Tulisan 'Ketika Boneka Menjadi Pemimpin' Cak Nun Ditanggapi Ferdinand Hutahaean: Pencitraan

Politikus sekaligus kader Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menanggapi portal berita yang memberikan judul 'Ketika Boneka Menjadi Pemimpin'.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
kolase Tribunnews
Ferdinand Hutahaean dan Cak Nun atau Emha Ainun Najib 

“Tidak harus bodoh. Mungkin justru sangat pandai. Hanya saja kriteria yang mereka pakai bukan kualitas kepemimpinan. Calon pemimpin dipilih berdasarkan tawar-menawar harga, berdasarkan lalulintas keuangan. Mereka saling menghitung calon-calon mana saja yang paling bisa dipakai untuk mengeruk keuntungan. Bisa saja yang dipilih adalah boneka, patung atau berhala. Yang penting menguntungkan”

“Kenapa rakyat mau memilih boneka, patung atau berhala untuk menjadi pemimpinnya?”

“Karena partai politik memperkenalkan calonnya dengan mendustakan kenyataannya. Calon pemimpin ditampilkan dengan pencitraan, pembohongan, dimake-up sedemikian rupa, dibesar-besarkan, dibaik-baikkan, diindah-indahkan, dihebat-hebatkan”

“Itu bukan politik namanya, Pak, itu kriminal”

“Memang bukan politik, melainkan perdagangan. Bukan demokrasi, melainkan perjudian. Memang bukan kepemimpinan, tapi talbis. Kalau dipaksakan untuk disebut demokrasi, ya itu namanya Demokrasi Talbis”

Baca: Hari Ini Evan Dimas Cetak Sejarah di Malaysia, Catatkan Rekor di Tiga Liga Domestik

“Talbis itu apa to Pak?”

“Talbis adalah Iblis menemui Adam di sorga dengan kostum dan make up Malaikat, sehingga Adam menyangka ia adalah Malaikat. Maka Adam tertipu. Rakyat adalah korban talbis di berbagai lapisan. Mereka dibohongi sehingga menyangka bahwa yang dipilihnya adalah pemimpin, padahal boneka. Boneka yang diberhalakan melalui pencitraan”

“Apakah pemimpin yang demikian bisa berkuasa?”

“Yang benar-benar berkuasa adalah botoh-botoh yang membiayainya. Setiap langkahnya dikendalikan oleh para botoh. Setiap keputusannya sudah dipaket oleh penguasa modal. Ia tidak bisa mandiri, karena dikepung oleh kelompok-kelompok yang juga saling berebut demi melaksanakan kepentingan masing-masing”

“Apa ia tidak merasa malu menjadi boneka?”

“Itu satu rangkaian: tidak merasa bersalah, tidak malu, tidak tahu diri, tak mengerti bahwa ia sedang menyakiti dan menyusahkan rakyatnya, tidak memahami posisinya di hati masyarakat, tidak punya cermin untuk melihat wajahnya”

“Sampai separah itu, Pak?”

“Tidak punya konsep tentang martabat manusia, harga diri Bangsa dan marwah Negara. Hanya mengerti perdagangan linier dan sepenggal, tidak paham perniagaan panjang yang ada lipatan dan rangkaian putarannya. Tidak memahami tanah dan akar kedaulatan, pertumbuhan pohon kemandirian, dengan timeline matangnya bunga dan bebuahannya. Pemimpin yang demikian membawa bangsanya berlaku sebagai pengemis yang melamar ke Rentenir…”

Baca: Prabowo Beberkan Strategi Zulkifli Hasan Turunkan Ahok pada  Pilkada Jakarta 2017

“Pemimpin yang seperti itu akhirnya pasti jatuh dan hancur”, kata Kakak.

“Belum tentu”, kata Bapak, “Jangan lupa bahwa kalau para botoh mampu mengangkat berhala ke kursi singgasana, berarti mereka juga menguasai seluruh perangkat dan modalnya untuk bikin apa saja semau mereka di Negara itu. Juga selalu sangat banyak orang dan kelompok yang mencari keuntungan darinya, bahkan menggantungkan hidupnya. Sehingga mereka membela boneka itu mati-matian. Mereka selalu mengumumkan betapa baik dan hebatnya pemimpin yang mereka mendapatkan keuntungan darinya, sampai-sampai akhirnya mereka yakin sendiri bahwa ia benar-benar baik dan hebat. Uang, kekuasaan dan media, sanggup mengumumkan sorga sebagai neraka, dan meyakinkan neraka adalah sorga”

Yogya 1 Agustus 2017.

Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Tanggapi Puisi Cak Nun, Politikus Demokrat: Memperkenalkan Calonnya dengan Mendustakan Kenyataannya, http://bogor.tribunnews.com/2018/09/17/tanggapi-puisi-cak-nun-politikus-demokrat-memperkenalkan-calonnya-dengan-mendustakan-kenyataannya?page=all.
Penulis: Uyun
Editor: Vivi Febrianti

Sumber: Tribun Bogor
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved