, terus mendaki keatas melalui Hillary Step.
Tidak satupun dari orang Indonesia ini bersedia untuk menyerah."
Hingga akhirnya, tiga prajurit Kopassus itu berhasil menaklukkan puncak tertinggi dunia, Gunung Everest.(*)