Badan Lettu Iwan Oleng Namun Nyangkut Tali Pengaman, 3 Prajurit Kopassus ke Puncak Everest

Bisa dilihat bagaimana Kopassus bernama Iwan itu berjuang pantang mundur, terus mendaki ke atas melalui Hillary Step.

Editor: Duanto AS
Ekspedisi Everest 1997. (youtube) 

TRIBUNJAMBI.COM - Tiga orang anggota Kopassus (Komando Pasukan Khusus) berjalan di tanjakan, setapak demi setapak di antara punggung Gunung Everest yang bersalju tebal.

Misirin berjalan maju, perlahan tanpa pertolongan. Asmujiono bergerak mantap, tapi seperti orang yang sedang bermeditasi. Sementara itu, Iwan berjalan pelan pula, namun bisa dilihat kemampuan koordinasinya berkurang meski mentalnya masih kuat.

Peristiwa itu tanjakan menuju puncak Gunung Everest pada 1997. Itu merupakan satu di antara operasi non-militer Komando Pasukan Khusus.

Tiga prajurit Kopassus, Prajurit Satu (Pratu) Asmujiono, Sersan Misirin dan Lettu Iwan Setiawan, berhasil mencapai "atap dunia".

Dalam bukunya yang berjudul The Climb, Anatoli Boukreev menceritakan kisah pendakian tersebut.

Awalnya, Tim Nasional Ekspedisi Everest berjumlah 43 orang. Mereka terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, Rakata, dan Mapala Universitas Indonesia.

Baca: Kisah Komandan Kopassus Jadi Tameng Hidup Saat Prajurit Tertembak dan Meyakini Masih Bisa Selamat

Baca: Ketika Paskal Malaysia Kalah Pamor dengan Kopaska Indonesia, Ada yang Tak Lulus Sekolah

Baca: Pangkoopsau Ditodong Senjata Pasukan Interfet, 80 Anggota Paskhas Siap Genggam Granat, 1999

Setelah ekspedisi besar, tersisa 16 orang yang kemudian dibagi menjadi dua tim. Itu terbagi atas enam orang yang naik dari sebelah utara melalui Tibet dan 10 orang dari sebelah selatan melalui Nepal.

Tim yang dipimpin Anatoli Nikolaevich Boukreev (Kazakhastan), yang dikenal dengan The Ghost of Everest, dan Richard Pawlosky (Polandia) dipilih menjadi pelatih tim.

Jalur ke Puncak Everest.
Jalur ke Puncak Everest. ()

Vladimir Bashkirov dipercaya menjadi film maker, sedangkan Dr Evgeni Vinogradski menjadi dokter tim.

Dalam nukilan catatannya, Boukreev terkesima dengan semangat juang dan rasa patriotisme anggota baret merah ini.

Anatoli Boukreev menuturkan Misirin berjalan maju, perlahan tanpa pertolongan. Asmujiono bergerak mantap, tapi seperti orang yang sedang bermeditasi. Iwan berjalan pelan pula, namun bisa dilihat kemampuan koordinasinya berkurang meski mentalnya masih kuat.

Misirin menunjukkan dari semuanya, dialah yang paling mantap. Karena itu, kami memberikan dia kesempatan sebagai orang yang pertama mencapai puncak.

Tekad dari orang tiga ini tidak terpecahkan, kesempatan mencapai puncak, tidak mau mereka sia-siakan.

Terpikir di otak saya, biar satu orang saja yang muncak, biarkan yang lainnya turun.

Ah…! nanti saja saya pikirkan, kalau kami sudah melalui Hillary Step.

Tiba-tiba saya bisa merasakan Asmujiono konsentrasinya semakin berkurang, dan saya instruksikan Dr Vinogradski untuk mengamati Asmujiono.

Bashkirov dan Misirin berjalan paling depan. Setelah itu Iwan dan saya, Asmujiono dan Dr Vinogradski terakhir di belakang.

Baca: Update Kasus Zumi Zola, Jubir KPK Sebut Dugaaan Gratifikasi Lebih dari Rp 6 Miliar

Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dan saljunya tebal sekali.

Iwan bisa maju dengan perlahan, namun pada satu tempat badannya oleng.

Untunglah, disaat yang kritis itu, ia berhasil diselamatkan dengan tali pengaman.

Ketika saya sedang memperlihatkan padanya bagaimana cara menggunakan linggis es (Ice Pickels) di punggung gunung secara benar.

Disini jelas terlihat bahwa saya sedang berhadapan dengan orang yang baru empat bulan lalu untuk pertama kali dalam hidupnya melihat salju.

Sebenarnya melalui rute punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali pengaman sudah cukup. Hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak perlu menggunakan linggis es.

Tapi, sekarang saya terpaksa harus mengajarkan menggunakan itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini.

Saya bertanya kembali kepada diri saya sendiri.

“Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?”.

Bahkan, sebagai seorang atlet, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa hanya sekedar untuk sampai ke puncak.

Tapi serdadu ini punya prinsip luar biasa. Mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.

Ekspedisi Everest.
Ekspedisi Everest. ()

Setelah Iwan berjuang melalui punggungan gunung, dimana pada fase ini saya harus terus mengamati, kami mendaki terus perlahan dan saya sampai di kaki Hillary Step.

Baca: Ingin Lihat Penampakan Pesawat Militer Airbus A400M yang Ditawarkan ke Indonesia

Saya sampai di ujung Hillary Step, selagi Iwan dan Asmujiono yang berjalan di belakang saya melewati punggung gunung.

Di situ, saya berdiskusi dengan Bashkirov, dimana kami harus memutuskan apakah hanya Misirin sendiri yang terus mendaki sampai di puncak, dan yang lainnya turun.

Asmujiono sedang berusaha melewati Hillary Step, Vinogradski nampak di belakang.

Anatoly Boukreev dan dua orang serdadu Kopassus pada ekspedisi pendakian Everest. (chirpstory.com)
Anatoly Boukreev dan dua orang serdadu Kopassus pada ekspedisi pendakian Everest. (chirpstory.com) ()

Dia berusaha meyakinkan Iwan untuk turun, tapi dia tidak mau.

Bisa dilihat bagaimana Iwan berjuang pantang mundur, terus mendaki ke atas melalui Hillary Step.

Tidak satupun dari orang Indonesia ini bersedia untuk menyerah.

Tulisan ini bersumber dari buku yang berjudul The Climb, Anatoli Boukreev.

Baca: Santriwati Dinikahi Pria, Ponpes Kecolongan, Keluarga Tak Terima, Kemenag Beri Saran

Baca: Ini Keistimewaan Paskhas yang Tak Bisa Dilakukan Pasukan Lain, Cetak 1 Pilot Tempur Butuh Rp 1 M

Baca: Jenderal Amerika Kaget saat Masuk Markas Marinir CIlandak, Sambutan Ekstrem Peluru Tajam

TRIBUN JAMBI DI INSTAGRAM:

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved