Tolak Ibukota Kecamatan Teluk Angkiang di Desa Tenam, Warga Sridadi Merasa Dicurangi
Ditetapkannya Desa Tenam menjadi Ibukota Kecamatan dari kecamatan hasil pemekaran, menimbulkan
Penulis: Abdullah Usman | Editor: Nani Rachmaini
Laporan Wartawan Tribun Jambi Abdullah Usman
TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BULIAN - Ditetapkannya Desa Tenam menjadi Ibukota Kecamatan dari kecamatan hasil pemekaran, menimbulkan pertanyaan besar bagi warga Sridadi yang merasa lebih layak Sridadi menjadi ibukota kecamatan, Selasa (4/9).
Pasca paripurna DPRD Kabupaten Batanghari beberapa waktu lalu, terkait hasil pemekaran Tiga Kecamatan di Batanghari, dimana dalam rapat tersebut disampaikan dari tiga kecamatan, dua di antaranya lolos untuk dimekarkan satu di antaranya Kecamatan Muara Bulian.
Meski sudah diumumkan dan ditetapkan pemekaran kecamatan di dua wilayah tersebut, warga Kelurahan Sridadi Kecamatan Muara Bulian yang sejatinya bergabung di kecamatan baru yang dimekarkan Kecamatan Teluk Angkiang merasa dicurangi oleh pihak pemerintah dan Dewan.
Pasalnya warga Sridadi mempertanyakan, dari hasil pemekaran kecamatan tadi mengapa Desa Tenam yang menjadi Ibukota Teluk Angkiang.
Menurut warga secara garis besar Sridadi lebih unggul dan layak untuk dijadikan ibukota kecamatan.
" Kenapa, dan apa alasannya di sana (Desa Tenam) ditunjuk menjadi ibukota kecamatan Teluk angkiang, dari jumlah penduduk dusini sudah lebih dari 6000an, sedangkan tenam hanya 1020an dari jumlah penduduk saja sudah unggul kita lebih banyak," ujar Ketua Pemuda Ketua Pemuda Sridadi Pak Ben kepada tribunjambi.com, Selasa Sore.
Dikatakannya, pula jika pemerintah memang berpedoman sesuai PP 17 tahun 2018, secara garis besar Kelurahan sridadi sudah masuk kategori layak untuk menjadi ibukota. Sain dari jumlah penduduk, luas wilayah, fasilitas pendukung, sarana dan prasarana pendidikan lebih unggul dari tenam.
"Intinya masyarakat sridadi tidak terima terkait penetapan ibukota kecamatan yang baru Teluk Angkiang di daerah Tenam. Dari 10 Desa Sridadi mendapat tujuh suara untuk dijadikan ibukota secara voting," ujarnya kepada tribunjambi.com
Dirinya juga mempertanyakan, kenapa pihak pemerintah dan anggota dewan perwakilan rakyat saat rapat penetapan ibukota tersebut tidak melibatkan masyarakat dan tidak mengundang. Sehingga masyarakat tahu setelah keputusan tersebut disepakati dan ditetapkan.
"Jika seperti ini masyarakat merasa dicurangi oleh DPRD, kita minta ketransparanan, dan juga Sebum ditetapkan menjadi perda harus ditinjau ulang terkait keputusan ibukota kecamatan tadi," jelasnya tegas.
Hal senada juga dikatakan Rowi, warga sekitar, saat dirinya bersama perwakilan masyarakat Kelurahan Sridadi mendatangi pihak pemerintah dan DPRD siang tadi. Masyarakat tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan kejelasan dari hasil penetapan tersebut.
"Saat kita datangi dan kita tanyakan kepada ketua pansus I sekaligus ketua komisi I DPRD, Mereka enggan memberikan komentar memberikan dan memberikan penjelasan terkait hal tersebut," ujarnya kepada tribunjambi.com
Sementara itu Asisten I Setda Batanghari Very Ardiansyah menyatakan bahwa pemerintah kabupaten sudah mengadakan kajian dan turun ke lapangan melihat langsung kesiapan Sridadi sebagai ibu kota kecamatan pemekaran.
"Beliau tidak menampik bahwa Sridadi sangat layak menjadi ibu kota kecamatan," Ujarnya
Melihat gelagat keputusan dewan Batanghari menunjuk Desa Tenam sebagai ibu kota kecamatan pemekaran maka masyarakat menyatakan mosi tidak percaya kepada DPRD Batanghari karena keputusan diambil penuh dengan subjektifitas.
Kemudian masyarakat menolak ranperda pemekaran Kecamatan Teluk Rangkiang disyahkan menjadi perda pemekaran. Dan meminta DPRD untuk meninjau ulang terkait keputusan tersebut.
" Jika memang DPRD tidak mau melakukan tinjau ulang tadi maka masyarakat memilih boikot untuk gabung ke Muara Bulian atau memilih kelurahan pecah jadi desa," tegasnya
Lebih lanjut dikatakannya pula, pihak Kelurahan Sridadi akan segera melayangkan surat tidak percaya atas keputusan DPRD terkait ibukota kecamatan tadi. Yang akan diteruskan ke bupati, gubernur dan pusat sebelum perda pemekaran disahkan.
Menanggapi hal tersebut Ketua Komisi I DPRD Batanghari sekaligus Ketua Pansus I saat dikonfirmasi tribunjambi.com melalui sambungan ponsel pribadinya mengatakan, alasan Pemerintah dan DPRD menetapkan Desa Tenam menjadi Ibukota Kecamatan Tuk Angkiang bukan tanpa sebab dan pertimbangan.
" Yang jelas kita mengacu pada PP 17 tahun 2018, di mana dalam PP tersebut ada beberapa acuan terutama, dari pertumbuhan penduduk, rentan wilayah dan beberapa kriteria lainnya," ujar Alpandi kepada tribunjambi.com
Lebih lanjut dikatakannya pula, mengapa alasan di Tenam ditunjuk sebagai ibukota kecamatan, mengingat jumlah Sridadi jumlah penduduknya sudah mencapai 6000an penduduk. Sementara Tenam masih jauh dari itu, selain itu ditentukannya ibukota kecamatan tersebut tidak lain untuk menumbuhkan prekonomian baru pendekatan akses pelayanan masyarakat dan rentan kendali.
" Harapan kito dengan pemekaran Kecamatan Muara Bulian tadi agar terkolerasi, ibukota kecamatan di Tenam namun untuk sarana pendukung lainnya tetaplah di Sridadi," Jelasnya.
Teekait permintaan masyarakat untuk ditinjau ulang, menurut Alpandi hal tersebut masih ada harapan untuk berubah. Pasalnya masih banyak proses panjang yang harus dilalui hingga Ranperda tadi dapat disahkan menjadi perda.
" Masih ada harapan untuk berubah ibukota, melalui Evaluasi di DPRD Provinsi disetujui atau tidaknya. Tapi ingatbdari hasil evaluasi DPRD provinsi, karena keputusan saat ini baru dari keputusan DPRD dan penerintah daerah saja," Jelas Alpandi kepada tribunjambi.com
" Dari hasil Evaluasi mereka tadi memang tidak sesuai maka bisa dibatalkan dan bisa dikembalikan ke DPRD lagi untuk diproses ulang," Jekas Alpandi. (usn)