Benarkah Isu Dewan Jenderal yang Dihembuskan Jadi Pemicu Utama Gerakan 30 September PKI?

Ibarat sebentuk gambar yang terdiri atas banyak potongan kertas, belum terbentuk gambar yang utuh. Celakanya, banyak kertas palsu

Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Cerita Kekejaman G30S/PKI 

Sebelumnya, saat PKI merayakan hari jadi ke-45 secara besar-besaran di Jakarta, 23 Mei 1965, Bung Karno meneriakkan semangat kebersamaan, "... dia kerabat dan juga sahabatku. Kalau PKI mati, aku akan merasa kehilangan."

Banyak tokoh PKI memegang posisi kunci di pemerintahan. Bahkan Njoto adalah penulis pidato Presiden Sukarno.

Sulit membedakan antara seorang Komunis atau Sukarnois.

Karena kepercayaan diri yang besar itu, Aidit tak segan-segan mengritik Jenderal Nasution, Jenderal Ahmad Yani, dan para perwira tinggi militer lain.

Aidit bahkan berani menyindir dengan menyebutkan pemimpin yang diragukan kualitasnya karena beristri lebih dari satu orang – di depan Bung Karno.

Dewan Jenderal

Hubungan PKI dengan Bung Karno berubah setelah Bung Karno menderita sakit pada awal Agustus 1965. Ada kekhawatiran, penyakit itu akan berlangsung lama, bahkan permanen.

Strategi PKI yang selama itu memanfaatkan perlindungan Presiden, berubah. Apalagi Angkatan Darat mulai melancarkan tekanan, dan di masyarakat pun demonstrasi anti-PKI bermunculan.

Lantas ada isu Dewan Jenderal: sekelompok perwira tinggi Angkatan Darat akan mengambil alih kekuasaan di saat presiden sakit.

Momentum terdekat adalah peringatan Hari ABRI 5 Oktober 1965.

Resah dengan kabar itu, Presiden Sukarno sedianya akan memanggil Menteri Panglima AD Letjen A. Yani pada 1 Oktober untuk membahasnya.

Tapi ada juga informasi, justru PKI yang akan melakukan kudeta.

Birgjen Soegandhi yang melaporkan hal itu kepada Presiden Sukarno, justru dimarahi.

Tapi sejarah telah terjadi. Enam orang jenderal, perwira pada Markas Besar Angkatan Darat, dan seorang perwira pertama, diculik dan dibunuh oleh sekeIompok tentara gabungan yang dimotori oleh pasukan Batalyon I Tjakrabirawa pada Jumat dini hari 1 Oktober 1965.

Mereka adalah A. Yani, Suprapto, Soetojo Siswomihardjo, Suwondo Parman, DI Panjaitan, dan MT Harjono.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved