2 Tahun Usai Reformasi 98, "Kalau Memegang Uang Soeharto Jadi Sial"

Semenjak Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, segala hal yang berhubungan dengan Soeharto seolah-olah tak laku lagi.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Soeharto 

"Saya heran, di mana-mana uang Soeharto ditolak sebagai alat membayar. Padahal, saya, kan, orang kampung yang tidak pernah membaca koran atau dengerin berita," ujar Muslih (47).

Detik-detik Menjelang Soeharto Lengser

Dua belas hari sebelum lengser, tepatnya 9 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk pergi ke Mesir.

Kepergiannya bukan tanpa alasan, ia akan menghadiri pertemuan kepala negara-negara G-15.

Kepergiannya itu sempat menjadi permasalahan, sebab saat itu kondisi menjelang Reformasi sudah menunjukan tanda-tanda yang mengkhawatirkan.

Baca: Rencana Akan Terjun ke Perkebunan Teh, Pasukan Khusus TNI AU Malah Turun di Markas Belanda

Kepergian kepala negara ke luar negeri di tengah kondisi darurat tentu menimbulkan banyak tanda tanya.

Dikutip dari buku 'Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto'

Kepergian Pak Harto ke Mesir sempat dicegah oleh sang adik, Probosutedjo.

Probosutedjo yang meminta agar kakaknya itu tak meninggalkan Indonesia.

"Sebetulnya, sebelum Mas Harto berangkat ke Mesir saya sudah berusaha mencegahnya untuk berangkat," ungkap Probosutedjo

"Karena saat itu sudah tercium gelagat buruk di Jakarta," sambungnya

Baca: Honda Brio Generasi Kedua Hadir di Jambi, Lihat Makin Dinamis dan Sporty

Namun, permintaan Probosutedjo ditolak.

Soeharto bersikeras untuk berangkat dengan alasan sudah terlanjur menyanggupi akan hadir di pertemuan kepala negara-negara G-15.

Tak habis akal, Probosutedjo lalu meminta tolong kepada Ketua MPR Harmoko untuk mencegah agar Soeharto tak berangkat.

Saat itu, ia yakin kakaknya akan berpikir ulang untuk berangkat ke Mesir bila yang memintanya adalah Ketua MPR.

Halaman
1234
Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved