Tolak Ibukota Kecamatan Teluk Angkiang di Desa Tenam, Warga Sridadi Merasa Dicurangi
Ditetapkannya Desa Tenam menjadi Ibukota Kecamatan dari kecamatan hasil pemekaran, menimbulkan
Penulis: Abdullah Usman | Editor: Nani Rachmaini
Kemudian masyarakat menolak ranperda pemekaran Kecamatan Teluk Rangkiang disyahkan menjadi perda pemekaran. Dan meminta DPRD untuk meninjau ulang terkait keputusan tersebut.
" Jika memang DPRD tidak mau melakukan tinjau ulang tadi maka masyarakat memilih boikot untuk gabung ke Muara Bulian atau memilih kelurahan pecah jadi desa," tegasnya
Lebih lanjut dikatakannya pula, pihak Kelurahan Sridadi akan segera melayangkan surat tidak percaya atas keputusan DPRD terkait ibukota kecamatan tadi. Yang akan diteruskan ke bupati, gubernur dan pusat sebelum perda pemekaran disahkan.
Menanggapi hal tersebut Ketua Komisi I DPRD Batanghari sekaligus Ketua Pansus I saat dikonfirmasi tribunjambi.com melalui sambungan ponsel pribadinya mengatakan, alasan Pemerintah dan DPRD menetapkan Desa Tenam menjadi Ibukota Kecamatan Tuk Angkiang bukan tanpa sebab dan pertimbangan.
" Yang jelas kita mengacu pada PP 17 tahun 2018, di mana dalam PP tersebut ada beberapa acuan terutama, dari pertumbuhan penduduk, rentan wilayah dan beberapa kriteria lainnya," ujar Alpandi kepada tribunjambi.com
Lebih lanjut dikatakannya pula, mengapa alasan di Tenam ditunjuk sebagai ibukota kecamatan, mengingat jumlah Sridadi jumlah penduduknya sudah mencapai 6000an penduduk. Sementara Tenam masih jauh dari itu, selain itu ditentukannya ibukota kecamatan tersebut tidak lain untuk menumbuhkan prekonomian baru pendekatan akses pelayanan masyarakat dan rentan kendali.
" Harapan kito dengan pemekaran Kecamatan Muara Bulian tadi agar terkolerasi, ibukota kecamatan di Tenam namun untuk sarana pendukung lainnya tetaplah di Sridadi," Jelasnya.
Teekait permintaan masyarakat untuk ditinjau ulang, menurut Alpandi hal tersebut masih ada harapan untuk berubah. Pasalnya masih banyak proses panjang yang harus dilalui hingga Ranperda tadi dapat disahkan menjadi perda.
" Masih ada harapan untuk berubah ibukota, melalui Evaluasi di DPRD Provinsi disetujui atau tidaknya. Tapi ingatbdari hasil evaluasi DPRD provinsi, karena keputusan saat ini baru dari keputusan DPRD dan penerintah daerah saja," Jelas Alpandi kepada tribunjambi.com
" Dari hasil Evaluasi mereka tadi memang tidak sesuai maka bisa dibatalkan dan bisa dikembalikan ke DPRD lagi untuk diproses ulang," Jekas Alpandi. (usn)