2 Tahun Usai Reformasi 98, "Kalau Memegang Uang Soeharto Jadi Sial"
Semenjak Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, segala hal yang berhubungan dengan Soeharto seolah-olah tak laku lagi.
Tidak hanya itu, bahkan terdapat pengumuman di loket: "Tidak menerima pembayaran pakai uang bergambar Soeharto".
Para pelayan juga enggan menerima tips dari pengunjung dengan uang bergambar Soeharto.
Tak jarang hal ini menyebabkan pertengkaran antara kasir atau pramuria dengan pengunjung.
"Alah, kalian, kan, bisa nukerin uang ini di bank. Jangan mempersulit pengunjung dong," ujar seorang pengunjung.
Namun, tetap saja tidak ada yang bersedia menerima uang pecahan Rp 50.000 bergambar Soeharto itu.
"Saya kalau memegang uang Soeharto jadi sial," ujar seorang pelayan.

Penolakan yang sama juga dilakukan oleh pedagang televisi yang berjualan di kawasan Glodok, Jakarta Barat.
Mereka bahkan rela membatalkan transaksi jika sang pembeli hanya memiliki uang bergambar Soeharto.
Meski begitu, alasan pedagang di Glodok ini lebih masuk akal.
Mereka tidak mau repot untuk menukarkannya ke Bank Indonesia.
Selain itu, para pembeli juga banyak yang tidak mau menerima kembalian uang bergambar Soeharto.
Hal ini tentu saja merepotkan calon pembeli. Apalagi, banyak dari mereka yang tidak tahu kalau uang bergambar Soeharto itu akan ditolak.
Baca: Didengar Ribuan Orang, Mamah Dedeh Ingatkan Allah Tak Suka Manusia Sombong
Salah satunya dirasakan Muslih, pria asal Mauk, Tangerang
Saat itu Muslih membawa sekitar 13 lembar uang kertas bergambar Soeharto.
Namun, dia terpaksa menunda membeli televisi, karena uang yang ia bawa tidak cukup lagi.