Jejak Karier Johan Alexander Supit, Tokoh di Balik Kesuksesan Teh Sariwangi
Di balik nama besar Sari Wangi, tak terlepas dari kerja keras Johan Alexander Supit, pendiri Sari Wangi sejak 56 tahun silam.
Setelah menguasai pasar domestik, penjualan Sari Wangi kemudian merambah pasar luar negeri. Mulai ekspor tahun 1985, penjualan Sari Wangi merambah hampir seluruh negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Timur Tengah, Rusia dan baru-baru ini Malaysia.
Akibat booming di industri teh, memasuki dekade tahun 1970-an, perusahaan multinasional mulai mendekati para pemilik perkebunan teh. Tahun 1989 merek Sari Wangi (bukan perusahaan) diakuisisi oleh Unilever.
Ekspansi bisnis SariWangi terus berlanjut. Tahun 1992 semisal, fasilitas manufaktur kedua Sari Wangi di Bogor, Jawa Barat untuk memenuhi pasar ekspor. Pabrik ini teringrasi mulai dari pengolahan hingga pengemasan, lengkap dengan fasilitas gudang blending tersedia di pabrik ini.
Dengan dukungan pabrik berkapasitas besar, Sari Wangi pun tak berhenti melakukan inovasi. Sekitar tahun 2005, produsen teh celup ini merilis merek baru, yakni Sedap Wangi. Dengan demikian, PT Sari Wangi mempunyai dua kelompok produk: produk yang dimiliki oleh PT Unilever dan produk milik Sari Wangi sendiri.
Tak lama berselang, sekitar tahun 2007 Sari Wangi kembali mengeluarkan merek baru Teh Saring. Selain di industri pengolahan, Supit juga fokus mengembangkan sektor hulu yang terkait dengan perkebunan. Untuk mendapatkan hasil tanam maksimal, ia menerapkan beberapa terobosan.
Salah satunya dengan menggabungkan sistem irigasi yang maju di ladang teh, penggunaan sensor wireless, dan teknik agronomi (pengaplikasian ilmu pupuk dan tanaman pada pengelolaan ladang dan produksi tanaman).
Teknik ini dapat meningkatkan hasil ladang teh sampai lebih dari 60%, dan saat bersamaan penggunaan pupuk dikurangi sampai 50%. Kapasitas produksi teh juga bisa meningkat dari 2.000 kilogram (kg) menjadi 3.000 kg per hektare (ha) per tahun.
Supit sendiri berniat membagikan teknologi ini kepada produsen teh dan kopi di Indonesia. Menurutnya, inovasi itu akan merevolusi baik sektor pertanian Indonesia secara keseluruhan, dan khususnya bagi pertumbuhan industri teh.
Inovasi teknologi itu sudah digunakan di Cina dan Thailand, tapi tidak pernah diaplikasikan di Indonesia, atau di perkebunan teh mana pun. Makanya, Supit tak keberatan, perkebunan tehnya mejadi percontohan para petani teh untuk meningkatkan produktifitas.
Supit ingin, ke depan Indonesia bisa menjadi pusat perdagangan teh dunia. Kendati demikian, Supit paham, jalan untuk mencapai itu penuh dengan halangan. Makanya, dia tidak ingin terburu-buru mewujudkan semuanya dalam waktu cepat.
Ikuti jejak orang tua
Sebagai seorang anak, Andrew sangat memahami tekad orang tuanya yang ingin memajukan industri teh Indonesia. Apalagi, Andrew kini juga sudah bergabung di Sari Wangi sejak tahun 1995.
Sama seperti ayahnya, ia pun bertekad memajukan industri teh Indonesia. Menurut Andrew, industri teh sangat panjang mata rantainya. Bisnis ini sangat ditentukan sejak dari produksi di hulu hingga distribusi ke konsumen.
Seluruh proses itu harus dilewati demi terwujudnya motto perusahaan: "Dari Daun Teh Sampai Ke Cangkir". Lantaran prosesnya panjang, perusahaan teh merupakan bisnis padat karya. Hingga saat ini, jumlah karyawan yang bekerja dan menggantungkan hidupnya di Sari Wangi mencapai kurang lebih 7.000 orang.
Bahkan, jumlah ini bisa bertambah bila sistem kemitraan dengan petani ditingkatkan. Sebagai pengusaha teh, Andrew melihat potensi bisnis ini masih menarik ke depannya.