Saling Serang dan Bertengkar Tidak Sehat, Kisah Soekarno - Hatta Akhirnya Berpisah Jalan
Berbagai masukan Bung Hatta, dari yang lunak sampai yang amat keras diabaikan begitu saja oleh Bung Karno
Perbedaan pandangan dengan Bung Karno juga terjadi saat menyikapi revolusi. Saat Bung Karno bersikukuh bahwa revolusi jalan terus, Bung Hatta berpikir sebaliknya.
Sudah saatnya bangsa Indonesia memikirkan nasib bangsa, nasib rakyat yang lama menderita akibat peperangan.
Perbedaan tidak bisa dipertemukan, akhirnya tanggal 1 Desember 1956 Bung Hatta secara resmi mengundurkan diri sebagai wakil presiden.
Ketika ditanya mau apa setelah mengundurkan diri, Bung Hatta menjawab ringan, "Saya mau terjun ke masyarakat, menjadi orang biasa." Sebuah jawaban jernih dari sosok yang tidak haus kekuasaan.
Setelah menjadi orang biasa, langkah Bung Hatta sering kali mendapat kesulitan.
Bukunya yang berjudul Demokrasi Kita yang terbit pada tahun 1960 dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung.
Baca: Kisah Blusukan Soekarno ke Kawasan Pelacuran, Seorang Wanita Teriak Bapak Begitu Dengar Suaranya
Yang sudah telanjur beredar ditarik kembali oleh institusi tersebut.
Buku tersebut dianggap banyak mengkritik Bung Karno.
Bung Hatta melalui buku tersebut memberi ketegasan secara terang mengapa ia memilih mundur dari pemerintahan.
la ingin memberikan kesempatan kepada karibnya, Bung Karno untuk membuktikan sendiri benar-salahnya konsepsi yang dirumuskannya.
"... Bagi saya yang lama bertengkar dengan Soekarno tentang bentuk dan susunan pemerintahan yang efisien, ada baiknya diberikan fair chance dalam waktu yang layak kepada Presiden Sukarno untuk mengalami sendiri, apakah sistemnya itu akan menjadi suatu sukses atau suatu kegagalan ...."
Pada tahun itu pula statusnya sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dicabut.
Bung Hatta dilarang mengajar, ruang gerak beliau dibatasi.
Baca: Saat-saat Terakhir Soekarno, Guruh Bapak Dicurigai Meninggal Tak Wajar
Apakah perlakuan yang diterima oleh Bung Hatta resmi perintah presiden ataukah hanya tindakan para pembantu presiden yang over acting, tidak ada yang tahu persis.
Sebagai contoh, pada suatu ketika Bung Hatta melalui sekretaris pribadinya, Wangsa Widjaya, menyampaikan kepada Supeni (orang dekat Bung Karno dan staf di Deplu) bahwa beliau diundang menghadiri suatu konferensi internasional di Wina.