''87 Tahun Jakob Oetama dan Era Banjir Informasi''

Pendiri harian Kompas Jakob Oetama jauh-jauh hari bicara soal jurnalisme makna. Ia menyampaikan gagasannya ini ...

Editor: Duanto AS
Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama saat difoto di ruang kerjanya di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta, Selasa (27/9/2016). Jakob Oetama, genap berusia 85 tahun pada hari ini.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG) 

“Informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan mulai dikhawatirkan sebagai sumber kecemasan. Lubernya informasi tidak lain berarti bahwa ada jenis informasi yang bukan saja tidak sempat diolah akan tetapi juga sama sekali tidak mungkin dipakai.”Jakob Oetama
.
TRIBUNJOGJA.COM - Tahukah Anda, berapa berita yang diunggah media online dalam satu hari? Satu media online arus utama di Indonesia setidaknya mengunggah 400 hingga 2.500 berita per hari.

Itu baru satu media online. Berapa media online yang kerap Anda sambangi dalam satu hari? Lantas, berapa berita yang Anda baca dalam satu hari? Mungkin tak sampai 10 berita.

Meski jumlah berita dalam satu hari mengalir deras, namun media tak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi bagi masyarakat. Ada media sosial yang acapkali malah lebih cepat memberikan informasi atas sebuah peristiwa.

Konon, ada 6.000 twit di Twitter setiap detiknya. Sementara di Facebook, media sosial paling populer di Indonesia, memproduksi 293.000 status setiap 60 detik.

Ada 2,2 miliar orang di seluruh dunia aktif setiap hari di media sosial buatan Mark Zuckerberg itu.

Jangan lupakan video. Setiap menit, 300 jam video diunggah ke Youtube.

Absolutely, informasi kini mengalir bak air bah. Banjir. Luber, melebihi kemampuan kita untuk menyerapnya. Segala informasi itu bahkan kini datang mengunjungi ruang-ruang personal kita di layar ponsel dan laptop, menyusup dalam pesan broadcast di Whatsapp atau Line.

Cilakanya, kita seringkali tidak tahu apakah informasi yang datang benar atau salah. Era banjir informasi sekaligus juga merupakan era ketidakpastian informasi.

Ironis, di era digital, ketika informasi melimpah banyak, kebenaran justru menjadi sesuatu semakin tidak pasti, kata Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, kritikus media dalam bukunya Blur.

Alih-alih memberi kepastian, media tradisional, yang dulu menjadi the guardian angle of information, tak sedikit yang terpeleset mengamplifikasi ketidakpastian semata-mata demi kepentingan komoditas informasi. Informasi malah menjadi sumber kecemasan baru.

Jurnalisme Makna

Bagaimana media seyogianya menempatkan diri di era banjir informasi? Pendiri harian Kompas Jakob Oetama jauh-jauh hari bicara soal jurnalisme makna.

Ia menyampaikan gagasannya ini saat dikukuhkan sebagai doktor kehormatan Universitas Gadjah Mada pada 17 April 2003.

“Informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan mulai dikhawatirkan sebagai sumber kecemasan. Lubernya informasi tidak lain berarti bahwa ada jenis informasi yang bukan saja tidak sempat diolah akan tetapi juga sama sekali tidak mungkin dipakai,” kata Jakob dalam pidatonya.

Menurut dia, seorang wartawan seyogianya tidak hanya memberitakan sebuah peristiwa, tapi masuk lebih jauh menggali apa makna dari peristiwa itu.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved