Benarkah Isu Dewan Jenderal yang Dihembuskan Jadi Pemicu Utama Gerakan 30 September PKI?

Ibarat sebentuk gambar yang terdiri atas banyak potongan kertas, belum terbentuk gambar yang utuh. Celakanya, banyak kertas palsu

Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Cerita Kekejaman G30S/PKI 

Mengaku kenal dekat dengan Jenderal Soeharto karena di tahun-tahun awal kemerdekaan dulu menjadi anak buahnya langsung.

"NRP saya 10685, NRP Pak harto 10684, maka saya menempel persis di belakangnya. Silaturahmi antarkeluarga juga sangat dekat. Ketika anak saya Agung Prabowo disunat, Pak Harto dan Ibu rawuh, malahan Agung dipangku Ibu Tien. Begitu juga saat Sigit disunat, saya dan istri sowan ke sana."

Maka mendengar Tommy masuk rumah sakit karena tersiram kuah sop panas, Latief menjenguk memberitahu Mayjen Soeharto yang waktu itu menjabat Panglima Kostrad, soal rencana penculikan para jenderal AD.

Mendengar hal itu, kata Latief, Pak Harto tidak bersikap apa-apa. Lagi pula, karena kondisi Tommy yang parah dan kerepotan Bu Harto menyusui bayi si bungsu Mamiek, perhatian Pak Harto terpecah.

Sebelumnya Latief telah mendengar, ada sejumlah perwira tinggi AD yang akan merebut kekuasaan.

la juga mengetahui soal keresahan prajurit AD soal kelakuan para petinggi yang tidak mereka sukai.

"Saya ingin membersihkan angkatan dari jenderal-jenderal yang enggak bener. Saya tidak mau diam dan menunggu mereka bergerak lebih dulu."

"Rapat di rumah saya pada 29 September 1965 memutuskan operasi pembersihan para jenderal akan dilaksanakan pada 1 Oktober pukul 02.00. Yang hadir Jenderal Pardjo, Letkol Untung, Sjam Kamaruzzaman, dan saya sendiri," sambung Kolonel Latief, yang namanya tidak termasuk unsur pimpinan Gerakan 30 September.

Secara tidak mencolok namanya berada pada urutan ke-34 di antara 45 nama anggota Dewan Revolusi.

Penahanan dan persidangan Latief berlarut-larut. Kesalahan yang dituduhkan kepadanya adalah, pertama, melakukan makar dengan niat menggulingkan pemerintahan.

Kedua, melawan pemerintah dengan senjata (pemberontakan) melalui berbagai macam jalan; sejak pertemuan, kesepakatan, berikut perbuatan-perbuatan tercela.

"Yang saya lakukan bersama teman-teman, usaha menyelematkan pemerintahan di bawah Presiden/Mandataris MPRS dari ancaman coup d'etat Dewan Jenderal, yakni sebagian perwira tinggi Angkatan Darat," Latief melengkapinya dengan sejumlah fakta:

"Pemerintahan Presiden Sukarno yang katanya saya gulingkan berbalik menjadi tertuduh dan malah dianggap terlibat G30S."

"Selaku Panglima Kostrad, Jenderal Soeharto sebelum Peristiwa G30S telah menerima informasi tentang adanya Dewan Jenderal berikut gerakan untuk mendahului langkah Dewan Jenderal. Berarti, dia telah mengetahui lebih dahulu akan terjadinya Peristiwa G30S. Kalau begitu, Jenderal Soeharto jelas ikut terlibat, seperti halnya dengan Presiden Sukarno."

Dalam wawancara dengan Majalah Forum Keadilan edisi 11 April 1999, Latief kembali menjelaskan keputusan rapat 29 September 1965 di rumahnya, soal nama tujuh jenderal yang akan ditangkap dan dihadapkan kepada Presiden Sukarno.

Mayor Jenderal Soeharto tidak tercantum dalam daftar itu, alasan Latief, "karena Pak Harto kami anggap loyal kepada Presiden Sukarno." (Intisari)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved